Mohon tunggu...
Erika Andini
Erika Andini Mohon Tunggu... -

I am student! 17 years old. Indonesian Debater Student ^_^ yang bercita-cita tinggal di negeri Antigravitia dan menjadi penulis dongeng!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Kecil Untuk Caleg

9 April 2014   17:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Welcome back :D
By the way, selamat merayakan hari pesta demokrasi ^_^ Hari ini aku pertama kali nyoblos loh haha dan itu menyenangkan! Even there were some silly thing I did._.
Tadi waktu nyoblos aku sama sekali nggak tau siapa caleg-caleg itu. Ada beberapa yang aku pernah lihat di jalanan, eh maksudnya posternya bukan orangnya. Sebagian besar lagi aku buta caleg. Nggak ngerti. So I spend much times standing there. Aku pikir ini saatnya pake cap cip cup kembang kuncup tapi sekali lagi aku berfikir. Ini bukan ulangan matematika suku banyak yang tiap satu soal caranya satu lembar kertas. Ini tentang masa depan negara, nusa dan bangsa yang nggak bisa gw tentuin nasibnya berdasarkan ilmu pengawuran gw.
Nah the biggest question disini : gimana ya caranya kampanye yang benar ? Maaf kalo gw agak naif karena ini bener-bener pengalaman pertama berpartisipasi dalam bidang politik. Dan secara awam gw nggak ngerti harus gimana. Mencoblos itu mudah tinggal pegang paku kuat-kuat tancepin dengan semangat ke brengos si caleg. Tapi mikirnya nggak semudah itu. Pertanyaan aku, gimana caranya kita sebagai masyarakat bisa nyoblos seseorang dengan akurat dengan yakin bahwa dia bakal membawa perubahan kepada negeri kita untuk menjadi lebih baik ? Gimana kita bisa ngerti, kalau kita cuman tahu namanya di kartu suara. Apa kartu suara itu menceritakan biografi si caleg ? Apa kartu suara bisa nunjukin kasus korupsi yang pernah dilakukan si caleg ? Enggak kan.Semuanya blur cases, nggak jelas mana stakeholdernya mana mechanism nya, Jadi seolah-olah masyarakat dipaksa untuk milih secara ngawur (bagi masyarakat awam).
Mostly, banyak yang memilih karena dikasih duit. Siapa yang ngasih duit paling banyak itu yang dicoblos bahkan ada yang nggak nyoblos si caleg padahal udah dikasih duit. Lepas dari semua itu, memang itu hak para pemilihnya. Ter se rah. Mau milih yang ngasih duit paling banyak, mau milih yang breongosnya tebel, yang ponakannya pak camat dan lain-lain itu hak pemilih. Tapi sekali lagi, are those way justifiable ? Bahkan di sisi lain, banyak juga remaja-remaja kemarin sore yang baru pertama kali nyoblos. Karena buta politik mereka memutuskan untuk nyoblos caleg dari partai yang warnanya merupakan warna favoritnya. Ada yang milih fotonya ganteng, yang make up nya tebel, yang kerudungnya pake jarum. Kok rasa-rasanya kita jadi memilih orang yang nggak kita tahu dan kenal ya ? Gimana kalau mereka adalah mantan napi, mantan koruptor yang nyaleg lagi buat beli mobil Ferrari yang belum kebeli di periode sebelumnya ? Hayo gimana ? Aku bingung juga mikir solusinya, apa kampanye hanya dilakukan pake uang ? Atau kampanye yang dilakukan dengan ngelemparin foto dan teriak-teriak supaya nyoblos mereka ? Apa itu efektif? Apa itu cukup bagi masyarakat untuk tahu siapa yang baik dan siapa yang tidak? Definitely not.
Jadi caleg harusnya gimana ya ?
Semoga ada pencerahan dalam pemilu selanjutnya, semoga masyarakat nggak buta politik dan suaranya dimanfaatkan untuk memuluskan jalannya menjadi koruptor. Semoga pesta rakyat benar-benar menjadi pesta rakyat. Semoga ada sosialisasi juga buat remaja kemarin sore untuk mencoblos mana yang pantas untuk dicoblos._.
Dan untuk caleg yang terpilih, beginilah surat saya :
Kepada calon anggota legislatif,
Semoga anda menjadi pemimpin yang beramanah, jujur dan sudahlah jangan melakukan korupsi lagi. Apa anda pernah lihat anak-anak kecil berbaju dekil menengadahkan tangannya untuk mendapat sepeser uang dari kantong orang-orang kaya. Mereka lapar, mereka telah bernyanyi untuk menghibur anda dan menghibur diri sendiri hingga pita suaranya kering. Mereka haus, pak! Mereka terus bernyanyi agar ada hamba-hamba Allah yang memberinya sedikit uang untuk membeli segelas air mineral berharga lima ratus rupiah. Mereka belum makan dari pagi, penghasilan hari ini hanya cukup untuk membeli minum sekali. Mereka belum bisa mendapatkan uang untuk membeli buku sekolah pak. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, terlihat dari binar matanya yang cerah. Tolong beri makan mereka pak! Tolong jangan makan uang kami untuk membeli mobil, sawah, tanah untuk keluarga bapak. Tolong buka mata bapak, mereka hidup di jalanan, mengharap belas kasihan. Sedangkan bapak bekerja di gedung mewah seharga trilyunan rupiah. Ruangan bapak sejuk dan kursi yang bapak duduki sangat empuk. Bahkan mereka belum pernah mengecap enaknya duduk di kursi mahal itu. Terkadang orang tua kami datang ke gedung bapak untuk meminta solusi atas masalahnya. Tetapi bodyguard berbadan besar itu mendorong ayah kami agar tidak mendekati pagar gedung bapak. Tetapi orang-orang itu mengusir ibu kami pak. Seolah kami adalah orang-orang hina yang tidak pantas bertemu bapak. Tidakkah ingat dulu pak? Bapak memohon kepada kami untuk memilih bapak. Sekarang kami sama sekali tidak dianggap. Tidakkah bapak mendengar tangisan seorang lelaki kecil di emperan toko emas, dia baru saja kehilangan ibunya pak. Ibunya sakit parah, dia berlari mencari pertolongan, dia pergi ke rumah sakit bersama ibunya. Tetapi pihak rumah sakit itu menolak dengan alasan rumah sakit sudah penuh. Lelaki kecil itu menangis, pak. Ia kehilangan ibunya. Kini ia tinggal seorang diri di jalanan. Ia terus mengusap air matanya tak peduli lapar menggerogoti perutnya. Ia terus menangis hingga matahari terbenam. Dimanakah hati bapak ? Apakah semua wakil rakyat menggadaikan hatinya ketika duduk di kursi ajaib itu pak ? Tolong bantu kami, tolong beri makan kami pak. Tolong lihat kami. Apa kami perlu mengamen di semua sudut jalanan agar uang kami cukup untuk membelikan bapak kacamata berlensa yang dijual bapak tua di emperan pasar ? Kami tidak meminta mobil bapak. Kami meminta sedikit hati nurani bapak, jika bapak tidak ingin memberi uang kepada kami setidaknya jangan mendenda ibu-ibu baik hati yang memberikan selembar uang seribu rupiah kepada kami sembari tersenyum. Lima juta rupiah untuk denda seseorang yang memberi makan kami sangatlah tidak adil,pak. Lalu uang lima juta itu untuk apa ? Untuk biaya sekolah kami ? Tolong jangan bilang uang itu untuk memeberi uang saku anak bapak. Tolong bukalah celah hati nurani bapak kepada kami yang telah beratus-ratus hari hidup di jalanan. Semoga bapak diberi barakah oleh Allah,
- oleh Erika andini (miara-chan)
Saya bener-bener nggak suka sama beberapa keputusan hukum yang dibuat sama anggota legislatif tentang denda para pesedekah jalanan, tentang unlogical education system di Indonesia. Mohon ditinjau ulang ya pak. Kami lelah dipaksa untuk menjadi panci bertekanan. Kami lelah melihat tingkah bapak tapi kami tidak bisa bergerak. Tugas-tugas dari keputusan yang telah bapak buat sudah mematikan kreativitas kami sebagai pelajar. Dan mematikan moralitas kami untuk berbuat jujur. Kami tidak ingin menyontek teman sebangku kami waktu ulangan pak. Tetapi terkadang kondisi memaksa kami. Kondisi yang bapak buat memaksa kami. Tolonglah kami, pak. Kami tidak ingin menjadi koruptor kecil apalagi di bidang pendidikan. Semoga peninjauan ulang undang-udang bapak tidak menghabiskan uang banyak untuk study banding ke negara lain. Tidak perlu jauh-jauh pak, study banding lah ke sekolah-sekolah kami. Lihatlah kondisi kami.
SEMOGA ADA PERUBAHAN MENJADI LEBIH BAIK ^_^ AND LAST WORD I HAVE TO SAY. AKU BANGGA AKU MENCOBLOS!!! hehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun