Angka, angka, angka, angka lagi, angka terus, dan terus.
Buku-buku dengan nomor halaman, hitungan mundur pada lampu merah, suhu tubuh, ketinggian sol sepatu yang kugunakan, antrian di kasir, semuanya hanya berbicara tentang angka.
"Silahkan, mau langsung pesan atau menunya mau dibawa ke meja dulu?" Seorang pelayan wanita dengan seragam yang terlihat membosankan menyapaku.
"Langsung." Kataku.
"Baik, silahkan." Jawabnya.
"Satu tart cokelat dengan krim kocok, dan juga satu smoothie rasa stroberi. Hari ini ulang tahunku."
Pelayan itu tampak kebingungan mendengar ucapanku dan dengan canggung tersenyum lalu berkata, "Ah, kalau begitu selamat ulang tahun, Kak. Kalau begitu saya ulangi pesanannya, satu tart cokelat dengan krim kocok dan satu smoothie rasa stroberi, benar?"
Aku mengangguk.
"Baik. Totalnya jadi Rp. 75.000."
Angka. Aku melihat angka pada mesin kasir di hadapanku dan tiba-tiba perutku merasa mual. Dengan cepat memberikan tiga lembar uang dengan warna berbeda, sejumlah yang disebutkan pelayan. Saat itu pelayan kembali menyebutkan angka-angka itu lalu menyerahkan nomor meja padaku.
Aku berbalik sembari menahan diriku yang terasa ingin memuntahkan semua isi perutku, padahal jelas-jelas aku belum memasukkan apapun ke dalam perutku seharian ini.