Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konflik Internal Masyarakat Malisu dan Tawaran Pembelajaran Resolusi Konflik

9 Oktober 2016   16:50 Diperbarui: 14 Oktober 2016   02:36 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan ini merupakan inisiatif warga dalam menyelesaikan konflik internal yang mereka hadapi.

Pada tanggal 06 Oktober 2016, saya bersama seorang teman berkendara pelan-pelan dengan motor putih menyusuri aspal hitam menuju kampung Malisu, Kec. Lamboya, Kab. Sumba Barat. Padang sabana luas membentang dan aroma rumput hijau menemani perjalanan kami. Setibanya di sana kami diterima dengan begitu baik dan harumnya kopi actual upss sorry maksudnya kopi hangat mulai menggauli pertemuan kami. 

Ada beberapa hal yang  menjadi bahan perbincangan, tetapi saya cukup sebutkan satu saja agar tidak membias terlalu jauh yaitu ada saling curiga antarwarga mengenai program Peduli Marapu (maaf, saya tidak bisa memaparkan persoalan yang terjadi secara detail biar terkesan misterius, penasarankan hehehee). 

Hal yang mau diangkat dalam tulisan ini adalah pembelajaran resolusi konflik dan bukan mengenai cerita tentang persoalan yang terjadi (biar dibilang ada kesesuaian antara judul dan pembahasannya hehehehe). 

Sekarang masuk ke dalam pembahasan yang serius xixixixi. Tidak perlu membuktikan lagi bahwa dunia manusia dan interaksi antarmanusia selalu dihadapi dengan berbagai macam konflik baik konflik serius maupun konflik biasa, yang berakar dalam, yang meluas, yang meningkat, yang sekadar diatas permukaan, yang sekadar terbawa suasana perasaan dan lain sebagainya. Konflik dan perpecahan merupakan kenyataan yang dialami mungkin juga oleh pembaca tulisan ini. 

Terlepas dari berbagai macam program berlanjut pencegahan konflik, pengurangan dan resolusi konflik, satu kata yang perlu dimunculkan dari tawaran masyarakat Malisu adalah rekonsiliasi. Ada benarnya bahwa banyak konflik yang muncul sekarang adalah konflik lama yang tidak pernah didamaikan secara sepatutnya, bahwa konflik baru menuntut lebih dari sekadar membereskannya dan bahwa konflik baru akan meningkat jika tidak ada rekonsiliasi yang tepat sejak dini.

Sekalipun Schreiter memberi sub judul “Spiritualitas dan Strategi” pada bukunya Ministry of Reconciliation, gagasannya lebih banyak tentang spiritualitas. John Paul Ledarach dan buku-bukunya patut mendapat perhatian lebih karena lebih banyak memberikan kita strategi. Ledarach coba menghindar dari teori-teori yang universal tentang konflik, penyelesaiannya, dan kemungkinan rekonsiliasi semua pihak. Gantinya, ia membahas dan membela pada tempat pertama pentingnya proses-proses yang terikat pada budaya. 

Dia coba menjauh dari pendekatan-pendekatan yang melulu teoritis dan melulu praktis dan bergerak ke latihan konflik dan rekonsiliasi hanya dari satu pihak, betapapun luhurnya niat pihak itu seperti yang dihadirkan dalam penyelesaian konflik internal warga Malisu.

Bagi orang Malisu, dan mungkin juga untuk kebanyakan orang, hampir tidak mungkin orang mengalami damai jika belum diperdamaikan. Pemikiran ini dapat dan sungguh menolong mereka yang sudah dengan tulus meninggalkan pilihan untuk membalas dendam, tetapi masih merasa tidak mungkin untuk memulihkan hubungan yang telah retak itu. Ini bisa saja karena masih terlalu cepat proses itu , atau karena pihak lain tidak mengakui kesalahannya sehingga bisa jadi tawaran akan pengampunan atau perdamaian justru membuat mereka tersinggung.

 Orang-orang Malisu tidak mengetahui arti kata rekonsiliasi bahkan mereka mungkin jarang mendengar kata itu, tetapi kearifan local dan interaksi dalam keseharian mereka sungguh sudah mempraktik nilai tersebut. Bagi mereka, pengampunan tidak bergantung pada apa yang orang lain pikirkan atau lakukan. 

Pengampunan pertama-tama adalah satu anugerah yang bisa diberikan lewat sikap meningggalkan balas dendam dan lalu perlahan lewat menghilangnya perasaan negative lain. Paling tidak ada tiga poin penting yang menjadi tawaran masyarakat Malisu yang mesti dicapai dalam rekonsiliasi. Pertama, usaha rekonsiliasi di mana pengampunan dikomunikasikan kepada pelaku pelanggaran. Kedua adalah awal rekonsiliasi yaitu mereka berusaha mengkomunikasikan diri dan saling menerima. Ketiga, dasar pijak bagi rekonsiliasi sejati yaitu usaha mengejar kebenaran, keadilan, belaskasih dan damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun