Mohon tunggu...
Michael Christian Budianto
Michael Christian Budianto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

The only wisdom is in knowing you know nothing

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Deliberasi Publik dan Pancasila, Sebuah Pergelutan Ideologis Kaum Millenial

24 November 2018   22:10 Diperbarui: 29 November 2018   17:31 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deliberasi publik adalah istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan situasi kita saat ini. Semakin kemelutnya tahun politik saat ini, menyebabkan deliberasi di ruang publik semakin gencar. Hal ini mendorong terciptanya aneka diskursus yang semakin intens. Mulai dari dimensi formal hingga debat kusir di jalanan, semua merupakan bagian dari deliberasi publik yang kita alami setiap hari.

Tentu saja, teori Habermas ini memengaruhi setiap keputusan dan tindakan yang terjadi di ruang publik. Mengapa? Setiap proses pertukaran nilai, pendapat hingga norma di negara demokrasi pasti dilakukan melalui deliberasi. Namun, apa sesungguhnya andil dari deliberasi publik dalam rangka menciptakan generasi millennial yang Pancasilais?

Deliberasi publik jelas memegang peranan besar dalam pertukaran nilai. Dalam diskursus di berbagai forum, pertukaran konsepsi ataupun pandangan semakin sering terjadi. Lantas, narasi apakah yang dibangun pada deliberasi publik? Apakah narasi yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila atau justru narasi yang memudarkan nilai-nilai Pancasila?

Menurut KBBI, deliberasi adalah pertimbangan yang mendalam. Sedangkan kata publik diserap dari bahasa Inggris public, yang secara etimologis berasal dari bahasa Latin, publicus yang berarti for populicus. populicus berasal dari kata populus yang berarti people. (The Lexicon Webster Dictionary,1978).

Definisi di atas menunjukkan bahwa kata publik bukanlah perseorangan, tetapi meliputi orang banyak. Ini berkaitan dengan suatu negara dan bangsa. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa deliberasi publik adalah proses menimbang-nimbang bersama yang dilakukan masyarakat (F.Hardiman dalam Kompas.com, 2018).

Lalu, mengapa nilai-nilai Pancasila perlu diimplementasikan dalam deliberasi publik? Sebagai ideologi bersama, Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebelum kita merdeka. Pancasila bukan hanya jargon, melainkan kepribadian dari bangsa Indonesia itu sendiri.

Bahkan, Sukarno mengatakan bahwa Pancasila tidak dibangun atas karangannya sendiri, melainkan digali dari bumi dan kehidupan masyarakat Indonesia. Maka sudah sepantasnya Pancasila disebut sebagai identitas bangsa, yang menjadi dasar hidup yang nyata  (living reality).

Untuk itu, nilai-nilai Pancasila harus diimplementasikan disetiap aktivitas kita. Sehingga, tindakan kita sebagai generasi penerus bangsa tidak melenceng dari identitas bangsa . Bayangkan perasaan para pejuang pendahulu kita, jika generasi millenial tidak menerapkan nilai-nilai Pancasila? Jangankan seperti itu, bahkan ada di antara mereka yang mau menggantinya dengan ideologi lain! Miris bukan?

Maka dari itu, adanya deliberasi publik harus mendorong generasi millennial untuk tidak melupakan nilai-nilai Pancasila. Deliberasi publik harus digunakan untuk membangun narasi-narasi yang pancasilais. Sehingga, tercipta semangat kebangsaan dan persatuan di kalangan generasi millennial. Khususnya, ditengah maraknya politik identitas, merebaknya isu SARA hingga krisis kebangsaan, diperlukan narasi-narasi yang berisi nilai-nilai pancasila di ruang publik. Sehingga situasi bangsa menjadi stabil dan kondusif.

Atas dasar nilai-nilai Pancasila itulah, yang mendorong terciptanya individu-individu pancasilais,menggaungkan transmisi nilai-nilai pancasila serta tidak mengijinkan substansi yang bertentangan dengan Pancasila, tumbuh subur di dalam deliberasi publik tanah air. Salam Pancasila! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun