Mohon tunggu...
Michitra Adhikarsa
Michitra Adhikarsa Mohon Tunggu... -

Manusia biasa...Just an ordinary man. Love to write and read almost about everything.\r\nPengamat dan pemerhati masalah KOMPASIANA, media, dan semua hal. Belajar menjadi hamba.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bagaimana Membuktikan Kebenaran Agama dan Tuhan?

21 April 2013   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:50 2772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi mereka yang mempelajari ilmu filsafat, tentu serangkaian pertanyaan akan diajukan dan dikemukakan untuk membuktikan kebenaran suatu hal. Filsafat adalah ilmu paling tua yang ada di muka bumi ini. Dan ilmu filsafat dari sejak dahulu kala berkutat untuk mencari tahu tentang apakah kebenaran itu.

Kini dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, para peneliti dan orang banyak berbondong-bondong mencari bukti-bukti sahih peninggalan jaman dulu. Sekarang juga, ilmu pengetahuan telah berhasil menemukan ‘kebenaran’ demi ‘kebenaran’ melalui berbagai penemuan purbakala. Mereka sudah meneliti mulai dari manuskip kuno sampai kepada jejak-jejak arkeologi jauh sebelum Masehi.

Ada pertanyaan sangat keras dari para ilmuwan (yang mungkin saja atheis) tentan keberadaan dan kebenaran tentang adanya Tuhan. Kemudian ada juga yang mempertanyakan kebenaran semua yang tertulis dalam kitab suci. Orang yang punya pikiran terbuka tentu saja tidak bisa marah begitu saja dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban tersebut.

Kawan, coba kita lihat dan simak pertanyaan-pertanyaan masuk akal berikut ini, dapatkah kita membuktikan bahwa Yesus itu adalah utusan Tuhan, bahkan IA sendirilah Tuhan yang hidup itu. Atau, dapatkah kita membuktikan bahwa Muhammad itu adalah Nabi utusan Allah. Atau semua hal yang tertuang dalam Alkitab dan Alquran. Kalau kita tidak bisa memberi jawab atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berarti kita ‘kalah’ sama yang Atheis (tidak mengakui adanya kebenaran Tuhan dan Agama).

Bagaimana kita memberi jawab atas pertanyaan tersebut? Semua agama bisa saja berdalih dengan segala macam jawaban dan rujukan ayat. Tapi pertanyaannya apa dan mana buktinya? Tuhan tidak pernah menyampaikannya secara langsung, datang dan turun ke bumi ini, kalau ada yang bilang pernah lalu mana buktinya? Bisa saja orang-orang jaman dulu mengatakan hal seperti itu, tapi bagaimana dan seperti apa kita membuktikannya? Apakah kita hadir saat itu dan menyaksikan serta mendengarkan sendiri apa yang dikatakan Tuhan dan dibuat Tuhan saat itu?

Ini memang harus dibuka lebar-lebar. Orang beragama kemudian akan merujuk tidak lagi kepada ayat-ayat, tapi bukti-bukti penemuan, dan memakai teknologi sebagai jawaban. Kini teknologi dipakai sebagai alat membuktikan keberadaan dan kebenaran adanya Tuhan. Alat pembuktian itu juga dipakai sebagai sarana pembenaraan agama-agama yang ada. Ini dengan kata lain hendak mengatakan bahwa Agama dan Ilmu Pengetahuan tidak terpisahkan walau kadang sering berselisih atau bahkan beririsan.

Kawan, kalau kita terus didesak supaya bisa menjelaskan keberadaan dan kebenaran agama serta Tuhan yang kita sembah, bagaimana lagi bisa membuktikannya? Ketika ilmu pengetahuan tidak lagi mampu membantu memberi jawab, karena biar bagaimanapun ia tentulah sangat terbatas, apa lagi senjata yang dipunyai orang yang berTuhan, beragama, dan berilmu? Tidak ada lagi kecuali IMAN. Justru di situlah pusatnya. Tuhan tidak bisa dilihat dan digapai oleh kekuatan dan semua kepintaran manusia. Tapi Ia dapat dirasakan, dimilik, dan dimengerti lewat IMAN.

Kalau begitu IMAN adalah jalan kita memahami Tuhan yang memiliki segala MAHA tapi tak pernah terlihat wujudNya secara kasat mata. Ilmu pengetahuan mungkin sudah menemukan beberapa peninggalan tentang sejarah perbuatan tanganNya atas umat-umatnya, tapi keberadaanNya tetaplah misteri. Dan misteri itu hanya bisa dipahami dan terpahami oleh iman, sebab iman adalah segala sesuatu yang kita percayai walaupun belum pernah melihatnya (dan melihatNya). (MA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun