Jelas, Jokowi dan Ahok bukan Dewa atau Malaikat
[caption id="attachment_217848" align="aligncenter" width="633" caption="Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Pic:TribunNews.com)"][/caption]
Sudah sebulan lebih sedikit duet Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Selama mereka memimpin sebenarnya ada banyak yang telah diusahakan dan diupayakan. Baik Jokowi maupun Ahok dengan gaya, sikap, dan cara kerja khas masing-masing telah berbuat cukup banyak. Jokowi membuat suasana baru dan penuh kedekatan di lapangan, dan Ahok membuat suasana dalam ruangan, serta internal birokrat seperti adegan mengheningkan cipta. Duet pemimpin ini berusaha dengan tegasnya memangkas anggaran-anggaran yang penuh tanda tanya. Anggaran-anggaran yang tak jelas juntrungannya.
Tapi ternyata jalan tak selalu mulus, dan langit tak selalu cerah. Mereka yang terlihat bekerja tulus dan berusaha sekuat tenaga menciptakan Jakarta Baru, tapi toh tetap saja ada yang justru membangun rasa pesimis berlebihan. Ada yang bahkan tidak menaruh respek terhadap apa yang sementara diperjuangkan Jokowi dan Ahok. Banyak suara sumbang justru datang dari lingkup ‘orang-orang pinter dan terhormat’.
Bagi saya, jangankan Jokowi-Ahok, malaikat pun tidak akan sanggup menyelesaikan masalah di Jakarta yang sudah turun temurun (dosa menahun) dalam satu dua bulan saja. Pantas saja Jokowi pernah berujar kalau dia bukan dewa yang dituntut untuk mesti dapat menyelesaikan masalah dalam sekejap.
Tapi, masih saja ada yang tidak peka dan jeli. Lihat saja komentar dari beberapa anggota dewan, yang katanya orang-orang pintar, terhormat, dan ‘maha tahu’ itu. Umpamanya anggota DPD RI Pardi yang bilang bahwa janji-janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau Ahok di masa sebelum kampanye terbukti tidak realistis. Saya hanya berharap, jangan terlalu banyak orang tertawa geli mendengar komentar para anggota dewan ini.
Lantas kenapa pendapat dia terasa lucu dan aneh? Mari kita simak lebih lanjut. Pardi bilang bahwa janji-janji Jokowi Ahok seperti antara lain: 1) membebaskan Jakarta dari banjir dan macet2) program kesehatan melalui Kartu Jakarta Sehat, dan 3) program pendidikan gratis sampai tingkat perguruan tinggi melalui Kartu Pintar, terbukti tidak realistis dan gagal.
Ia pesimis bahwa Jokowi-Ahok dapat membebaskan Jakarta dari banjir dan macet. Karena katanya status Jakarta sebagai Ibukota mengharuskan keterlibatan dari seluruh pemangku kepentingan dan membutuhkan peran pemerintah pusat serta pemerintah daerah penyangga Jakarta. Lha, bukankah sejak awal Jokowi sudah tahu masalah tersebut. Jokowi jelas-jelas bilang bahwa masalalah Jakarta tidak bisa diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Dan kalau perlu saya tambahkan lagi, masalah Jakarta tidak pula dapat diselesaikan oleh Jokowi sendiri. Tanpa dukungan kita, sia-sialah semuanya. Itu sudah jelas.
Bagi saya orang ini sangat lucu dan ajaib. Mana mungkin ia dapat menilai kepemimpinan Jokowi-Ahok yang belum genap dua bulan sebagai proyek gagal, tidak terbukti, dan akhirnya menciptakan rasa pesimistis yang begitu dalamnya. Dari mana landasan atau titik tolaknya sehingga ia dapat mengatakan segala kepesimisannya padahal perjuangan Jokowi-Ahok baru saja dimulai.
Ia juga mengatakan bahwa Jokowi sendiri sudah bersuara bahwa dirinya bukan dewa yang bisa memberesi macet dan banjir. Artinya, apa yang dikatakan dulu kini terbukti bahwa membenahi kota dari kemacetan dan banjir tidak semudah membalikan telapak tangan. Dengan kata lain, menurutnya janji kampanye yang dulu diumbar itu dusta. Hanya pikiran orang bodoh yang akan sealur dengan orang ini. Begini. Tidak pernah Jokowi berjanji membereskan masalah banjir dalam hitungan bulan. Nah, lantas kenapa ia bilang Jokowi berdusta? Apa yang Jokowi bilang adalah fakta, bahwa memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengatasi masalah-masalah di Jakarta.
Biarkan Jokowi-Ahok menyelesaikan masa kepemimpinan mereka. Biarkan Jokowi-Ahok menuntaskan apa yang sementara mereka usahakan dan perjuangkan, baru beri penilaian. Mana bisa orang baru jalan satu bulan langsung dikatakan gagal, tidak berhasil, dan atau tidak menepati janji. Kita mesti buka mata, buka otak, dan buka hati ketika memberi penilaian kinerja seseorang. Bukan malah buta mata, buta otak, dan buta hati. Kalau kita buta semua dalam menilai, ujung-ujungnya kita akan buta-butaan dalam menilai. (baca: menilai secara membabi buta).
Apa yang Sudah Dibuat Dalam Satu Bulan sih?
Selain gencar meninjau daerah bermasalah, keduanya juga terus merombak apa-apa yang dianggap tak beres.Salah satu yang paling sering dikritisi pasangan ini adalah soal anggaran gendut yang pemanfaatannya tak jelas. Dalam skema anggaran Rancangan APBD 2013, keduanya akan memperketat jatah untuk tiap dinas agar tidak ada yang coba memainkan proyek.
Tujuan mereka berdua adalah bagaimana supaya anggaran-anggaran yang ada memang benar-benar terpakai untuk kepentingan orang banyak, kepentingan rakyat. Bukan sebaliknya, bocor untuk kemudian masuk kantong segelintir orang-orang tertentu, termasuk ke kantong-kantong para mafia proyek. Ingat benar, semua berawal dari sini. Kalau ini beres, kedepannya akan lebih baik dan mulus.
Sikap tegas keduanya terkait pemanfaatan anggaran juga bukan hanya sekedar main-main, atau tanpa alasan yang jelas. Mereka menilai, selama ini dinas-dinas terlalu dimanja dengan anggaran bernilai fantastis. Padahal sebagian besar anggaran malah dihambur-hamburkan untuk kepentingan instansi itu sendiri, atau mungkin saja untuk kepentingan oknum-oknum pejabat tertentu. Ini mesti dibersihkan dan dicuci bersih. Motto pemerintahan yang bersih dan transparan jangan hanya slogan yang mengenakkan telinga semata. Ini harus diwujudkan. Mereka menegaskan bahwa penghematan anggaran akan kemudian dialihkan ke dinas-dinas yang diprioritaskan mendapatkan perhatian. Seperti Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas UMKM. Sebabnya adalah bahwa dinas-dinas itu berdampak langsung pada kesejahteraan warga Jakarta. Penghematan anggaran bisa mencapai ratusam miliar nantinya. Ini bukan dana yang sedikit, bahkan ada indikasi bahwa bisa mencapai 1 triliun rupiah.
Baik Jokowi dan Ahok lewat peran mereka masing-masing sudah membuktikan bahwa mereka tidak main-main. Jokowi terus terjun ke lapangan permasalahan, dan berusaha menciptakan ‘pemerintahan bersama rakyat’. Ahok tetap tegar dengan kedisiplinan dan ketegasannya membenahi birokrat di DKI ini.
Saya berharap kita dapat memberikan ruang gerak bagi mereka untuk menuntaskan apa yang sementara mereka kerjakan. Kita beri mereka ruang gerak yang fair enough untuk mewujudkan Jakarta Baru yang semua kita impikan dan mimpikan. Yang perlu kita ingat, mereka hanya manusia biasa yang berusaha bertindak serta melakukan sesuatu yang luar biasa. Jokowi-Ahok only human, they aren’t angel but they also aren’t evil. Kita berharap Jakarta Baru memang akan terwujud di tangan mereka berdua dengan dukungan jutaan rakyat DKI Jakarta. ---Michael Sendow---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H