Mohon tunggu...
Miarso Catur
Miarso Catur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjadi waras adalah hal yang menakutkan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apa yang kau cari di Jakarta

25 Desember 2012   18:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:03 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas, kapan sampean muleh ?" tanya emak padaku sore tadi. Ini bukan kali pertama emak menanyakan tentang kapan aku mau pulang kampung dan memulai kehidupan di kampung. Bukan hanya emak tapi bapak pun sangat mengharapkan kepulanganku, sampai - sampai beliau janji akan membelikanku kendaraan baru. Tapi entahlah aku seperti tak pernah punya jawaban yang pasti untuk mereka.


Sebenarnya Bapak dan Emak tak mengharapkan apapun dariku, mereka hanya ingin aku untuk pulang dan memulai sebuah usaha di kampung, usahaku sendiri tanpa perlu menjadi buruh orang lain seperti saat ini. Memang selama 6 tahun ini aku hanyalah seorang buruh tanpa penghasilan lebih, yang ku dapat hanyalah uang makan dan gaji pokok, dan itupun hanya cukup untuk kebutuhan kos serta makan selama sebulan.


Sebenarnya aku pun tau bagaimana perasaan bapak dan emak, sebagai orang tua mereka pasti merasa sedih saat melihat keadaan anaknya yang harus hidup sendiri dengan keadaan seadanya. Apalagi emak pernah berkujung sekali ke jakarta, saat melihat tempat kontrakanku emak sampai menangis karena melihat kontrakan yang begitu kecil. Sedangkan di kampung ada 9 kamar yang luas tapi tanpa ada seorangpun yang menempatinya.


Sekarang aku dalam kebimbangan, antara pulang kampung atau tetap bertahan di jakarta. Sebenarnya apakah yang kucari di jakarta ??? Selama 6 tahun bekerja apa yang ku dapat ??? Tak ada sepertinya, jangankan barang mewah menyisihkan untuk tabungan saja aku tak mampu. Tapi mengapa aku begitu berat untuk meninggalkan jakarta ?. Apakah ini hanya karena ketakutanku ? Ataukah karena rasa malu jika nanti aku pulang kampung dan hanya menjadikan beban bagi orang tuaku. Ataukah aku terlalu takut dan malu tentang apa kata tetangga yang melihatku tiba - tiba pulang dengan tangan hampa dan tak menjadi apa - apa. Ataukah aku terlalu takut kehilangan semua kebebasanku saat di jakarta.


Terlalu banyak pikiran negatif yang bergelanyut dalam otakku yang membuatku semakin enggan meninggalkan jakarta, dan hanya membuat sebuah jawaban yang tidak pasti "iya mak, nanti aku pasti pulang setelah terkumpul uang untuk modal usaha". Dan itulah jawaban yang selalu menyisakan sebuah pertannyaan " kapan ?"


"Mas, apa yang sampean cari di jakarta? Jakarta itu semakin lama semakin sumpek, panas, tiap hari macet, kalo hujan banjir, apa yang sampean cari ? Pulang aja ke palangka ke rumah bapak, atau bantu emak di blitar. Mas sampean wes dewasa, waktune mikir masa depan, sampean sampai kapan di jakarta ?" Pesan bapak sebelum mengakhiri perbicaraan kami sore tadi.


Salam rindu untuk bapak dan emak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun