oleh: Miarti Yoga
(Penulis dan Konsultan Pengasuhan)
Persoalan menulis buku itu dapat menjamin kekayaan finasial atau tidak, saya tak harus terjebak hal itu. Karena bukan tak ada, pihak-pihak yang menjual buku secara pragmatis alias berorientasi pada omzet.Â
Jadi, insyaAllah mengalir saja sebagai bentuk kebutuhan mengeksplorasi apa yang dikuasai dan kewajiban berbagi kebaikan (dakwah bil haqq). Perkara, adanya rizqi yang hadir dari aktivitas menulis, jelas itu kasih sayang Allah dan harus terus saya jemput.
Perkara menulis buku dapat mengorbitkan si penulis jadi tersohor dengan nongkrongnya wajah dan nama di media, saya tak menafikan itu. Tapi jujur, motif demikian telah sangat berlalu.Â
Dan membuncahnya adalah saat duduk di bangku SMA. Sebuah imajinasi yang begitu kuat di mana diri ini membayangkan suatu hari nama dan foto terpampang di sebuah media ternama.
Artinya, ketika dengan menulis, lalu si penulis itu jadi diketahui atau dikenal pembaca, saya pikir itu bonus atas effort. Tak lebih. Jadi, ketika kemudian dengan menulis, kita dapat lahan yang mumpuni untuk "narsis", itu sebuah kebetulan atas kesungguhan saja. Karena kalau menulis dengan tujuan utama untuk narsis dulu, maka bukan tak mungkin kita mentok dengan ide. Kita "stuck" dengan saldo-saldo literatur.
Dan perkara menulis buku dianggap mudah atau sulit. Ini sangat relatif. Jika ditafsirkan mudah, memang sangat wajar. Karena menulis itu hakikatnya berbicara.Â
Jadi, ketika senang ngobrol, senang bercuap-cuap, senang "ngadongeng" ngalor ngidul, maka ucapan-uacapan verbal bisa setara dengan tulisan. Jumlah huruf, jumlah kata, jumlah paragraf, akan memenuhi ruang tulisan. Tentu sangat mudah, jika teori (lebih tepatnya, perumpamaan) sederhana ini digunakan.
Selanjutnya jika menulis buku dianggap sulit. Ini juga wajar. Kita bisa ambil contoh sebagian mahasiswa yang mentok dengan agenda skripsinya. Itu salah satu bukti sulitnya menulis. Terlepas adanya variabel lain seperti penelitian, observasi, dan sejanisnya.
Allohu'alam. Sekadar gumam di hari yang istimewa bagi para penulis. Sekadar tafakur atas nasib para penulis di tengah dampak pandemi.