Berbicara tentang masalah lingkungan perkotaan pasti tidak terlepas pula dengan masalah sampah. Seiring kemajuan teknologi dan sektor industri yang pesat, laju produksi sampah di perkotaan pun semakin meningkat tajam. Menurut data Greenpeace Indonesia, produksi sampah di Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun, dan sebanyak 10,4 juta ton atau 16 persen merupakan sampah plastik , dilansir dari sains.kompas.com .
Pemerintah terus berupaya dalam menekan jumlah produksi sampah di Indonesia. Salah satu target yang dicanangkan yaitu Indonesia bebas sampah pada tahun 2025 , dengan target 30% sampah dapat berkurang dan 70% dapat ditangani. Target tersebut harus direalisasikan lewat upaya-upaya pengurangan sampah di masing-masing program pemerintah daerah.Â
 Sampah VS Urban Lifestyle
Tidak dapat di pungkiri bahwa padatnya jumlah penduduk dan tingkat konsumsi masyarakat yang relatif tinggi menjadi salah satu penyebab meningkatnya produksi sampah di perkotaan. Gaya hidup masyarakat urban seperti penggunaan transportasi pribadi yang lebih sering daripada menggunakan transportasi publik, konsumsi energi AC, TV dan elektronik lainnya yang berlebihan bahkan sering digunakan walau tidak diperlukan, juga penggunaan produk-produk yang tidak ramah lingkungan, Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan kurangnya pola pikir yang sadar terhadap lingkungan .Â
Penggunaan plastik  menjadi masalah terbesar dalam perilaku membuang sampah di perkotaan. Kita tidak menyadari dalam sehari berapa kantong plastik yang kita gunakan, berapa botol plastik yang kita buang, atau berapa bungkusan makanan dan produk lainnya yang terbuang tidak terpakai lagi. Riset yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menemukan bahwa konsumsi kantong plastik mencapai 240 - 300 juta lembar per tahun, atau 1.900 - 2.400 ton per tahun, setara dengan berat 124 bus TransJakarta, seperti yang dilansir pada lifestyle.kompas.com .
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini kita merasa wajar menggunakan kantong plastik, styrofoam dan bahan-bahan  undegradable lainnya, karena dampak buruk sampah tersebut tidak berdampak langsung pada kita saat ini. Tidak hanya secara individu, faktanya masih banyak instansi dan perkantoran yang belum terpapar dan masih merasa kaku dengan gerakan paperless, sehingga sulit melepaskan diri dari penggunaan kertas dan belum beralih pada sistem informasi elektronik.
Pada dasarnya untuk mengurangi perilaku 'nyampah' masyarakat urban perlu dimulai dengan perubahan cara pikir menjadi 'green minded' yang nantinya akan berdampak pada perubahan perilaku gaya hidup. Perusahaan industri dan perkantoran perlu merubah gaya bekerja untuk lebih efisien dan cinta lingkungan. Beberapa program dan aksi 'kekinian' seperti 'Earth Hour', Â 'Green Office' , 'Diet Kantong Plastik' , 'No Straw Movement' , '#JKTtanpasampah' , dan kampanye anti sampah dan peduli lingkungan lainnya semakin bergema untuk memberdayakan masyarakat urban dalam berperilaku sadar lingkungan. Ketika kesadaran diri masyarakat urban terhadap lingkungan semakin terbentuk, diharapkan akan ada penurunan angka produksi sampah perkotaan dengan sikap
masyarakat yang berubah karena tidak mau 'nyampah' lagi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI