Sudah hampir sebulan sejak akun Line Netizen Budiman tidak memberi kabar. Akun yang sebelumnya sangat gencar mengkritik dengan gaya Jogja ini tiba-tiba menghilang. Rupanya dibalik kekasaran bertutur-kata dalam basa Jawa, sosok ini cukup dirindukan.
Sumpah Serapah yang Unik
Netizen Budiman adalah akun Line yang cukup unik. Ia berdiri dengan keunikannya sendiri. Dengan gaya Jogja dan dipadukan dengan gaya ceplas-ceplos maka terwujudlah akun ini. Ia membahas masalah-masalah yang marak terjadi dan mengulasnya menggunakan basa Jawa kasar. Tapi justru disinilah letak keunikannya.
Dengan bebas ia mengemukakan pendapatnya memakai kata sumpah serapah yang ada di basa Jawa kasar. Yang paling sering dipakai adalah kata ‘asu’. Ia juga menggunakan pernyataan-pernyataan lain yang menyatakan amarahnya terhadap suatu fenomena sosial. Kita sebagai pembaca bahkan turut merasakan gejolak emosi yang ada dalam setiap kata di status yang ia buat. Namun yang unik pula adalah emosi yang ia tuturkan dicampur dengan kalimat-kalimat spontan yang justru membuatnya lucu. Bahkan pernyataannya menjadi tren dikalangan pembaca-pembacanya seperti,”IRONI BUOSS”, “dong dong o kowe”, “cangkeman tok kowe, koyo reti wae”, ataupun “opinimu ki sampah”.
Dibalik yang Dibenci
Sekilas bila belum pernah membaca secara langsung posting-an dari Netizen Budiman maka akan tergambar kesan yang buruk mengenai akun ini. Jujur saya-pun juga merasa demikian saat pertama kali membacanya. Namun yang saya ambil adalah bahwa Netizen Budimanwalau (mungkin) dibenci banyak orang karena gaya bahasanya yang tidak santun telah mengutarakan hal-hal yang tidak sempat diutarakan orang muda di Jogja terhadap berbagai fenomena yang terjadi. Memang berkesan tidak mendidik namun inilah Netizen Budiman yang tampaknya juga merupakan salah satu pelajar di Yogyakarta ini.
Netizen yang Seharusnya Budiman
Netizen Budiman bila dimengerti dari nama akun yang dipakai berarti adalah pengguna internet yang budiman. Pengguna internet jaman sekarang dapat dilihat akan sikapnya yang suka semena-mena. Dalam perihal mencap orang sampai membuat provokasi. Netizen lebih digunakan pada pengguna internet yang memainkan peran komentator tapi tak pernah bertindak. Dan di sini Netizen Budiman memainkan peran itu dengan sangat baik. Tapi yang membuatnya ‘budiman’ adalah tulisannya yang menyadarkan akan realitas yang ada. Tidak sekedar menjadi komentator ulung yang menyulut provokasi diberbagai pihak namun ia berperan sebagai orang yang ingin menyadarkan melalui medium media sosial.
Netizen dalam Keseharian
Bila ditinjau lebih jauh banyak orang di Indonesia dalam kehidupan keseharian yang hanya menjadi ‘netizen’ namun tidak ‘budiman’. Dalam melihat fenomena sehari-hari hanya mulut yang bekerja. Untuk mengomentari tentunya. Dan akan bangga mereka saat komentar ini menyulut emosi teman bicaranya. Tidak ada kerjasama dari otak ataupun hati. Hanya mulut. Mungkin hal ini juga kerap terjadi pada diri saya. Mungkin juga pada anda.
Maka seharusnya orang Indonesia dengan budayanya yang serba ‘vulgar’ dalam setiap kata yang dibalut dengan emosi dalam rangka menghadapi persoalan sosial, hendaknya dilengkapi dengan sikap ‘budiman’. Sikap ‘budiman’ adalah sikap yang berbudi, pintar, dan bijaksana. Tidak hanya pintar dalam menanggapi pun pintar dalam menyadarkan orang-orang sekitar. Bila tidak maka sadarkanlah diri anda sendiri dan sebarkanlah virus sadar kepada orang banyak.