Plastik adalah bahan yang sangat umum digunakan dalam berbagai produk yang kita gunakan, mulai dari botol, kemasan makanan, dan peralatan rumah tangga. Sejak pertama ditemukan pada tahun 1950, penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari kita sudah meningkat dengan sangat signifikan.
 Mikroplastik adalah fragmen plastik yang sangat kecil, umumnya memiliki ukuran kurang dari 5 mm. Mikroplastik terbentuk dari degradasi plastik secara alami. Produksi sampah plastik global meningkat lebih dari 190 kali lipat dari tahun 1950 hingga 2015, mencapai 381 juta ton per tahun pada 2015. Peningkatan produksi dan penggunaan plastik telah menyebabkan akumulasi mikroplastik di lautan, sungai, dan tanah.
Dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia menjadi perhatian serius. Salah satu fokus utama adalah bagaimana mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan mengganggu sistem hormonal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia tahun 2023 mengidentifikasi gangguan plastik pada sistem hormonal manusia, yang dapat mempengaruhi saluran reproduksi, kualitas sperma, dan kuantitas sperma.
Menurut Department of Biomedical Sciences Hong Kong, mikroplastik dapat memicu ketidakseimbangan hormon dengan mengganggu reseptor hormon dalam tubuh. Ini menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang, karena ketidakseimbangan hormon dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan reproduksi dan perkembangan yang tidak normal.
Penggunaan plastik berlebihan telah menjadi masalah global yang mengkhawatirkan, terutama karena digunakan secara luas dalam berbagai sektor seperti kemasan makanan, peralatan rumah tangga, dan industri. Data dari Making Oceans Plastic Free (2017) menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 182,7 miliar kantong plastik setiap tahun, yang menyumbang total berat sampah plastik mencapai sekitar 1.278.900 ton per tahun. Limbah plastik yang sulit terurai ini menumpuk di lautan, sungai, dan tanah, menciptakan dampak lingkungan serius. Plastik sekali pakai, seperti botol air minum dan kantong plastik, menjadi penyumbang utama masalah ini.
Salah satu jalur masuk mikroplastik yang perlu diperhatikan adalah melalui makanan, di mana ikan dan hewan air lain yang terkontaminasi mikroplastik menjadi sumber utama masuknya partikel-partikel tersebut ke dalam tubuh manusia. Sebanyak 76 ikan dari 11 jenis berbeda yang diteliti di sungai-sungai besar di Pulau Jawa mengandung mikroplastik dan dianggap tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung banyak partikel mikroplastik. Di wilayah DKI Jakarta, ikan di lautan lepas seperti di Kepulauan Seribu juga mengandung mikroplastik. Contohnya, satu ekor ikan yang diambil sampelnya dari hasil tangkapan nelayan mengandung setidaknya 167 partikel mikroplastik. Dengan mengkonsumsi ikan atau produk laut lainnya, kita juga mengkonsumsi mikroplastik yang terdapat dalam tubuh hewan tersebut.
Menurut Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia tahun 2023, Bisphenol A (BPA) dapat menyebabkan gangguan hormonal dan risiko infertilitas. Mikroplastik, yang merupakan sumber BPA dan senyawa berbahaya lainnya, telah menjadi fokus penelitian karena dampaknya yang merugikan terhadap kesehatan manusia. Salah satu dampak utama dari BPA adalah gangguan hormonal, di mana senyawa ini memiliki sifat mirip estrogen dan dapat mengganggu sistem hormonal manusia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Departemen Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, BPA dapat memicu ketidakseimbangan hormon dengan mengganggu reseptor hormon dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, termasuk kualitas dan kuantitas sperma, serta dapat mempengaruhi perkembangan otak, sistem saraf, dan keseimbangan hormon pada anak-anak dan remaja.
Selain itu, paparan jangka panjang terhadap BPA melalui mikroplastik telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Mikroplastik telah ditemukan tersebar di berbagai bagian tubuh manusia, termasuk paru-paru, jaringan plasenta ibu dan janin, ASI, dan darah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang, seperti gangguan metabolisme, neurotoksisitas, dan peningkatan risiko kanker.
Infertilitas juga menjadi perhatian utama dalam konteks paparan BPA. 10-15% atau 4-6 juta pasangan dari 39,8 juta pasangan usia subur di Indonesia mengalami infertilitas. Infertilitas terjadi karena gangguan pada sistem reproduksi yang dapat dialami pria maupun wanita. Pada pria, BPA dapat mengganggu produksi sperma dan mengurangi kualitas sperma, yang berujung pada peningkatan risiko infertilitas. Pada wanita, BPA dapat mempengaruhi siklus menstruasi dan fungsi ovarium, yang dapat menyebabkan masalah kesuburan dan kesulitan hamil.
Selain itu, penurunan kadar testosterone pada pria juga merupakan dampak yang signifikan dari paparan BPA, yang dapat memengaruhi libido, fungsi seksual, dan kesehatan reproduksi secara keseluruhan. Menurut sebuah studi di Massachusetts pada tahun 2007, rata-rata tingkat testosteron seorang pria berusia 60 tahun pada tahun 1987 adalah sekitar 17,5 nmol/L, namun pada tahun 2002, tingkatnya lebih dekat dengan 15 nmol/L, menunjukkan penurunan sekitar 1% setiap tahun.