Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kabinet Mapalus SBY: Bertolong-tolonganlah Kalian Menanggung Beban

11 Oktober 2011   04:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabinet Mapalus : Bertolong-tolonganlah Kalian Menanggung Beban.

[caption id="attachment_136197" align="aligncenter" width="502" caption="Kabinet SBY (Pic: wartacamel.com)"][/caption]

Presiden SBY sudah menyiapkan nama-nama untuk direshuffle dan siapa-siapa pula yang akan masuk ke dalam kabinetnya. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah seberapa efektifkah hal itu untuk kondisi saat ini?

Memang pada tataran koalisi, masih sangat sulit bagi presiden untuk memilih seorang menteri seobjektif mungkin. Artinya begini, saat ini kelihatannya pemilihan menteri lebih condong kepada keterwakilan partai ketimbang karena kapabilitas, dan atau kemampuan intelektualnya. Coba kita melihat secara jujur, berapa banyak menteri yang menduduki posisi yang tidak sesuai dengan bidang ilmu atau keahliannya? Jadi sebenarnya hak prerogative itu hanya sebatas wacana. Lha wong prerogative-nya presiden terbatasi dan terbelenggu koalisi atau kepentingan keterwakilan partai-partai yang ada. Prerogative-nya tidak bebas lagi dong. Lebih tepatnya, bahwa itu tidak lagi semata kemauan atau kebebasan memilihnya pak presiden. Hak prerogative sudah tereduksi menjadi hak conform (menyesuaikan diri). Menyesuaikan diri terhadap kepentingan dan keterwakilan partai-partai koalisi.

Okelah kalau misalnya memang reshuffle adalah kemestian menurut hemat Pak Presiden. Jadi mau tidak mau kabinet akan dirombak, tentu saja dengan harapan membumbung tinggi bahwa akan ada perbaikan kinerja melalui kabinet hasil reshuffle itu. Tidak boleh hanya sama hasilnya dengan kabinet sebelumnya, apalagi kalau malah lebih jelek dari yang sebelumnya. Kalau itu yang terjadi, mubazirlah reshuffle ini. Namanya pun menjadi try and error alias coba-coba. Yang ada, akhirnya kembali lagi hanyalah demi kepuasan keterwakilan partai. Nah, kalau itu yang terjadi kapan majunya bangsa ini. Keterwakilan (baca: kepentingan) partai dan golongan ditempatkan di atas kepentingan rakyat dan kepentingan umum (masyarakat luas).

Harusnya mulai saat ini kabinet yang ada mestilah diisi pribadi-pribadi yang berjiwa besar dan bertanggungjawab. Indonesia sudah dipenuhi dan diberati oleh begitu banyak beban. Kalau dalam satu kabinet tidak ada persatuan, gotong royong, kerja sama, dan komunikasi yang baik, tapi sebaliknya, tarik menarik kepentingan, saling lempar tanggungjawab, dan sikap tau mau peduli maka saya yakin bangsa ini akan semakin terpuruk. Saya punya saran supaya menciptakan dan membangun Kabinet Mapalus. Kabinet yang bersifat Mapalus. Lalu mungkin banyak yang bertanya kenapa Kabinet Mapalus sih?

Mapalus sebenarnya adalah merupakan nilai kerja yang dapat dikatakan sebagai suprastruktur sosial dan budaya yang ada dan hidup serta berkembang dalam sistem budaya orang Minahasa. Sistem kerja mapalus di kemudian hari telah menjadi struktur yang membentuk sebuah hubungan sosial antar sesama tou Minahasa. Lalu pada akhirnya mapalus menciptakan sebuah infrastruktur seperti hasil produksi kerja mapalus tani yang menghasilkan produksi pertanian dan seterusnya. Rantai kesinambungannya sangat jelas dan tertata. Kata mapalus itu sendiri sepertinya memiliki beberapa pengertian namun tetaplah mengacu pada satu kegiatan yakni suatu aktivitas yang intinya berlaku saling tolong-menolong. Meskipun aktivitasnya sangat beragam namun makna mapalus tetap sama dan dimengerti secara bersama-sama di setiap sub etnis Minahasa. Banyak literatur dan pendapat yang mencoba mendefinisikan arti sesungguhnya dari mapalus itu. Hasilnya kurang lebih dapat dirangkum dalam satu kalimat pendek ini: “sebuah sistem sosial yang menghimpum dan melibatkan masyarakat untuk saling menolong secara aktif dalam mencapai tujuan bersama di berbagai bidang.” Dari ciri, struktur dan sifatnya, mapalus pada akhirnya dapat kita katakan sebagai sebuah sistem nilai yang menyatu dalam keterikatan (interelation) masing-masing nilai, yakni antara resiprokal, responsibilitas, disiplin, kesetaraan, partisipatif, solidaritas, keadilan sosial, pluralisme, dan kasih. Semua variabel itu menyatu dalam  sebuah konsensus besar tou Minahasa yakni Mapalus. Oleh sebab itu saya percaya kalau kabinet kita berlandaskan nilai-nilai Mapalus tersebut, hasilnya jelas akan beda. Sederhananya begini, kalau Kabinet SBY ini berkehendak untuk melakukan yang terbaik untuk masyarakat banyak, maka di dalam kabinet itu dulu yang harus dibenahi, harus ada persatuan, bahu membahu, tolong menolong, dan saling bantu bukan sebaliknya. Coba bayangkan saja, bagaimana kinerja bisa bagus kalau sesama menteri tidak mau tahu dan lempar tanggungjawab umpamanya. Contohnya yang satu line kordinasi saja tidak saling berkoordinasi. Misalnya Menkoekuin tidak ada koordinasi dengan penteri perdagangan. Atau misalnya menteri dalam negeri tidak mau tahu dan masa bodoh dengan beban kerja dan urusan menteri luar negeri. Misalnya juga menteri keuangan tidak pernah komunikasi dengan menteri koperasi dan menteri perindustrian. Menteri kelautan hanya peduli dengan ikan-ikan di laut dan semua yang berhubungan dengan laut tapi menutup mata terhadap kenyataan mengenai banyaknya padi yang mati karena dimakan hama. Itu katanya tugas dan tanggungjawab menteri pertanian, begitu pula sebaliknya menteri pertanian hanya sibuk dengan lahan gambut, cabe, dan urusan lahan pertanian. Masih banyak perumpamaan lainnya. Prestasi olahraga kita kok nggak maju-majunya yah? Menteri lain pun berkomentar “Ah, masa bodohlah, itukan kerjaannya Menpora.” Dan seterusnya. Kabinet Mapalus sejatinya adalah sebuah bentuk kabinet yang di dalamnya diisi oleh orang-orang yang memiliki karakter saling tolong menolong. Sebab bukankah beban Indonesia adalah beban bersama? Laut yang tercemar bukan cuma urusan menteri kelautan. Padi yang rusak bukan hanya urusan menteri pertanian. Meningkatnya angka buta huruf bukan hanya terletak di pundak menteri pendidikan. Prestasi olahraga kita yang peot dan reyot bukan hanya karena “ulah” menpora kita. Pencaplokan wilayah RI oleh negara tetangga tidaklah hanya urusan Menhankam atau Mendagri semata. Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Lebih parah lagi, apabila sudah tidak saling tolong menolong dan bekerja sama dalam satu kabinet, eeh malah saling lempar tanggungjawab dan lempar beban satu sama lain. Terbentuk semakin banyak dikotomi dan sekat menyekat antar departemen. Yang terjadi adalah bukannya menolong sebagai sesama menteri ketika dalam ‘kesulitan’, tapi malah lempar beban dan cuci tangan. Betapa benarnya kata-kata orang bijak yang bilang “Bertolong-tolonganlah kalian menanggung beban.” Dan hindarilah yang sebaliknya, mempraktikkan ujar-ujar orang tidak bijak “Bergontok-gontokkanlah kalian menghindari beban.” Michael Sendow.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun