Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja di Mata Hartini

4 November 2024   20:49 Diperbarui: 4 November 2024   21:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hartini atau yang sering dipanggil Tini oleh teman-temannya, seorang wanita dengan rambut hitam panjang yang lurus dan berkilau, duduk di tepi pantai saat matahari mulai tenggelam. Angin laut yang sejuk memainkan ujung-ujung rambutnya, membuatnya tampak seperti bagian dari keindahan alam yang tak terlukiskan. Senja adalah saat-saat favoritnya, ketika langit berubah warna menjadi oranye keemasan, dan ombak berbisik lembut di pantai, seakan berbagi rahasia dengan angin.

Wajah Hartini memiliki daya tarik yang unik. Selain mata hitamnya yang dalam dan penuh ketenangan, hidung mungilnya adalah pusat perhatian. Bagi sebagian orang, hidung itu terlihat pesek namun imut, membuatnya tampak polos dan manis. Tapi bagi sebagian lainnya, hidung mungil itu memiliki daya pikat tersendiri, kesederhanaan yang memesona dan memberi karakter pada wajahnya yang lembut. Tak sedikit pria yang terpikat pada pesona itu, merasa ada sesuatu yang istimewa dalam kesederhanaannya.

Di pantai itu, Hartini merasa menemukan kedamaian. Meski hari-harinya kadang terasa riuh, senja di tepi laut selalu berhasil menenangkannya. Ia duduk, memandangi cakrawala, membiarkan pikirannya mengembara bersama warna-warna lembut langit sore.

Beberapa pria yang sering melihatnya di pantai hanya bisa mengaguminya dari kejauhan, seolah ada jarak yang tak terlihat namun tak terlampaui antara mereka dan Hartini. Bagi mereka, Hartini adalah bagian dari senja itu sendiri, sulit digapai namun selalu dinanti kehadirannya. Hartini tak pernah menyadari tatapan mereka, atau mungkin ia sadar namun memilih diam, menikmati senja tanpa gangguan.

Suatu sore, seorang pria mendekatinya. "Indah, ya?" katanya, menunjuk ke arah langit yang hampir gelap. Hartini tersenyum kecil, tidak menoleh, hanya matanya yang tetap menatap jauh ke lautan. "Senja selalu punya cara membuatku merasa kecil, tapi damai," jawabnya.

Pria itu mengangguk pelan. Hatinya berdebar melihat senyum Hartini yang sederhana dan ketulusan yang terpancar dari hidung mungilnya yang menambah keunikan wajahnya. Sore itu, mereka menghabiskan waktu bersama tanpa banyak bicara, hanya ditemani suara ombak dan langit yang perlahan berubah gelap.

Dan bagi Hartini, senja hari itu terasa sedikit lebih hangat. Di antara keramaian langit dan laut, mungkin ada sesuatu yang berbisik lembut di hatinya, seperti ombak yang datang, mengingatkan bahwa kadang, pesona hidup ditemukan dalam hal-hal yang sederhana dan tulus, seperti senja di tepi pantai atau hidung mungil yang mampu membuat dunia jatuh cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun