Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Akan Ada Kembang Api Malam Ini

31 Desember 2021   21:01 Diperbarui: 31 Desember 2021   21:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/Mia Rosmayanti

Cahaya bisa selalu menjadi penghibur di tengah gelap dan pikiran yang terus menerus menggerogoti kewarasan. Di tengah riuh, aku bisa membenamkan diriku makin jauh dan lebih dalam lagi ke jantung-jantung kehidupan yang tak pernah berhenti bergerak. Di tengah hiruk piruk memusingkanlah yang kemudian selalu menjadi wadahku untuk kembali berpikir, 'ah masih ada banyak kesempatan untuk hari esok.'

Tapi hari ini, aku akan menghabiskan malamku di tempat biasa. Menatap langit mendung dan perlahan-lahan meneteskan air setajam jarum, sessuatu yang memaksaku untuk berpindah mencari perlindungan. Tidak ada taburan bintang yang bisa memani rasa sakit dan kesendirian yang mencekam. Hanya ada hujan, yang meredam sakit dan melarutkan satu di antara sekian banyak keresahan dalam kepalaku.


"Hujannya turun dengan tiba-tiba, ya?"


Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Dia seorang gadis dengan gaun dan rambut yang lepek, entah oleh keringat atau air hujan. 

Ah, lagi-lagi aku tidak menyadari saat ada seseorang di sekitarku. Selama ini aku terlalu berkutat pada duniaku sendiri, mengutuk dunia dan terus-menerus mencari cara untuk menghancurkannya. Menyadari hal itu, kini aku hanya bisa berpikir, betapa konyolnya aku.


Aku menatap gitar usang yang digengam olehnya, "Kamu bisa bermain gitar?" tanyaku.

"Yah... bisa dibilang aku cukup lihai memainkannya. Mau kumainkan sebuah lagu?"


Aku mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia menyambutku dengan mengelap beberapa bagian gitar yang basah. Entah mengapa, melihatnya seperti melihat pantulan diriku yang terlihat sedang sangat bersemangat. Sosok diriku yang sempat kulupakan.


Dia mulai memetik senar dengan lembut. Lengan kecil yang terlihat kokoh itu menyambut nada yang saling bersaut-sautan di tengah hujan. Suasana ini bukanlah suasana yang bisa kuungkapkan dengan mudah melalui kata-kata. Tapi aku benar-benar menyukainya.


Akhir-akhir ini aku sudah terlalu sering melihat punggung-punggung menjauh, harapan-harapan yang meredup, mimpi-mimpi yang tercecer di tengah lelah, serta binar mata yang padam dibingkai bendungan air mata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun