Baru-baru ini, dunia tinju sedang dihebohkan kembali dengan penggunaan zat peningkat performa, yaitu Ostraine yang sering digunakan oleh atlet-atlet rekreasional, binaraga dan bela diri, mulai dari tinju dan MMA (Mixed Martial Arts). Biasanya, sebelum bertanding, petinju perlu dites dahulu dan dinyatakan aman dari penggunaan obat-obatan atau senyawa terlarang.  Diduga mengonsumsi ostraine demi mempertahankan prestasi, karir, serta meningkatkan  popularitas untuk dilirik oleh promotor terkenal adalah impian bagi sebagian besar atlet. Namun, pada beberapa kasus hal ini bukan seperti itu.
Ostarine terdeteksi dalam urin petinju kidal asal Romania, Lucian Bute, disebabkan oleh kontaminasi ostarine dalam suplemen yang diminumnya berfungsi untuk membuat tidur nyenyak yang diminum dan hal ini tidak tercantum dalam label (CBC News, 2016). Amir Khan, seorang petinju orthodox dari Inggris, menyatakan tidak sengaja meminum minuman milik  temannya yang diduga mengandung ostarine dan senyawa steroid lainnya (Talksports, 2023). Oleh karenanya, sesungguhnya sebagian besar atlet tinju tidak ada unsur kesengajaan menggunakan beberapa zat ostarine. Hal ini membuktikan sportivitas yang tinggi dari para atlet. Â
Selain ostarine, Mike Tyson, legenda tinju menegaskan bahwa penggunaan senyawa steroid dan ganja juga dilarang sebelum dan saat pertandingan. Dalam beberapa kasus, penggunaan terlarang ostarine tersebut diketahui beberapa hari hingga minggu setelah pertandingan berakhir melalui urin. Selain itu, bagi petinju yang telah terbukti positif mengandung ostarine, maka akan dikenai denda, skorsing, juga dilarang untuk bertanding selama dua hingga empat tahun. Â
Senyawa tersebut dilarang penggunaannya di kalangan atlet sejak tahun 2008 juga  belum  disahkan oleh FDA (Food and Drug Administration), sehingga belum sepenuhnya dikatakan aman. Salah satu produk Selective Androgen Receptor Modulator (SARM) tersebut sering ditemukan dalam suplemen berbentuk pil dan dikonsumsi secara oral. Menariknya, penemuan dan penelitian tentang  ostarine  dilatarbelakangi untuk kepentingan pengobatan pasien kanker yang sebagian besar ototnya menyusut di tahun 1990. Hingga saat ini, secara medis juga masih diteliti dan dikembangkan untuk pengobatan osteoporosis dan hypogonadism. Â
Secara ilmiah, sesungguhnya belum cukup bukti kuat untuk menguak manfaat dari penggunaan ostarine. Oleh karena itu, belum ada dosis optimum yang dianjurkan. Namun, sebagian besar dipercaya bahwa ostarine tersebut memiliki banyak fungsi terutama bagi para atlet, yaitu meningkatkan performa dan stamina atlet, mempercepat waktu pemulihan atlet, meningkatkan massa otot, meningkatkan massa tubuh tanpa lemak, menurunkan massa lemak tubuh. Dalam Pubchem (2024) terbukti bahwa fungsi senyawa dengan aktivitas anabolik tersebut bekerja mirip dengan testosteron yang dapat mempengaruhi massa, kekuatan, dan perkembangan otot.Â
Disisi lain, dampak negatif dari penggunaan ostarine sudah banyak diteliti. Sebanyak sembilan orang peneliti dari  Amerika tahun (2023) dari berbagai macam departemen, yaitu toksikologi, farmasi, biologi dan gastroenterologi berkolaborasi untuk mengulas secara runut dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Dari sebanyak 30 penelitian, telah terbukti, yaitu kerusakan serat otot tendon yang serius dan penyakit hati yang dipicu oleh obat bila digunakan berulang kali dengan dosis dan jangka waktu tertentu.
 Selain itu, senyawa tersebut juga dapat meningkatkan jumlah enzim alanine aminotransferase (ALT) yang berfungsi sebagai indikator penyakit hati. Semakin tinggi jumlah enzim ALT, maka kesehatan hati memburuk. Oleh karenanya, Vignali dkk. (2023) sangat merekomendasikan bagi sebagian besar atlet untuk memonitor dosis serta menghentikan pemakaian senyawa ini,  sehingga  dapat mendeteksi sekaligus mencegah penyakit fatal yang tidak diinginkan.Â