Sebulan terakhir ini tampaknya bukan merupakan momen yang baik bagi Donald Trump. Hasil polling di sana-sini menunjukkan keunggulan Clinton terus-menerus.Â
Tak hanya itu, menanggapi kondisi ini, seharusnya sudah sepantasnya Trump segera comeback (banyak media menyebutnya pivot) untuk membalikkan keadaan ini dan menarik lebih banyak pendukung.Â
Namun berbagai hal yang dikatakan maupun dilakukan Donald Trump sepertinya tidak menunjukkan hal demikian. Malah ia bisa dikatakan semakin "menggila" atau bahkan membuat para pendukungnya berpikir-pikir lagi apakah Trump pantas menjadi presiden. Pertanyaannya sederhana: apa yang terjadi?
RealClearPolitics menunjukkan hasil-hasil polling yang tidak menyenangkan Trump sama sekali. Percaya atau tidak, bisa dikatakan semua polling yang diadakan dalam sebulan terakhir menunjukkan keunggulan Hillary Clinton dengan margin yang, bisa dibilang, semakin lebar.Â
Bahkan dalam polling terakhir yang dirilis Quinnipiac, Clinton unggul atas Trump dengan jarak yang tidak main-main, 10 persen. Balasan yang langsung akan dilontarkan para pendukung die hard Donald Trump mungkin kurang lebih seperti ini: "Polling tidak akan pernah objektif. Mereka tidak pernah mem-polling aku. Kalau saja aku (dan pendukung Trump lainnya) terlibat, hasilnya pasti akan berbeda."
Namun apabila melihat hasil-hasil poling tersebut di www.realclearpolitics.com, apakah melihat sekolom tulisan-tulisan bercetak biru itu membuat kita berpikir bahwa itu semua adalah kebetulan? Apakah memang hanya kebetulan semua polling menunjukkan Hillary unggul atas Donald?
 Jarak keunggulannya pun tidak main-main, bila dirata-rata sejauh ini Clinton unggul 6 persen atas Trump, dan itu bukan keunggulan yang kecil. Tentu ada alasan yang lebih logis mengapa Trump "mulai kalah" dalam Pilpres 2016 ini.
Faktor paling utama di balik "mulai tenggelamnya" Trump sesungguhnya disebabkan oleh Trump sendiri. Trump tidak pernah berhenti blak-blakan dalam melontarkan statement gila. Beberapa hari setelah Democratic National Convention selesai, pada rally-nya di Florida, Trump percaya begitu saja akan teori konspirasi yang menyatakan bahwa biang kerok skandal email DNC adalah para hacker Rusia.Â
Ia pun melontarkan statement kontroversial dengan berkata, "Russia, if you're listening, I hope you're able to find the [Hillary Clinton's] 30,000 emails that are missing. I think you will probably be rewarded mightily by our press." Tidak hanya itu, Trump tidak berhenti memuji Vladimir Putin, walaupun kenyataannya AS dan Rusia selalu dalam hubungan yang tegang. Bahkan, Trump "mengapresiasi" sang diktator Irak Saddam Hussein akan usahanya membunuh para teroris.Â
Namun apakah pernyataan tersebut bisa dibuktikan kebenarannya? Sekalipun Trump punya poin yang cukup masuk akal, Politifact sendiri menyatakan bahwa sebagian besar pernyataannya sangat tidak akurat.