“Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan; mereka harus diberdayakan dengan pengetahuan, kebijaksanaan, dan moralitas yang baik.”
Confucius, filsuf Tiongkok abad ke-6 SM
Dunia saat ini telah menghadapi berbagai macam perubahan yang signifikan, bila disandingkan dengan beberapa dekade belakangan. Berbagai inovasi baru kian dikembangkan, terkhusus juga dalam bidang teknologi. Kini, berbagai teknologi semakin mutakhir dengan adanya jaringan internet yang terkoneksi hingga ke seluruh penjuru dunia, pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) untuk memudahkan segala agenda harian yang dimiliki oleh manusia, dan berbagai macam variasi teknologi terbarukan. Realita saat ini bagaikan mimpi yang pada akhirnya dapat terwujud, karena diri manusia berusaha keras untuk terus mengembangkan segala hal yang ada.
Hampir seluruh elemen manusia harus beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Termasuk juga pada para kaum muda masa kini yang akan menjadi sosok penerus dari pembentukan dunia ini. Kolaborasi teknologi telah mendorong para kaum muda untuk melakukan berbagai macam inovasi kreatif, sehingga berdampak baik bagi kemajuan peradaban manusia di era digitalisasi masa kini. Hal itu terbukti dengan adanya berbagai tokoh kaum muda yang telah mewujudkan kolaborasi inovasi yang kreatif dengan teknologi.
Contohnya seperti perusahaan teknologi layanan transportasi yang bernama Gojek, dengan pemegang perusahaan adalah Kevin Aluwi (dan Nadiem Makariem). Selain layanan transportasi, ternyata juga banyak kaum muda yang bergerak dalam industri hiburan sebagai youtuber dan vtuber. Mungkin kita dapat sebut saja beberapa tokoh youtuber, seperti Windah Basudara, Hans Rattlesnake, Miawaug, Obit, dan masih banyak lagi. Itupun belum termasuk vtuber, seperti Kobo Kanaeru, Risu Ayunda, Gawr Gura, dan berbagai channel youtube lainnya yang juga memproduksi video ataupun musik menarik.
Hal ini mendorong semangat bagi kaum muda masa kini untuk bisa bermimpi dalam mewujudkan masa depan dunia. Kita akan menemukan titik terang perkembangan dunia yang lebih canggih, selayaknya yang kita bisa jumpai dalam film-film fiktif seperti Ready Player One (2018), Free Guy (2021), dan Blade Runner 2049 (2017).
Akan tetapi, mimpi tersebut sepertinya harus tertunda dalam kurun waktu yang tidak dapat diketahui. Karena kaum muda masa kini semakin dilemahkan oleh salah satu sisi negatif dari kehadiran teknologi. Sekarang ini sedang muncul berbagai fenomena negatif dari hasil perkembangan teknologi. Terdapat salah satu permasalahan teknologi yang terlihat familiar diantara kebanyakan pengguna sosial media. Masalah itu disebut sebagai fenomena Fear Of Missing Out atau biasa disebut FOMO.
Pada dasarnya menurut laman situs Cleveland Clinic, FOMO diartikan sebagai suatu perasaan takut untuk ketinggalan pada perasaan atau persepsi, bila orang lain bisa hidup lebih baik ketimbang diri sendiri. Contoh konkretnya Ketika suatu individu sedang melihat seseorang yang dapat hidup berfoya-foya, selalu bersukacita, memiliki fashion menarik, dan berambisi untuk dikenal banyak orang melalui Tindakan-tindakan yang terkadang tidak masuk akal. Kita pun dapat sesekali melakukan hal itu untuk memenuhi rasa diterima atau diakui oleh orang lain.
Akan tetapi, rasa tersebut dapat dikatakan negatif ketika dilakukan secara berlebihan dan berujung pada dampak merugikan diri sendiri. Menurut Mohammad Adi Ganjar Priadi, dalam buku yang berjudul “Internet, Gawai, dan Remaja,” sikap untuk membanding-bandingkan nasib akan membawa citra dan kepercayaan diri seseorang menurun. Sehingga pada ujungnya akan membuat seseorang mengalami gangguan depresi. Tentu bila hal tersebut sangat berbahaya bila kita sendiri tidak langsung bergegas menyadari, dan menghentikan kebiasaan itu.
Kita sepatutnya mengurangi rasa iri itu dengan memiliki sikap untuk menerima diri apa adanya. Dalam sudut pandang lain, tentu saja kita melakukan FOMO untuk memotivasi diri agar terus “berjuang,” asal tidak membebani diri dan orang lain. Ahmad Saifuddin, dalam buku yang berjudul “Psikologi Siber,” menegaskan bila kita perlu untuk mengendalikan dorongan dalam membandingkan diri dengan orang lain.