Mohon tunggu...
Michelle Axelia
Michelle Axelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga

Seorang mahasiswi aktif yang berasal dari prodi Kimia Universitas Airlangga yang mencoba menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Angka Pelecehan Seksual Tinggi, Pakaianku atau Pikiranmu?

14 Juni 2022   18:35 Diperbarui: 16 Juni 2022   01:18 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kasus yang parah, korban bisa juga mengalami kerusakan organ internal hingga kematian. Sedangkan gangguan psikis sangat berdampak bagi kelanjutan hidup korban, korban akan merasa gelisan, muncul gangguan jiwa seperti depresi, dan gangguan panik, PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) atau gangguan stres pasca trauma, gangguan tidur dan mimpi buruk, self harm atau menyakiti diri sendiri, dan juga dorongan untuk mengakhiri hidup.

Apabila terjadi pelecehan seksual, maka dapat dilihat kelunturan norma kesusilaan dalam masyarakat. Setiap tahunnya, angka kasus pelecehan seksual akan terus meningkat. Catatan Tahunan KOMNAS Perempuan pada tahun 2020 mencatat ada 8,234 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh layanan mitra komnas perempuan. Jumlah ini hanyalah jumlah yang diketahui saja. Mirisnya, tidak banyak dari jumlah kasus ini berakhir di ranah hukum atau persidangan. 

Hal ini menandakan ada yang salah terhadap hukum di negara kita. Hukum di Indonesia dinilai belum cukup untuk menjamin hak-hak yang dibutuhkan oleh korban. 

Hukum di Indonesia bisa dijalankan apabila ada bukti yang cukup terhadap kejahatan yang dilakukan, sedangkan biasanya kasus pelecehan seksual bermasalah di kurangnya bukti. Hukum di Indonesia juga harus berbicara lebih spesifik mengenai tindakan yang termasuk tindak pelecehan serta hukuman yang akan dijalani oleh pelaku.

Baru- baru ini pada 12 April 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang melalui rapat paripurna. Tentu saja ini adalah sebuah kemajuan setelah 6 tahun lamanya. Namun apakah undang-undang ini sudah cukup untuk menjadi payung hukum bagi korban?

Ada 2 poin yang dihapus dari usulan awalnya, yaitu pemerkosaan dan aborsi. Alasannya? Aborsi sudah diatur dalam UU Kesehatan, agar tidak terjadi tumpang tindih terhadap norma hukum. Namun, bagaimana bisa UU TPKS tidak mengatur kehamilan yang disebabkan oleh pemerkosaan? Atau setidaknya, bukankah aturan baru harus menyediakan layanan terbaik untuk korban?

Yurika Fauzia Wardhani (2007) mengatakan bahwa pemerkosaan merupakan perbuatan pelecehan seksual yang paling ekstrim. Bila korban mengandung janin dari pelaku, maka secara hukum korban tidak diizinkan untuk menggugurkan kandungan. Sedangkan apabila korban memutuskan untuk melahirkan anak tersebut, korban akan mengalami trauma dan tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa anak tersebut adalah hasil dari luka yang dialaminya. Miris, namun ini kenyataannya.

Eksekusi tidak semudah berteori, layanan yang dijanjikan oleh pihak berwenang tidak berjalan dengan baik di lapangan. Perlindungan terhadap korban masih sangat kurang. Banyak kasus justru berakhir dengan pernikahan korban dan pelaku pemerkosaan.

Tindakan pelecehan seksual bukan salah korban. Tidak masalah apa yang korban kenakan. Yang menjadi masalah adalah ketika mata melihat dan otak merencanakan hal buruk. Butuh kesadaran diri dari setiap pribadi untuk tidak merugikan orang lain. Pelaku adalah pelaku, dan korban adalah korban. Korban tidak seharusnya merasa bersalah atas apa yang dialaminya.

Rapists don’t discriminate. Perverts are perverts. Dirty minds come from their brains.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun