Banyak kalangan siswa menyukai dan tidak menyukai matematika karena alasan pada cara, sifat dan watak dari seorang guru saat mengajar di kelas. Sifat dan cara guru mengajar dapat mempengaruhi senang atau tidaknya pada materi yang diajarkan. Tak terkecuali dalam mata pelajaran matematika. Beberapa siswa mengaggap bahwa sebagian besar guru matematika galak, tidak lemah lembut, suka marah dan tidak telaten. Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan siswa tidak menyukai matematika di samping sebagai mata pelajaran yang dianggap penuh dengan hitungan dan angka-angka.
Jika memang beberapa siswa beranggapan bahwa tidak menyukai mata pelajaran tertentu karena suatu alasan yang telah disebut di paragraf satu maka perlulah guru mengintrospeksi, merefleksi, dan mengevaluasi diri. Sejauh ini memang apa yang dikatakan siswa tidak salah. Berdasarkan pengalaman saya saat Praktik Pengalaman Lapangan di salah satu sekolah salah satu siswa berkata “pak! Pak Misbah saja yang ngajar, jangan bapak X, lebih enak diajar pak Misbah”. Hal ini mengindikasikan bahwa mata pelajaran apapun yang menjadi pengaruh utama terhadap minat siswa adalah guru. Lebih-lebih dalam mata pelajaran Matematika.
Sebisa mungkin bagi para calon guru pendidikan matematika yang nantinya akan berkiprah di dunia pembelajaran matematika diharapakan menjadi guru yang menjiwai terhadap matematika. Banyak orang pintar dan cerdas matematika tapi esensi nilai-nilai matematika tidak dapat terjiwai dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Karena sejatinya ilmu matematika bukan hanya sekedar hitung-menghitung, menjawab soal-soal, ataupun simbol-simbol rumus melainkan ilmu yang menjadi pondasi nalar fikir dari suatu ilmu yang lain.
Seorang guru matematika harus mampu mengkolaborasikan nilai-nilai matematika dengan ilmu agama, sosial, budaya dan kehidupan. Jika seorang guru matematika yang benar-benar paham betul dan bisa menjiwai keilmuannya maka siswanya juga akan merasakan efek positinya. Tidak sekedar menjadikan matematika ada dalam wilayah olah pikir otak, melainkan hati dan jiwanya benar-benar ada di dalam wilanyahnya. Sehingga nantinya dalam mengajar di kelas, di rumah, atau di tempat-tempat belajar yang lain siswa akan merasa nyaman karena rohani dan spritual siswa juga merasa tersentuh.
Dari pengalaman penulis di kampus selama tujuh semester dapat juga diketahui manakah dosen yang sudah menjiwai dari matematika itu sendiri dan manakah dosen yang hanya pintar dan cerdas matematika. Dari apa yang tampak dalam benak penulis, seorang dosen yang sudah pada tingkatan menjiwai keilmuan matematikanya tentunya beliau juga punya modal mahir dan cerdas.
Memang untuk menemukan guru atau dosen yang demikian dalam bidang matematika itu tidak mudah. Karena seseorang yang telah mampu menjiwainya juga tentunya harus didukung oleh pengetahuan-pengetahun yang lain. Setiap yang ia ajarkan selalu dikaitkan dengan ilmu-ilmu kehidupan. Tidak sekedar datang ke kelas, kemudian duduk dan jelaskan materi, memberikan tugas kemudian keluar lagi. Melainkan setiap pertemuan dari setiap bahasan matematika punya nilai pada bidang keilmuan yang lain baik itu ilmu agama, sosial, budaya dan yang lainnya. Wallahu a’lam bisshowab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H