Dunia pengasuhan anak kadang atau seringkali dianggap rumit, atau bahkan dianggap sesuatu yang susah dicarikan solusinya. Hal demikian cukup wajar adanya. Terlebih, ketika konteksnya berupa "ulah" (mari kita haluskan dengan istilah "sikap") yang membuat kita bingung menghadapinya.Â
Mogok sekolah, mogok berteman, mogok makan, harus selalu menang dan tak mau disalahkan meski sudah jelas salah, dan lain-lain. Dan bukan tak ada seorang Ibu atau seorang Ayah yang merasa give up alias menyerah dalam menghadapi masalah anaknya.
Namun di luar konteks "rumit" yang ada, kita juga butuh menurunkan rasa rumit tersebut dengan mencoba menyederhanakan persepsi pengasuhan itu sendiri.
Satu, coba refleksi kembali tujuan kita memiliki anak, mendidik dan membesarkannya. "Untuk apa sih?"
Dua, pasang kembali persepsi yang tepat dengan tetap berusaha menghimpun sugesti-sugesti positif. Yakini bahwa mereka (anak-anak kita) adalah investasi jangka panjang, di mana mereka akan balik menyayangi, menjaga, dan menaikkan kita.
Tiga, mulai dari hal-hal sederhana dalam bentuk kata-kata.
Dan izinkan saya menyampaikan lebih panjang untuk poin yang ketiga. Mengapa butuh memulai degan kata-kata? Alasan pertama, karena kata itu murah alias tak perlu energi banyak untuk mengeluarkan kata.Â
Alasan kedua, meminjam filosofi bahasa Sunda yakni "had ku basa gorng ku basa". Artinya, kata bisa menentukan kebaikan dan keburukan. Oleh karenanya, pengasuhan yang baik, mari mulai dari kata.
Berkaitan dengan kata-kata, ada sebuah pengembangan ilmu pengetahun yang disebut neurosains. Artinya, bagaimana kita harus berusaha menjaga otak anak-anak kita dari teriakan, dari ancaman dan sejenisnya. Supaya apa? Supaya kecemerlangan otaknya tetap terjaga.Â
Sebaliknya, beri anak asupan pengetahuan dan pengalaman yang baik agar otaknya pun berkembang dengan positif. Demikian salah satu prinsip dari neurosains.