Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pada Suatu Malam, Di Luar Jendela

18 Agustus 2024   20:41 Diperbarui: 18 Agustus 2024   20:45 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration by Sawa || @sion_0d1m 

Beberapa saat yang lalu, aku mencoba membenamkan diri dalam tidur panjang seperti biasanya. Membekap telingaku dari suara deru nafas orang-orang di tengah mimpi indah. Jarum jam yang berdetak teratur itu tak dapat mengalahkan suara-suara kegelisahan yang membumbung tinggi memenuhi langit kota. Aku ingin tahu, sampai kapan ini semua akan terjadi.

Setelah terbangun dari mimpi-mimpi yang tak pernah bisa kugapai itu, aku menghampiri jendela di dalam hatiku dan membukanya dengan sangat berhati-hati. Di sana kulihat bulan kembali menangis tanpa suara. Tak ada jeritan, tak ada air mata tapi entah mengapa hal itu justru membuatku sesak.

Pernah aku bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang apa yang sebenarnya membuatnya begitu tersedih? Kupikir, itu karena dia merindukan matahari yang tak bisa lagi ia temui saat siang hari datang. Tapi sepertinya bukan itu.

Apakah sang bulan kembali membenci dirinya sendiri? Apakah sisi gelapnya itu kembali membuatnya ketakutan seperti dulu? Apakah dia kembali meragukan keindahannya sendiri saat fase bulan sabit datang terlalu cepat? 

Aku ingin tahu apa yang sebenarnya Ia rasakan. Aku ingin tahu apakah usapan lembut di punggungnya bisa membuat ia kembali bersinar cerah seperti biasanya. Aku ingin tahu seperti apa rasanya menanggung semua kesedihan itu sendirian. Ketika tak ada seorangpun yang memperhatikannya, aku harap dia tidak perlu merasa begitu kesepian.

Bintang-bintang yang terlalu kecil itu tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Mereka semua hanya berlomba-lomba menjatuhkan diri, menikmati puja puji dari manusia yang melihatnya. Benar-benar bintang jatuh yang egois.

Malam ini, aku kembali terisak melihat sang bulan yang terbenam lebih cepat. Malam masih terlalu panjang, tapi sang bulan meninggalkanku begitu begitu saja. Entah bagaimana untuk pertama kalinya aku merasa begitu terhianati. Karena itu aku memutuskan untuk menutup jendela hatiku rapat-rapat, dan menggantungkan diriku di tengah langit malam yang tak lagi berpenghuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Anak-Anak Bintang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun