Pada 15 April 2013 yang lalu, Kementrian BUMN menerbitkan SURAT EDARAN NOMOR : SE- 02/MBU/S/2013 TENTANG RENCANA SOSIALISASI KEGIATAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI BERDASARKAN PERPRES NOMOR 55 TAHUN 2012 sebagai inisiatif pemerintah yang bagus tapi menurut saya terlambat dan kurang tajam.
Sebelumnya KPK pernah melakukan PIAK (Penilaian Inisiatif Anti Korupsi) pada BUMN dan lembaga pemerintah lainnya. Tapi sekali lagi tidak cukup akurat untuk menilai efektifitas anti korupsi di BUMN karena cuma "copy paste" dari Korea yang sangat berbeda situasinya dengan Indonesia.
Saya berpendapat usaha apapun yang dilaksanakan, termasuk penerapan e-procurement dan lain-lain, tidak akan efektif dan sulit berkembang bilamana tidak ada pengaturan yang tegas dan sesuai dengan BUMN. Oleh karena itu, meskipun sangat terlambat, para pihak yang duduk di pemerintahan, DPR, KPK dan BPK, juga teman-teman di LSM perlu segera memikirkan, merumuskan dan mendorong lahirnya perangkat hukum yang dapat menjadi payung untuk mengatasi korupsi di BUMN.
Payung hukum tersendiri untuk BUMN diperlukan karena pola pengelolaan dan pengendalian BUMN secara alamiah berbeda dengan pengelolaan keuangan negara sementara pengaturan yang ada saat ini dibangun dalam konteks pengelolaan keuangan negara.
Bukti nyata dari permasalahan terebut antara lain perbedaan penafsiran pengertian "korupsi" sebagaimana berikut:
Korupsi menurut Undang-Undang:
Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Definisi di atas menunjukkan unsur korupsi sebagai:
- Adanya potensi kerugian keuangan atau perekonomian negara.
- Adanya penyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
- Menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Tafsiran Pakar
Para pakar berbeda pendapat mengenai penerapan korupsi di BUMN. Satu pihak menganggap undang-undang di atas tidak berlaku pada BUMN karena kekayaan BUMN tidak dicakup oleh pengertian keuangan negara sehingga akan jarang terjadi kerugian keuangan negara secara langsung, sedangkan pihak lain menganggap modal BUMN sebagian dari negara sehingga tercakup dalam pengertian keuangan negara.
Sumber Permasalahan