Anda Perokok? Apa jadinya ketika rokok Anda disebut sebagai pemicu konflik? Bagaimana perasaan Anda ketika orang mengaku terganggu karena Anda merokok?Â
Bisakah Anda menerima jika dianggap sebagai orang yang tidak toleran karena mengganggu ketenangan orang lain dengan merokok? Atau setujukah Anda bahwa justru menghimbau orang untuk tidak merokoklah yang tidak toleran?
Sejak dulu, perokok seperti selalu menjadi kaum yang termarginalkan. Saya baru menyadari ini ketika sudah terbiasa merokok. Tak ubahnya sebuah kutukan, banyak orang yang menghindar darinya.Â
Selain dengan alasan bahwa merokok kerap membuat celengan bocor, juga mengganggu kesehatan organ dalam. Pada intinya, tidak ada unsur menguntungkan dari rokok. Menguntungkan dari segi apa? Wong adanya cuma membuat orang sekitarnya sesak napas.
Karena saluran pernafasannya terganggu, orang kerap meminta si perokok untuk membuang rokoknya. Ada pula yang tidak segan mengusirnya dengan kata yang lebih lembut pindah tempat. Itu masih mendingan. Parahnya, udah hak merokoknya dibatasi, diusir, eh masih ada yang sempat bilang Mas kok nggak toleran ya ke kita yang ngga ngerokok? Pengalaman seperti ini kerap menimpa diri saya.Â
Salah satunya ketika sabtu lalu (8/12), saya ngumpul dengan peserta Training Peace Leader di Kaliurang. Kebetulan dalam perkumpulan itu hanya saya yang perokok dan mereka terganngu dengan asap rokok saya. Â
Sontak saya diselimuti rasa bersalah, bisa-bisanya telah membuat orang terganggu. Dalam hati timbul kesadaran bahwa mereka berhak menghirup udara segar dan hak itu tak boleh dirampas dengan cara bagaimanapun, termasuk dengan hadirnya asap rokok.Â
Tindakan saya merokok di tengah-tengah mereka mengancam ketengan forum. Akhirnya, percekcokan benar-benar terjadi.
Saya jadi pusat perhatian untuk dibilang tidak toleran. Alasannya persis seperti yang diungkapkan di atas: mengganggu. Namun, pertanyaannya, apakah mereka juga tidak menggangu ketenangan saya yg sedang enak-enaknya merokok?
Pertanyaan itu yang membuat saya bergairah untuk membela diri. Pertama yang harus diketahui, tindakan saya merokok malam itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengganggu siapapun. Itu semata-mata untuk menghisap kenikmatan.Â
Asapnya pun sudah dijauhkan dari muka-muka mereka dengan cara disemburkan ke arah lain. Hanya saja, angin yang membawa asap itu menyelinap ke hidung mereka. Tetapi tetap saja yang disalahkan adalah saya.