Hari ini belum genap satu minggu dari 20 Mei 2021, ketika ramai di medsos postingan-postingan ucapan Harkitnas. Hari itu aku juga mengikuti upacara bendera, virtual nonton di Youtube Kemkominfo. Rasanya Kamis itu Indonesia diselimuti semangat bangkit yang membahana. “Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh” adalah seruan yang bagus, walaupun menurutku terasa agak klise.
Masih terbakar suasana kebangkitan, selesai “ikut” upacara aku pun lanjut browsing beberapa situs berita dan blog. Sontak hari itu memori pelajaran sejarah perjuangan bangsa termunculkan. Budi Utomo dan Sukarno langsung trending di kepalaku. Masih semangat-semangatnya, tiba-tiba ada tulisan “Kita Bangkit! ... Ah, Jangan Omong Kosong.”
Omong kosong apa lagi, nih!
Oh, rupanya itu hanya tulisan seorang kawan. Ada apa gerangan?
Dalam artikel itu disebutkan, ekonomi Indonesia tiga bulan pertama tahun ini turun 0,74 persen dibandingkan tahun lalu. Kata kunci turun, negatif, buruk, jatuh, sampai resesi sempat menjadi headline situs-situs berita. Kasus Covid-19 melonjak dua minggu terakhir ini, imbas libur Lebaran. Kemudian, di tengah program vaksinasi yang tengah dikebut, ternyata ada 42,4 persen masyarakat Indonesia yang tidak memercayai vaksin. Memang serem sih, fakta-fakta itu.
Bangkit dari Apa?
Bagi kebanyakan orang, kondisi saat ini memang kacau. Benar-benar kampret Covid-19 ini. Gara-gara Covid, aku jadi ikut-ikutan paranoid. Jadi males pergi-pergian, padahal aku suka jalan-jalan. Sebelumnya, aku jarang banget pakai hand sanitizer. Satu-satunya botol yang kupunya, isinya masih penuh, di botolnya tercetak angka 2016! Dulu, tiap kali melihat rekan-rekan yang gosak-gosok hand sanitizer, aku merasa geli. Sekarang aku malah jadi hand sanitizer addict. Sebelumnya aku juga ngga pernah pakai masker, karena menurutku ngga keren dan terlihat seperti orang sakit. Sekarang aku punya banyak masker warna-warni. Keren juga ternyata.
Itu baru dampak pandemi di level paling ringan. Walaupun lama-lama terbiasa, tapi tetap saja ada keinginan untuk lepas dari “adaptasi kebiasaan baru” itu. Setangguh-tangguhnya diriku, ada saatnya aku merasa jenuh dengan 5M dan PPKM. Ada rasa sangat kangen dengan kebiasaan lama. Sempat juga aku iri melihat kawan-kawan yang masih berkeliaran di mal. Walaupun pakai masker, tapi kan tetap saja berisiko.
Menurutku, Indonesia dari dulu punya banyak masalah. Tanpa Covid saja sudah punya banyak masalah, apalagi sekarang ditambah Covid. Coba hitung, berapa uang negara yang harus dikeluarkan untuk mengatasi pandemi ini; dari mana uang sebanyak itu? Gimana jalan tengah mau mengatasi pandemi, tapi di sisi lain ingin ada percepatan ekonomi? Itu aja sudah ngga sanggup kupikirkan.
Jujur, sebetulnya aku juga kadang-kadang kurang suka dan kurang setuju dengan beberapa kebijakan dan langkah pemerintah dalam mengelola dan mengarahkan bangsa ini. Namun kuyakini pemimpin-pemimpin negara kita ini amanah, terlepas dari sebagian oknum yang aneh-aneh. Golongan itu ngga masuk hitungan, yah.
Entah ini menjadi makin klise atau tidak, tapi aku merasa dengan menjalankan prokes yang selalu dikumandangkan oleh pemerintah, aku juga sudah menjadi pahlawan. Setidaknya untuk keluargaku, untuk lingkungan sekitar tempatku tinggal. Kurasa itu sedikit kontribusiku, langkah kecil untuk bangkit dan menjadi optimis.