Mohon tunggu...
Michael Tan
Michael Tan Mohon Tunggu... Guru -

Seorang Guru, Pemerhati Pendidikan dan Lingkungan, Penulis dan seorang Ayah yang cinta keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sampah, Berkah atau Bencana?

9 Oktober 2016   10:09 Diperbarui: 9 Oktober 2016   10:16 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah sampah di Indonesia tampaknya tidak pernah berakhir. Hampir setiap lini kehidupan menghasilkan sampah mulai dari rumah tangga, restoran, rumah sakit, kantor pemerintahan, bahkan warung makan. Semakin besar kota semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, mulai dari menambah luas TPA, menambah petugas kebersihan, memperbanyak fasilitas kebersihan dan pengolahan sampah yang tentunya tidak memerlukan biaya yang sedikit.

Ibu kota negara Indonesia yaitu DKI Jakarta sebagai kota terbesar dilihat dari komposisi sampah terlihat bahwa secara umum sampah terdiri dari sampah organik (65,05 %) dan anorganik (34.95 %). Dari perbandingan komposisi sampah pada tahun 1996 dan 2001 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan kain sedangkan sampah organik menurun. Hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk dan tingkat pendidikan, jumlah limbah domestik dari rumah tangga menempati urutan pertama yaitu sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000 ton/hari. 

Limbah organik dapat diurai oleh bakteri dengan cepat. Lain halnya dengan sampah plastik yang membutuhkan ratusan tahun untuk terurai. Tentu jika hal ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah maka akan menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan kesehatan, dan ekonomi masyarakat. Dari segi kesehatan sudah pasti sampah dapat menggangu kesehatan lingkungan masyarakat dan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain. Sampah juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius seperti banjir misalnya yang selalu melanda ibu kota Indonesia setiap tahun. Kerugian yang disebabkan karena banjir diperkirakan Rp 1,5 Triliun per hari.

Melihat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah ini. Sudah seharusnya pemerintah melakukan upaya-upaya yang lebih serius. Karena jika hal ini dibiarkan terus menerus maka akan menjadi bencana yang besar bagi negara Indonesia. Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi kantong dengan menerapkan kantong plastik berbayar di setiap toko modern merupakan salah satu usaha yang setengah hati. Karena kantong plastik masih dapat dibeli oleh para konsumen dengan harga yang relatif murah. Jika pemerintah serius ingin mengurangi limbah kantong plastik maka pemerintah harus melarang toko-toko modern menggunakan kantong plastik melainkan menggunakan kantong kertas seperti yang diterapkan negara-negara Eropa dan Amerika.

Tetapi jika pemerintah mau memasukkan muatan pembelajaran tentang lingkungan khususnya mengolah sampah pada sekolah usia dini sampai perguruan tinggi secara optimal maka pada generasi berikutnya akan lebih cerdas dan bijak dalam mengolah sampah yang dihasilkannya mulai dari tingkat rumah tangga. Memang cara ini memerlukan waktu yang sangat lama karena perlu mengubah kebiasaan bahkan budaya buang sampah sembarangan menjadi mengolah sampah. Bayangkan jika setiap sekolah merealisasikan hal tersebut maka akan memengaruhi kebiasaan hidup mereka setiap hari. Mulai dari membuat komposter di sekolah dan di rumah. Sampah organik menjadi sampah dengan volume terbanyak saat ini. Jika setiap rumah tangga memiliki komposter dan mengolah sampah organiknya di komposter agar berubah menjadi pupuk organik maka masalah sampah dapat teratasi serta menjadikan lingkungan lebih hijau dan sehat. Dan yang paling penting mendapatkan manfaat dari segi ekonomis tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun