Mohon tunggu...
Michael David Chan
Michael David Chan Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMA

Halo! Saya Michael, saya seseorang yang periang dan memiliki minat yang luas. Saya sangat tertarik dengan banyak topik dan sauka menyuarakan ide-ide saya. Harapan saya bergabung dengan Kompasiana adalah agar saya dapat membantu banyak orang dalam kehidupan sehari-hari dengan cara memberi mereka pengetahuan baru dan memberi mereka cara pandang baru terhadap suatu situasi. Terimakasih telah mengunjungi profil saya!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Sekolah Katolik Pergi ke Pesantren, Belajar Kesederhanaan di Pesantren Al-Marjan

22 November 2024   00:17 Diperbarui: 22 November 2024   03:56 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua Kanisian sedang mewawancarai salah satu penduduk desa Baduy Luar (Dokumentasi Pribadi)

Terkadang, kita sebagai orang kota tidak menyadari betapa enaknya hidup kita. Bahkan sebagian dari kita tidak memikirkan hal-hal sepele seperti air dan makanan, pokoknya pasti ada dan mudah didapatkan. Lagi laper? Pesan saja melalui handphone. Bosan? Buka saja medsos di handphone kita. 

Tetapi perjalanan saya dan teman teman saya ke Pesantren Al Marjan di Lebak, Banten, menjadi momen refleksi yang mengubah caraku melihat hidup.

Pada akhir Oktober 2024, aku bersama teman-temanku dari Kolese Kanisius memulai ekskursi yang merupakan kegiatan wajib. Kami dengan gaya hidup kelas menengah ke atas, untuk beberapa hari hidup sederhana bersama para santri di pesantren Al Marjan di Lebak, Banten. 

Saya merasa antusias karena saya bisa mempelajari dan mendalami budaya baru. Walaupun sebelumnya saya sudah pernah ada acara retret atau live in, yang ini terasa berbeda karena di sebuah pesantren.

Para Kanisian di Aula Al-Marjan (Dokumentasi Pribadi)
Para Kanisian di Aula Al-Marjan (Dokumentasi Pribadi)

Tidur Sederhana, Kebersamaan yang Luar Biasa

Setibanya di pesantren, kami ditempatkan di sebuah kamar sederhana yang harus kami tempati ber-20 orang. Tidak ada kasur atau AC, hanya lantai keras dan karpet tipis yang menjadi alas tidur kami. Jujur saja, saya sebagai anak kota yang selalu tidur di matras tidak terbiasa dengan rasa ini, tetapi saya tetap merasa nyaman dan senang karena dapat tidur ber-20 bersama teman-teman saya. 

Apa yang awalnya terasa seperti tantangan, justru menjadi pengalaman yang mempererat kebersamaan. Di sana, kami melakukan obrolan santai, bercanda, dan cerita sebelum tidur sehingga, membuat suasana kamar menjadi riang, meski tanpa fasilitas mewah. Pengalaman ini unik bagi saya karena untuk pertama kalinya, saya tidur di lantai, dan yang lebih aneh adalah saya bisa tidur pulas walaupun saya tidak pernah tidur di lantai yang keras.

Makan Bersama, Merajut Keakraban

Di pesantren, kami diajak makan bersama dengan para santri menggunakan tampah rotan besar sebagai wadah makanan. Tradisi ini mengajarkan kebersamaan yang erat di antara para santri dan sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Para santri-santri di situ bahkan sudah terbiasa makan sambil jongkok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun