[caption id="attachment_99264" align="aligncenter" width="640" caption="The Metropolitan Museum of Art/Admin (famouswonders.com)"][/caption]
New York selain terkenal dan diistilahkan dengan Big Apple, City Never Sleep, ia juga terkenal sebagai salah satu tempat yang memiliki museum terbanyak. Sebut saja, Museum National Natural History yang sangat terkenal itu, dimana pernah dijadikan tempat syuting film yang menceritakan tentang isi museum menjadi hidup, termasuk seekor Dinosaurus ketika malam tiba, juga ada Museum Metropolitan Art, Museum Orang-Orang Indian, Museum Para Imigrant, Museum Musik, bahkan juga ada Museum Sex. Dan masih banyak lagi.
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kunjungan saya bersama teman saya yang berasal dari Padang, dan satu lagi teman dari Jakarta ke Museum of Art di jantungnya New York bagian Timur.The Metropolitan Museum of Art, begitu ia dinamai berlokasi tepatnya di 1000 fifth Ave. NYC. Bersebelahan dengan Central Park, salah satu taman kota terbesar di dunia.
Di dalam museum ini ada sekitar 2 juta hasil karya seni dari berbagai bangsa. Karya-karya seni, The Work of Arts tersebut terbagi dalam 19 departement utama. Dan ruang utamanya, diakui sebagai salah satu Art Gallery terbesar di dunia. Disinilah, saya, David dan Fauzan kemudian boleh takjub, terpana melihat satu-satunya karya seni dari Indonesia, tepatnya Bali, terpajang dengan gagahnya di pinggiran koridor utama itu. Balinese art begitulah mereka menamaikoleksi seni dari Bali tersebut adalah karya seni berasal dari Hindu-Javanese yang kemudian berkembang juga dari hasil karya para seniman Kerajaan Majapahit.
Disamping itu, kita kemudian menelusuri koridor remang-remang agak ke belakang, disini terdapat banyak pajangan lukisan lukisan unik dan khas. Saya tertarik dengan lukisan wanita cantik yang sedang melukis, seakan-akan ia sedang menatap saya, dan melukisi saya. Ke arah manapun saya bergerak, wanita itu terus memandangi saya. Bikin saya merinding. Di ruang ini pula, kembali kita menjumpai satu lukisan karya pelukis Bali. Luar biasa Bali ini. Tiga hasil karya seni dari Bali ada di tiga ruang. Bali dalam hal ini, mewakili Indonesia sebagai bentuk promosi seni budaya kita.
Kami bertiga, dengan tak lelah dan bosan-bosannya mengelilingi gedung besar berkapasitas menampung ribuan orang itu, yang menurut catatan ruang utamanya saja sepanjang 400 Meter. Kami menghampiri dan foto-foto dihampir setiap curatorial department yang berjumlah 19 itu. Termasuk Islamic Art, Bang Fauzan yang muslim sangat asyik menghabiskan 15 menit foto-foto disitu, kemudia Bung David yang punya leluhur asli dari China, spent time untuk foto-foto di area Chinese arts. Saya sendiri yang sudah agak capek jalan, sedikit ngos-ngosan, mampir di kedai kecil bertuliskan “are you hungry?”. Oh, Certainly Yes! Dan saya menghabiskan tidak kurang $15,- untuk sekedar makan plus minum sebagai penambah tenaga. Perjalanan masih panjang soalnya. Tanpa tenaga tambahan energy manalah mungkin saya sanggup. Kedua teman saya badannya gede-gede, jadi powernya tersimpan bagus.
Tak terasa sudah lebih 2 jam kita keliling-keliling, sebelum mengakhiri kunjungan kali ini, maka kami menyinggahi satu lagi curatorial. Ini yang paling asyik. Paling HOT. Paling menegangkan dan juga yang paling saya sukai. Ancient Egyptian art. Ya, tempat ini termasuk yang paling ramai dikunjungi. Terlihat angker dan menyeremkan, menurut sebagian orang sih. Tapi memang, seketika kami bertiga melangkahkan kaki memasuki ruangan tersebut, terasa ada ‘aura’dan perasaan tersendiri, yang saya sendiri tak bisa menggambarkan seperti apa, manalagi balsamic aroma yang kadang tercium diseputaran ruangan yang memang sengaja di pasangi lampu remang-remang cenderung gelap itu.
Sakingjahilnya, saya sempat mencolek beberapa orang didalam ruangan itu, yang satu teriak keras, maka seperti spontanitas para wanita dan anak-anak gadis, kebanyakan tourist dari Eropa itu, sama-sama teriak berbarengan. Setelah itu mereka saling nanya “What’s going on?” ….”somebody touch my shoulder” ujar yang lain. Saya hanya tersenyum geli.
“Lho, tapi kemana teman saya Fauzan?” Saya tidak melihat teman saya itu, padahal dari tadi ia mengekor dibelakang saya, maklum teman yang satu itu agak penakut, tapi macho dan smartsih.
[caption id="attachment_97904" align="alignleft" width="300" caption="Tatapan yang angkuh"]
Saya kelilingi ruang itu, Bang Fauzan tetap tak terlihat. Temanku yang satu, si David pun rupanya nggak tau. Semakin menuju kedalam, semakin sunyi, ada yang kurang berani foto-foto diantara patung-patung Firaun dan yang berjejer itu, ada yang tinggal kepalanya doang. Agak meremang juga bulu kuduk ini. Apalagi pas tiba di pelataran kecil, dimana ada suatu peti mati kosong, yang kata salah satu petugas museum disebutkan bahwa itu berasal dari kubur (tomb) keturunannya Firaun di Mesir. Saya mencoba membuka petinya, agak mengerik bunyinya, isinya sih kosong, tapi aromanya, wuuiiih, lain, man!
Jangan-jangan si Fauzan sembunyi didalam pikirku nakal. Tapi nggak kok, peti itu kosong. Disebelahnya ada mumi (mummy) yang terbungkus kain rapat-rapat. Tak kuat lama-lama menatap wajah mumi yang terbungkus itu, jadi kami bergegas pindah ke ruang kecil sebelahnya. Tempat keramik aslidari ancient Egypt.
Eh, ternyata si Fauzan ada disitu. Rupa-rupanya, karena takut melihat mumi, Firaun dan tengkorak, maka ia lebih memilih untuk menikmati keramik. Kebetulan juga ia adalah seorang penggemar dan pernah menjadi pedagang keramik. Klop lah!
[caption id="attachment_97905" align="alignright" width="150" caption="Jalan Potong"]
Setelah puas menghabiskan waktu berjam-jam, kami sepakat untuk pulang. Dalam perjalanan keluar koridor, kita sempat mengambil gambar di patung raja di jaman ancient Egypt, Oops…, petugas berbadan besar dan suara laksana drum, berat banget, menegur kami untuk tidak menyentuh patungnya, “maaf om, gak sengaja!” Saya seakan membela diri. Kita memang fotonya terlalu rapat, kayak lagi memeluk pantung itu. “Apa jangan-jangan petugas perut buncit itu minta dipeluk juga kali ya bang ya?”, tanyaku becanda. “Ngaco kamu!” Abang Fauzan menegur saya dengan bijaksananya. Huhuiiiiiiii!
“Ayo, sudah waktunya nih” David yang agak serius itu menimpali. “Oke boss..”
Dan kamipun permisi keluar gedung, dengan membawa cinderamata, pass pin, pin tanda masuk bertuliskan “M” itu adalah tanda bahwa kita bisa masuk free, tanpa batasan waktu, dan masuk ruang mana saja kita suka. Nah, pin ini berkat temannya si David yang kebetulan adalah pimpinan IT di Museum tersebut.
“Thanks bro..!” Dengan pin itu kami berkesempatan melihat banyak, mulai dari Carving Stone asal Bali sampai Wajah Firaun dari Mesir itu.
-Michael Sendow-
Note: Kudedikasikan ini to my best friend David and Fauzan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H