[caption caption="twitter.com/_Snape_?ref_src=twsrc%5Egoogle%7Ctwcamp%5Eserp%7Ctwgr%5Eauthor"][/caption]Dalam beberapa bulan terakhir publik Amerika Serikat terus menyaksikan serunya kampanye berbagai tokoh politik (ada yang bukan politik, tentunya) untuk menduduki kursi kepresidenan Amerika Serikat. Kampanye yang berlangsung kali ini tampaknya menjadi salah satu kampanye kepresidenenan paling seru sepanjang sejarah Amerika Serikat.
Bila kita membandingkan dengan persaingan Jack Kennedy vs. Richard Nixon, Ronald Reagan vs. Howard Carter, George W. Bush vs. John Kerry, dsb. Kampanye memang belum mencapai tahap pencalonan tunggal tiap partai, namun meskipun tahap primary dan caucus, kompetisi perebutan kursi kepresidenan ini sudah berlangsung begitu "panas".
Mencalonkan diri memang tidak murah. Tidak terhitung berapa biaya yang digelontorkan tiap calon demi memenuhi cita-citanya menuju White House. Berapa uang yang dikeluarkan dan berapa banyak sponsor yang mendukung kampanye pun sering menjadi topik yang digunakan untuk "menyerang" tokoh yang lain.
Tak hanya itu, tekanan tinggi dan tuntutan yang tinggi akan solusi atas problem-problem Amerika Serikat saat ini juga harus dihadapi tiap calon. Namun calon-calon tersebut rela menghadapi segala macam tantangan yang menghadang mereka. Masih banyak calon yang bertahan hingga saat ini. Di kubu Republican Party, ada Donald Trump dengan omsetnya yang bermiliar-miliar dolar dan gaya bicaranya yang begitu blak-blakan tetap bersikeras untuk maju terus, Ted Cruz yang (agaknya) begitu terobsesi untuk menghabisi Ayatollah Khomeini, dan tiga calon Republican lainnya, yang notabene ada yang merupakan seorang neurolog (ya, neurolog). Di kubu Democratic Party, persaingan begitu intens hingga hanya dua kandidat yang tersisa. Bernie Sanders, yang di usianya yang sudah tergolong senja, terus berjuang mengalahkan Hillary Clinton, yang juga tidak dapat dianggap remeh mengingat karier gemilangnya sebagai Secretary of State di bawah Obama dan sebagai mantan First Lady of the United States. Lepas dari calon-calon yang masih bertahan, juga banyak kandidat-kandidat kuat yang mundur secara mengejutkan. Dua contoh yang setidaknya dianggap paling notable, di antaranya Gubernur Maryland Martin O'Malley (mundur setelah hanya mendapat 0,3% suara dalam primary di New Hampshire) dan mantan Gubernur Florida Jeb Bush (mundur setelah kekalahan dalam caucus di Iowa).
Donald Trump dan Ted Cruz tampaknya menjadi 2 kandidat terkuat yang akan dicalonkan Partai Republik dalam pemilihan presiden tahun ini. Keduanya memiliki karakter kuat yang begitu berbeda. Trump selalu dikenal sebagai sosok yang tidak tanggung-tanggung dan tanpa basa-basi dalam menyampaikan idenya, membuatnya menjadi salah satu kandidat paling kontroversial, termasuk karena programnya untuk membatasi kebebasan umat Islam di Amerika Serikat.
Trump sendiri sempat diragukan totalitasnya dalam mencalonkan diri, terutama karena tahun-tahun sebelumnya ia sendiri bersikeras tidak pernah berniat menjadi presiden Amerika Serikat. Namun kini kita mengetahui betapa besarnya usaha Trump untuk menduduki kursi di Oval Office. Terlepas dari quote "You're fired!"-nya yang begitu terkenal, pernyataan-pernyataannya dalam kampanye maupun debat partai Republik begitu tegas dan mengundang kontroversi, termasuk menghina pemerintahan AS sendiri.
Ted Cruz sendiri juga tidak bisa diremehkan. Sang senator junior menunjukkan kemampuan berpolitiknya yang cukup mumpuni dalam kampanyenya dan debat Partai Republik. Bahkan ia berhasil mengalahkan Trump dalam Iowa caucus 1 Februari lalu (meskipun dengan margin yang hanya sedikit), membuktikan bahwa peluangnya menjadi kandidat akhir Partai Republik masih terbuka cukup lebar. Bila terpilih menjadi Presiden, ia akan menjadi orang Hispanik pertama yang menjadi Presiden Amerika Serikat.
Menyeberang ke Partai Demokrat, Bernie Sanders dan Hillary Clinton adalah dua karakter yang memiliki pengalaman politik yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Senator Sanders di usianya yang menginjak 74 tahun telah merasakan kehidupan politik AS sejak tahun 70an, mulai dari kehidupan masa mudanya sebagai aktivis Partai Sosialis Amerika, sampai menduduki kursi di House of Representatives dan House of Senate. Kemenangannya dalam primary di New Hampshire mempertahankan posisinya sebagai kandidat kuat Partai Demokrat di samping kandidat satunya, Hillary Clinton.
Reputasi Mrs. Clinton dalam politik dan pemerintahan AS terbilang begitu luar biasa. Tak heran, sebagai mantan "asisten" Obama, ia bersama Obama membuat berbagai kebijakan penting yang mempengaruhi AS bahkan dunia internasional, seperti kebijakan militer pembunuhan pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden, diplomasinya dengan hampir seluruh negara di dunia (termasuk Indonesia di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono), dll. Tidak heran bila banyak orang yang mendukungnya untuk kembali ke White House, kali ini sebagai Presiden Amerika Serikat.
Persaingan menuju tahta nomor 1 di Amerika Serikat masih terus berjalan. Kandidat-kandidat semakin meningkatkan usaha mereka demi memenuhi target utama kampanye mereka. Fase persaingan kandidat intra partai sudah hampir selesai, dan tahap persaingan antara 2 partai besar akan segera dimulai. Bagaimana akhir dari persaingan yang sungguh panas ini? Siapakah Presiden Amerika Serikat selanjutnya? Kita lihat saja nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H