Kata-kata yang tak mampu membaca dirinya sendiri, tertulis dengan tinta penuh cinta di halaman pertama buku harian milik ibu sebagai hal terakhir yang diinginkan hadir di hari minggu. Atau barisan teka-teki silang yang sudah terisi penuh dan kembali terabaikan karena dikalahkan waktu.
Suara parau di tengah kota yang menyambut malam sebagai kemenangan. Ramai dan seorang pria yang tidak yakin pernah menemukan damai. Atau sesuatu yang lebih sepi dari subuh yang gagal memeluk gigil dan air mata yang tumpah di telapak tangan seorang wanita yang diam-diam mendoakan anaknya.
Langit sebelum hujan yang diam-diam jatuh. Pepohonan di sepanjang jalan yang terhalang papan reklame dan baliho foto calon wali kota. Nama yang sering kali dilupakan pemiliknya---sibuk menjadi orang lain yang cuma tahu cara melukai diri sendiri.
Kesedihan yang menampakan dirinya sebagai kemarahan yang setiap saat ingin bunuh diri. Atau keramahan yang ditawarkan rumah sebagai cara menjadi pembunuh yang berlakon sebagai korban.
Air mata yang merindukan laut dan mata pancing seorang nelayan. Ikan-ikan yang ditangkap dan dijual untuk membeli sebotol anggur. Atau apapun yang bisa dijadikan pelampiasan sesak jejak yang ditinggalkan bibir pantai yang mencium dirinya penuh nafsu.
Nyala bara dari rokok yang ditinggalkan petualang di tengah hutan, sebagai hal pertama yang disalahkan pemerintah ketika terjadi kebakaran. Atau arus listrik di pemukiman padat penduduk yang menyebabkan kepanikan peliput berita yang sedang sibuk merias diri.
Bunga terakhir pohon kamboja yang enggan mati sebelum seseorang memetiknya sebagai hadiah untuk diri sendiri yang berhasil membunuh kebosanan. Kupu-kupu yang kehilangan tempat singgah karena terlalu mencintai angin dan sayapnya yang cantik namun rapuh---seperti dirinya yang hanya sanggup hidup seminggu.
Kepik yang kehilangan kepak sayapnya karena seorang bocah menangkapnya untuk dipamerkan di pameran keluarga. Atau foto keluarga di ruang tamu yang berdebu sebagai hiasan selain jam dinding retak yang tidak lagi berdetak.
Lampu lalu lintas di persimpangan yang hanya mampu mengetahui satu warna. Anak-anak yang mencari kesenangan di tengah kesenjangan, menari dan bernyanyi seperti seorang yang tak pernah kehilangan. Atau pengemis yang sibuk mengemas barang-barangnya yang tertinggal di hotel bintang lima.
Aku mampu mengenali lebih banyak hal seperti bercermin. Aku melihat diriku sebagai aku dan hal-hal yang lebih mengenal sesutau yang lain dibandingkan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H