Artikel ini akan membahas ulang kejadian dimana Romo Mangun membangun ulang Kali code dan mempertahankan warga Kedungombo serta mengaitkan seluruh cerita Romo dengan UAP (Misi kerasulan Serikat Jesus) poin kedua dan keempat.
Romo Y.B Mangunwijaya yang kerap disapa Romo Mangun adalah seorang rohaniawan diosesan Katolik kelahiran 1929 asal Indonesia yang menyelesaikan studi arsitek di Jerman dan menjadi dosen disalah satu universitas di Yogyakarta. Kisah romo Mangun sangat inspiratif terutama saat ia membangun ulang kawasan Kalicode dan menyelamatkan masyarakat Kedungombo Yogyakarta pada tahun 1980an.Tahun 1991 Pembangunan waduk Kedungombo seluas 6500 hektar mengambil alih tanah warga seluas 3500 hektar, namun warga belum mendapatkan uang ganti rugi atas tanah mereka yang dikorupsi oleh beberapa pihak berwenang. Akibatnya banyak warga yang bertahan didaerah Kedungombo sampai ganti rugi selesai dilakukan. Romo Mangun menulis surat kepada masyarakat “Kami memanggil dengan penuh kepercayaan, relawan-relawati cintawan, demi 3500 anak terlantar di Kedungombo yang sedang digenangi. Untuk bergilir menolong mereka sebagai abang-kakak-guru-pengasuh, dsb.” Selain itu Romo Mangun juga menulis surat untuk pemerintah yang berbunyi “Mana mungkin saya selaku rohaniwan menolak jeritan mereka dalam kegelapan dan kebingungan mereka. Dosa besar rasanya bila berdiam diri.”
Tak lama berselang Romo Mangun "rawuh" ke Kedungombo Melihat kondisi warga disana yang memprihatinkan. Selama menetap di Kedungombo Romo Mangun menghadapi berbagai masalah seperti digrebek aparat keamanan saat mengadakan rapat dengan warga Kedongombo, kucing-kucingan dengan aparat keamanan ketika akan menemui warga Kedongombo, malam-malam mereka menggunakan perahu. Romo Mangun meninggalkan pesan di daerah Kedungombo seperti ini “Inikan negara merdeka, kenapa orang-orang malah dibuat tidak merdeka.” Ada hal menarik ketika Romo Mangun membangun Kedungombo yakni Ia tengah dalam kondisi sakit yang tidak ringan. Ditengah sakit yang diderita Romo Mangun masih setia menemani warga dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi warga.
Tahun 1980an ada suatu kawasan kumuh dipinggir kali di Yogyakarta bernama kalicode. Daerah itu dipenuhi hunian semi permanen yang kondisinya tak layak huni dan ditinggali para pendatang yang kebanyakan belum memiliki tempat tinggal tetap. Rumah itu dibuat dari kardus atau anyaman bambu dan ditempati secara berdesak-desakan (empet-empetan). Pemda Yogya ingin menggusur kompleks hunian tersebut yang tak layak, namun datanglah Romo Mangun yang mengajak warga menata ulang daerah Code menjadi lebih baik serta mendampingi perbaikan kualitas hidup warga sekitar. Mahasiswa, sukarelawan dan warga sekitar membantu pembangunan ulang daerah Code yang diketuai Romo Mangun, selain itu Romo juga membantu merubah pemikiran warga Code dari aspek ekonomi, manusia, dan lingkungan.
Romo Mangun selama pembangunan ulang Code tinggal pula disana beratapkan gubug Lalu membuat ruang perjumpaan bagi warga, karena kekerasan masif terjadi warga dibuatkan ruang rembug bersama karena mereka berlatar belakang macam-macam. Ruang rembug berfungsi menyatukan pemikiran para warga Code demi daerah Code yang lebih baik. Anak-anak yang terhambat pendidikannya dibantu Romo dengan dibuatkan ruang baca dan mendatangkan mahasiswa untuk mendampingi anak-anak belajar dan memperkaya diri. Romo Mangun juga menginisiasi pernikahan dikali code bagi para warga yang belum menikah dengan mendatangkan pemuka agama. Romo juga membantu pembuatan KTP para warga yang belum memiliki agar diterima sah sebagai warga negara, meningkat status sosialnya sehingga lebih mudah diterima dimasyarakat. Romo Mangun ingin menyelesaikan permasalahan warga Code dengan mendengar kebutuhan warganya, mencari solusi atas masalah dan mengajak warga mandiri dan tidak ketergantungan pada bahan yang dimiliki (bertahan hidup layak).
Kisah Romo Mangunwijaya relevan dengan Misi Kerasulan Serikat Jesus (UAP), terutama poin kedua dan keempat. Poin kedua, "Berjalan bersama yang tersingkirkan," menyoroti realitas ketimpangan sosial yang semakin lebar, di mana kesenjangan antara yang kaya dan miskin terus membesar di seluruh dunia. Setiap minggu, ratusan orang kehilangan nyawa saat mencoba mencari tempat tinggal yang lebih aman. Yesus hadir dalam penderitaan dan penyaliban-Nya bersama umat-Nya, terutama mereka yang lemah.
Sementara itu, poin keempat "Merawat bumi, rumah kita bersama" berfokus pada krisis lingkungan yang saat ini semakin parah. Krisis ini paling berdampak pada kaum miskin dan rentan. Oleh karena itu semua orang diajak untuk melakukan pertobatan ekologis. Romo Mangun mengajarkan pertobatan ekologis dengan menata ulang daerah kali code menjadi lebih layak huni dan layak dipandang. Romo Mangun tidak ingin warga miskin di kali code hidup sangat amat tak layak seperti katanya“Inikan negara merdeka, kenapa orang-orang malah dibuat tidak merdeka.”
Romo Mangun juga mengatakan untuk tidak meninggalkan orang yang tertinggal sebaliknya kita diajak untuk merangkul mereka dan berjalan bersama seperti katanya “Mana mungkin saya selaku rohaniwan menolak jeritan mereka dalam kegelapan dan kebingungan mereka. Dosa besar rasanya bila berdiam diri.” Romo Mangun ingin agar kemiskinan dan ketertinggalan menjadi seminimal mungkin terjadi. Coba saja bayangkan hal yang dilakukan Romo Mangun dilakukan oleh kita juga sebagai umat Katolik alhasil nilai UAP SJ kedua dan keempat terlaksana dengan baik dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai. Akhir kata mari kita belajar dari kisah Romo Mangun dan menjalankan aksi sederhana mengenai merawat bumi dan berjalan bersama yang tersingkirkan semua ini semata-mata untuk semakin bisa memuliakan nama Tuhan lebih besar.
sumber: