Salam Sejahtera, Assalamualaikum wr wb, Shalom Alaichem
Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan
Satu minggu lebih sudah riuh pemilihan Presiden dan Wakil Presiden negeri paman Sam, Amerika Serikat (AS). Pemenang terlihat jelas dengan mata telanjang namun masih kabur di mata hukum. Seperti di Indonesia, saling klaim kemenangan dan tuduh-menuduh atas kecurangan pun terjadi. Hampir seluruh mata dunia terpanah pada hasil pemungutan suara yang terbilang cukup lama untuk disimpulkan. Siapa pemenang sesungguhnya? Apa dampaknya bagi kita di Indonesia? Bukan itu yang ingin saya bahas kali ini. Biarlah para ahli yang membedahnya.Â
Di tulisan kali ini, saya ingin membahas tentang sisi besarnya keterlibatan masyarakat AS dalam menggunakan hak pilihnya dan pentingnya hal itu dalam menentukan nasib suatu bangsa.Â
Seperti yang diberitakan di media-media asing maupun dalam negeri bahwa pilpres kali ini memecahkan rekor jumah pemilih (voters) dalam sejarah pilpres AS. Pada pemilihan kali ini, Joe Biden dari Partai Demokrat diprediksi mengantongi sekitar 77 juta suara sedangkan Donald Trump dari Partai Republik mengantongi sekitar 75 juta suara dan jika ditotal keseluruhan mencapai 152 juta pemilih.Â
Jumlah diatas naik cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya dimana total pada tahun 2016 ketika Trump melawan Hillary Clinton, total pemilih hanya sekitar 128 juta suara dan di tahun 2008 ketika Barack Obama melawan John McCain total pemilih hampir mencapai 130 juta suara. Sehingga bila dihitung, jumlah pemilih tahun ini naik hampir di angka 20 juta voters atau kurang lebih 15% dari pilpres sebelumnya.Â
Ada beberapa faktor dan variabel yang mempengaruhi peningkatan jumlah pemilih tersebut. Faktor yang mungkin paling mendasari adalah kekecewaan rakyat AS terhadap pemerintahan sebelumnya terutama dalam cara berkomunikasi Donald Trump dengan dunia Internasional (penarikan diri dari konferensi tentang climate change, hubungan erat dengan Korea Utara, perselisihan dengan China, hubungan pasang surut dengan PBB, dll).Â
Faktor ini yang sepertinya paling berpengaruh sehingga masyarakat yang ingin perubahan dan tidak sejalan dengan pemerintahan Trump berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pemilih di pilpres 2020 ini.Â
Namun tak dapat dipungkiri bahwa tak sedikit masyarakat AS yang suka dan mendukung pemerintahan Trump yang dinilai konservatif dalam kepentingan urusan dalam negeri Amerika Serikat terutama dalam pembatasan imigran.Â
Seperti yang beberapa kali pernah kita lihat di berita bahwa tidak jarang pendukung pro and anti Trump bentrok dalam suatu unjuk rasa. Hal ini juga yang mendorong pendukung Trump agar tidak mau kalah dan juga semangat untuk ikut berpartisipasi dalam kontestasi politik ini yang pada akhirnya juga menggenjot jumlah pemilih.Â
Dari pengamatan saya selama beberapa bulan terakhir di platform media-media sosial terutama Instagram, Facebook dan Youtube, ada kecenderungan bagi para influencer AS dalam mendorong komunitasnya untuk mendaftar pada pemilihan tahun ini.Â
Dalam beberapa channel Youtube yang sering saya tonton, yang kontennya selama ini tidak pernah mengandung politik, mereka mencoba untuk memberi edukasi kepada para viewers-nya tentang pentingnya pilpres kali ini. Berbagai macam cara dilakukan seperti, membuat video edukasi tentang cara mendaftar pemilihan, menyedikan platform khusus untuk memudahkan pemilih pemula mendaftar, membuat video kampanye atas salah satu kandidat dan lain-lain yang dilakukan cukup menarik serta intens.Â