Mohon tunggu...
mhsantosa
mhsantosa Mohon Tunggu... Penulis - Belajar sepanjang hayat...

Belajar sepanjang hayat...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Moomba Festival: Gila, Hujan Es Sebesar Bola Tenis!

6 Maret 2010   16:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:34 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Crashed Car Windows"][/caption] Baru saja kami datang dari pusat kota menonton Festival Tahunan Moomba. Festival ini merupakan kegiatan tahunan yang dirangkaikan dengan Hari Buruh di Melbourne, Australia. We had fun, played many games, ate various tasty food. Ketika sedang asyik bermain lempar bola di salah satu stand di lapangan Birrarung Marr dekat sungai Yarra, langit tiba-tiba menghitam, angin berhembus kencang dan tanpa waktu lama, jatuhlah hujan es terburuk yang pernah kami alami. Butir-butir es sebesar bola tenis dan banyak yang seukuran kelereng jatuh mengenai seluruh tubuh kami. Dengan melindungi kepala, es tersebut menghantam kaki, rasanya sakit sekali… Setelah reda, kami dan orang-orang yang masih terjebakdi beberapa stand di tanah lapang ini keluar. Disamping kami banyak berserakan butiran-butiran es yang masih utuh. Namun, belum sampai kami ke tempat aman lainnya, hujan es ternyata datang kembali mengajak “temannya,” angin dan badai. Yang kedua ini tidak terbayangkan, semua kursi, pohon-pohon, air, es, berputar jadi satu. Mereka yang mulanya berlindung di bawah pohon berlarian menuju stand mainan dimana kami berteduh. Hal ini sungguh tidak terprediksi sebelumnya. Bahkan ramalan cuaca pun yang biasanya akurat, tidak membuat kami siap. Tanpa berbekal jaket, payung yang kami bawa pun sampai rusak menahan es-es dan angin tersebut. Banyak wahana permainan berhenti di tengah jalan. Permainan-permainan tersebut macet dengan masih ada orang didalamnya; terjebak di ketinggian. Kami tidak bisa membayangkan mereka yang terhenti dan terjebak di atas sana menerima hujaman es besar, angin kencang dan dingin. Hantaman es tersebut sangat membuat badan sakit. Bahkan banyak yang luka-luka. Anak-anak kecil menangis, basah dan ketakutan. Kami yang dewasa saja ngeri. Menurut informasi, hal ini belum pernah terjadi lagi setelah 170 tahun lamanya. Hujan es berkecepatan 100km/jam, curah hujan menghajar kami dan kota ini selama kira-kira 18 menit dan bagi kami yang belum pernah mengalaminya, itu terasa lama sekali. [caption id="attachment_682" align="alignnone" width="640" caption="Tram under Heavy Rain"]

[/caption]

Dengan langkah pelan di dinginnya udara, dan kaki membeku kami karena terendam air es, kami melangkah pulang bersama ratusan orang lainnya. Kota dilanda kepanikan massal. Sisa-sisa es masih banyak dimana-mana, hujan belum juga mau berhenti. Kereta api, alat transportasi tercepat menjadi tujuan semua orang, namun stasiun yang tahun ini genap berusia 100 tahun penuh dan tidak seorang pun bisa berangkat, karena ternyata semua tujuan tidak beroperasi. Menurut informasi (setelah menonton TV di rumah), ada atap di Southern Cross yang merupakan salah satu stasiun besar, jatuh dan menghalangi rel. Akhirnya kami mengambil tram (kereta kecil) yang untungnya terlihat lebih ‘tangguh’ menembus medan seperti ini. Meski harus berdiri sepanjang jalan karena penuh sesak, kami bisa sampai di rumah dengan berbasah ria.

Di tempat lain, kami mendengar atap di akuarium terbesar di kota ini juga ada yang jebol dan menghancurkan salah satu akuariumnya sehingga membuat beberapa orang terluka. Akhirnya, mereka juga harus pulang setelah tiket mereka diganti. Sangat fair. Pelajaran yang dipetik adalah, musim panas ternyata tidak lebih panas dari tahun sebelumnya, namun musim dingin sudah menanti yang belum terprediksi. Semoga bukan efek pemanasan global… Akhirnya, setelah mandi air hangat, rebusan jagung manis rasanya akan sangat sedap menemani suasana dingin ini. Semoga semua baik-baik saja… Foto-foto lainnya saya ambil dari sini. @mhsantosa ©mhsantosa (2010) I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun