Mohon tunggu...
Michelle Jesslyn
Michelle Jesslyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - ...

...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meluruskan Paradigma Menyesatkan mengenai Pelecehan Seksual

1 Februari 2024   14:42 Diperbarui: 1 Februari 2024   14:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Posmetro Medan

Baru-baru ini, media banyak mengangkat isu pelecehan seksual. Salah satunya, berita mengenai pelecehan seksual yang dilakukan seorang Ketua BEM Universitas Indonesia, Melki Sedek Huang. Menurut kompas.com, Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UI menyimpulkan bahwa Melki melakukan pelecehan seksual dalam bentuk menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan. Sanksi administratif pun dijatuhkan kepada Melki, yang berupa skors akademik selama satu semester.

Pelecehan seksual tidak hanya terjadi di kampus, pelecehan dapat terjadi di mana saja. Bahkan, dapat terjadi di rumah. Menurut Wikipedia, pelecehan seksual adalah jenis pelecehan yang melibatkan penggunaan pakaian seksual eksplisit atau implisit, termasuk janji imbalan yang tidak diinginkan dan tidak pantas sebagai imbalan atas bantuan seksual. Pelecehan seksual bisa bersifat fisik atau bahkan verbal. Menurut data World Population Review, diperkirakan 35% wanita di seluruh dunia pernah mengalami tindakan mengerikan ini. 

Berdasarkan survei di Indonesia yang diadakan oleh Statista pada tahun 2020, 75,8 persen responden berpendapat bahwa kekerasan seksual terjadi karena kurangnya keamanan di tempat terjadinya penyerangan. Namun, sikap menyalahkan korban nampaknya sudah biasa terjadi di Indonesia. Sekitar 71,5 persen responden berpendapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh perilaku korban yang dianggap 'genit' dan 69,2 persen berpendapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh 'pakaian terbuka' yang dikenakan oleh korban. 

Kita percaya bahwa 'pakaian' tidak menjadi masalah ketika seseorang sudah berpikiran kotor. Wanita memakai pakaian yang disebut 'terbuka' karena mereka ingin memakainya dan bukan untuk menyenangkan perhatian atau hasrat pria. Banyak pemerkosaan terjadi karena laki-laki menyalahkan perempuan karena mengenakan ‘pakaian terbuka’. Kenyataannya, mayoritas korban pelecehan seksual tidak menggunakan baju terbuka. Menurut rumahfaye.or.id, 18% korban pelecehan seksual memakai celana/rok panjang, 17% memakai hijab, 16% memakai baju lengan panjang, 14% memakai seragam sekolah, dan 14% memakai baju longgar.

Pemerkosaan bukanlah tentang “kehilangan kendali” di pihak pemerkosa, melainkan tentang “menegaskan perlawanan” atas korbannya. Pemerkosaan bukanlah seks. Pemerkosaan datang sebagai bentuk seks yang hanya untuk menimbulkan kerugian, jadi itu adalah kekerasan. Ini bukan tentang korbannya, ini semua tentang mentalitas si pemerkosa. Jadi bagaimana cara berpakaian sopan bisa mengubah pola pikir pemerkosa dalam mendapatkan kendali? Seorang pemerkosa bertanggung jawab atas kekerasan seksual, bukan apa yang perempuan pilih untuk mereka kenakan di depan umum. Atasan berpotongan rendah, gaun pendek, atau celana jeans ketat sama sekali tidak membenarkan tindakan kekerasan. Seorang pemerkosa masih akan menyerang dan mereka akan menemukan sesuatu untuk disalahkan selain diri mereka sendiri. Perempuan mempunyai hak mutlak untuk mengenakan apa yang mereka inginkan, dan jika mereka tidak bisa mengendalikan hormon yang mengamuk dan mengklaim bahwa apa yang dikenakan perempuan memberi mereka hak untuk melecehkan atau menyerangnya, maka masalahnya ada pada mereka.

Pada akhirnya, masalah ini tidak gampang terselesaikan jika pria tidak ingin diedukasi dan berubah. Pemikiran-pemikiran pun tetap harus berubah dan pria harus bisa mengontrol perasaan hasrat mereka. Ada sangat banyak pemicu-pemicu seperti pergaulan, lingkungan, keluarga, ataupun dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, salah satu solusinya yakni dengan jauhi pergaulan-pergaulan buruk yang mengarah ke arah tersebut, pilih lingkungan yang baik, dekatkan diri terhadap keluarga dan Tuhan, dan juga kurangi masturbasi dan menonton film-film dewasa. 

Michelle Jesslyn & Nadine Katrina Aurelia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun