"Gratitude turns what we have into enough." -- Aesop
Ekskursi 2024 membawa saya ke sebuah tempat yang sangat berbeda dari kehidupan saya sehari-hari. Dari kehidupan kota yang modern, saya tiba di Pesantren Modern Daarul Uluum Lido, sebuah pesantren yang penuh dengan kesederhanaan. Selama tiga hari menginap di sana, saya belajar lebih banyak tentang bagaimana hidup dengan cara yang jauh lebih sederhana dapat memberi makna yang lebih dalam, meskipun mungkin sulit dipahami bagi mereka yang terbiasa dengan kenyamanan hidup yang lebih modern.
Setibanya di pesantren, kami langsung disambut oleh para anggota dewan siswa yang sangat ramah dan penuh senyum. Mereka menemani kami selama seluruh kegiatan ekskursi, dan keramahan mereka membuat pengalaman ini lebih menyenangkan. Meskipun saya merasa tidak nyaman dengan kondisi fisik tempat tersebut---banyak fasilitas yang sudah usang dan bau yang kurang sedap---senyuman mereka membuat semuanya terasa lebih ringan dan lebih menyenangkan. Keberadaan mereka menunjukkan bagaimana sikap positif dapat mengubah pandangan kita tentang sesuatu yang awalnya tidak kita sukai.
Pesantren Daarul Uluum Lido memiliki struktur kehidupan yang sangat teratur. Setiap hari dimulai pukul 4 pagi dengan shalat subuh berjamaah, diikuti dengan sarapan dan kegiatan sekolah hingga siang. Setelah makan siang, mereka kembali melanjutkan kegiatan belajar hingga sore hari, dan diakhiri dengan shalat isya serta membaca Al-Qur'an bersama Ustad. Rutinitas ini memperlihatkan betapa pentingnya disiplin dan pengabdian dalam menjalani kehidupan mereka.
Kami juga diberi kesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan yang menarik, meskipun kami lebih banyak mengamati daripada ikut berpartisipasi langsung. Salah satu kegiatan yang sangat menarik bagi saya adalah kelas bahasa Arab. Di sini, kami dipasangkan dengan santri dan diajarkan untuk menerjemahkan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab. Meskipun saya tidak bisa sepenuhnya mengikuti, saya merasa terkesan dengan cara mereka menyerap pelajaran dan bagaimana mereka sangat menghargai setiap kata dalam Al-Qur'an.
Selain itu, kami juga mengikuti kelas keterampilan hidup di luar ruangan, yang melibatkan kegiatan berkebun dan beternak ayam serta bebek. Kami bahkan diajari cara membuat telur asin, yang merupakan hal yang sangat baru bagi saya. Semua kegiatan ini tidak hanya memberi wawasan baru, tetapi juga menunjukkan bagaimana pesantren ini mengajarkan keterampilan praktis yang berguna untuk kehidupan sehari-hari mereka.
Kehidupan di pesantren ini benar-benar berbeda dari kehidupan saya di kota. Tempat tinggal kami sangat sederhana, jauh dari kenyamanan yang biasa saya nikmati. Fasilitas di sana sangat terbatas, dan kondisi fisiknya tidak seperti yang saya harapkan. Namun, para santri di sana tidak pernah mengeluh. Mereka menerima hidup mereka dengan sepenuh hati dan tidak merasa kekurangan. Hal ini memberi saya pelajaran berharga tentang bagaimana rasa syukur bisa membuat kita menerima segala hal yang ada, meskipun itu jauh dari sempurna.
Salah satu hal yang paling mengesankan bagi saya adalah bagaimana mereka selalu berpakaian rapi dan mempersiapkan diri dengan cepat sebelum shalat. Mereka tampak sangat menghormati waktu dan agama mereka, dan meskipun hidup mereka jauh lebih sederhana, mereka sangat menghargai setiap momen dalam kehidupan mereka. Saya belajar bahwa kadang-kadang kesederhanaan bisa membawa ketenangan batin, meskipun sulit untuk diterima bagi seseorang yang terbiasa dengan kenyamanan modern.
Sebagai siswa dari sekolah Katolik di kota, saya merasa sangat terkejut melihat bagaimana para santri menjalani kehidupan mereka dengan sepenuhnya mengabdikan diri kepada ajaran agama. Mereka menjalani hidup yang sangat terstruktur dan penuh dengan disiplin. Bagi saya, ini adalah hal yang sangat menginspirasi, meskipun saya tidak sepenuhnya bisa merasakannya.
Melihat kehidupan mereka yang jauh dari gangguan teknologi dan hiburan membuat saya merasa lebih bersyukur atas kenyamanan yang saya miliki. Meski saya merasa kehidupan mereka yang sederhana bisa terlihat membatasi dalam dunia modern ini, saya menghargai kedalaman dan ketulusan keyakinan mereka. Mereka tidak banyak bertanya atau merasa perlu mempertanyakan ajaran agama mereka; mereka hidup dengan keyakinan yang teguh dan ketenangan yang datang dari pengabdian sepenuh hati kepada Allah.
Ekskursi ini memberi saya kesempatan untuk merenung lebih dalam tentang hidup saya sendiri. Setelah melihat bagaimana para santri menjalani hidup mereka tanpa mengeluh tentang kekurangan fasilitas atau kenyamanan, saya menjadi lebih menghargai apa yang saya miliki---akses mudah ke informasi, kenyamanan hidup, dan kebebasan untuk memilih. Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa meskipun dunia terus berkembang, ketenangan batin dan rasa syukur terhadap apa yang kita miliki lebih penting daripada segala kemewahan dunia.