Sarang burung walet merupakan salah satu produk konsumsi kesehatan yang sangat dikenal di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu penyumbang komoditas terbesar sarang burung walet di pangsa pasar dunia di angka 85 persen, dengan negara Tiongkok sebagai konsumen terbesar dengan angka 53,76 persen dan disusul Hongkong sebesar 12,99 persen. Tercatat dalam Trade Post Kemendag Edisi Juni 2023, diperkirakan produksi sarang burung walet di Indonesia mencapai 1.500 ton per tahun dengan tren pertumbuhan di angka 20,24 persen per tahun selama periode 2017-2021. Dan apabila kita menilik catatan Badan Pusat Statistik (BPS), secara angka, pada tahun 2022 komoditas ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai angka US$590,60 juta.
Komoditas dengan produksi tinggi dan nilai jual yang tinggi, menjadikan sarang burung walet dikategorikan sebagai salah satu objek pajak yang dikelola oleh daerah. Berdasarkan Pasal 1 Angka 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet di mana Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 76 ayat 1, subjek pajak atas objek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi/badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Dasar pengenaan pajaknya dapat dilihat dari perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah bersangkutan dengan volume sarang burung walet dan tarif yang dikenakan ditetapkan paling tinggi 10%.
Berdasarkan fakta diatas, komoditas khas ini memberikan potensi yang sangat besar untuk daerah. Harga jual berkisar Rp9-Rp13 juta per kilogram dengan produksi rata-rata lebih dari 1.200 ton per tahun merupakan nilai yang fantastis bagi daerah. Meskipun merupakan objek pajak daerah, komoditas ini menjadi salah satu objek pajak yang sulit dipungut oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Selatan, Rudy M. Harahap , Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan dinilai gagal untuk memungut pajak sarang burung walet. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan pajak sarang burung walet di daerah Kalimantan Selatan hanya sebesar Rp1,084 miliar di tahun 2021 dan Rp1,571 miliar di tahun 2022 sedangkan potensinya sebesar Rp126,12 miliar pada tahun 2021 dan Rp109,12 miliar pada tahun 2022. Kabupaten Kepulauan Meranti pun merasakan hal yang serupa. Bapak Atan M.Pd, selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti, menaksir potensi pajak sarang burung walet tahun 2022 dikisaran Rp21,7 miliar, namun kenyataannya realisasi yang terjadi hanya Rp720 juta atau 3,32% saja.
Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempersulit pemerintah daerah dalam melaksanakan pemungutan pajak daerah. Pertama pemilik sarang burung walet seolah “kucing-kucingan” dengan pihak pemerintah setempat. Banyak pemilik yang diam-diam memanen dan menjual sarang burung walet. Kedua, kesadaran pemilik yang masih rendah dikarenakan operasi sarang burung walet yang tidak memiliki izin baik dari IMB, IPAL, atau izin lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa pemilik yang seenaknya melakukan pembangunan gedung digunakan sebagai sarang burung walet, membunyikan suara burung walet tanpa mempedulikan lingkungan sekitar, dan juga menutupi informasi kepemilikan ketika didatangi oleh petugas pemeriksa. Ketiga, pemilik yang tidak diketahui keberadaannya karena yang mengurus di daerah adalah “suruhan”, sedangkan pemilik aslinya biasanya investor dari luar daerah. Hal ini juga yang menyebabkan pemerintah daerah kesulitan untuk mendapatkan informasi dan memberikan ketegasan. Keempat, pemerintah daerah masih terkendala untuk mengembangkan alat kendali yang memadai untuk menguji laporan Wajib Pajak.
Akibatnya, pemerintah daerah jarang memberikan target tinggi atas pemajakan sarang burung walet. Kabupaten Kepulauan Meranti hanya menargetkan Rp500 juta di tahun 2019, meskipun sebenarnya ini merupakan kenaikan yang signifikan dari target tahun 2017 sebesar Rp100 juta. Kota Banjarmasin hanya menargetkan Rp160 juta atas pemajakan sarang burung walet. Target mengalami penurunan dari yang sebelumnya pernah ditargetkan di angka Rp1,5 miliar turun ke angka Rp500 juta, Rp350 juta, dan saat ini menjadi Rp160 juta. Bahkan ada daerah yang menargetkan dengan angka yang kecil kisaran Rp25 juta - Rp50 juta. Rata-rata pemerintah daerah menargetkan di angka 20%-45%, itu pun masih yang tidak tercapai sehingga harus melakukan revisi penerimaan pajak sarang burung walet.
Oleh karena itu, diperlukan upaya agar penerimaan pajak sarang burung walet menjadi lebih optimal. Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat kesepakatan dan kerjasama antara pemerintah daerah dengan Balai Karantina Tumbuhan dan Hewan. Kerja sama yang dapat dilakukan yaitu dengan mewajibkan/memasukkan kriteria pembayaran pajak daerah pada dokumen Sertifikasi Sanitasi Produk. Dokumen Sertifikasi Sanitasi Produk yang diterbitkan oleh Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan dibutuhkan agar sarang burung walet dapat dipasarkan ke luar negeri dan memiliki nilai bersaing. Dalam penerbitannya, balai hanya memungut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sebesar Rp 5000 per kilogramnya. Sangat disayangkan dalam dokumen tersebut tidak diharuskan adanya kewajiban untuk membayar pajak daerah terlebih dahulu. Pengusaha sarang burung walet tentunya akan memilih untuk hanya membayar PNBP karena tanggungannya bayarnya lebih murah dibanding harus bayar pajak daerah. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah adanya sistem dan sumber daya manusia yang lebih kapabel dan mumpuni untuk mendukung proses pendataan dan penggalian potensi serta pengecekan dan pemeriksaan di lapangan.
Sarang burung walet memiliki potensi besar dalam pemajakan di daerah. Meskipun demikian, terdapat tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pemungutannya. Diperlukan upaya yang tepat dalam optimalisasi pajak asli daerah satu ini. Akan tetapi dalam praktiknya, tidak semua daerah memiliki potensi besar terkait dengan pemungutan pajak sarang burung walet. Namun sudah sepatutnya pengenaan pajak harus dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik dan benar agar tetap menimbulkan penerimaan yang optimal dan kepatuhan pajak yang memadai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H