Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Kedewasaan Perdebatan Cagub dan Cawagub Jakarta

31 Januari 2017   14:20 Diperbarui: 31 Januari 2017   14:32 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyaksikan debat para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta yang ditayangkan beberapa televisi terasa menyegarkan jiwa dan pemikiran. Suasana acara seperti menyiramkan embun kesejukan sehingga  ketegangan yang agak terasa di tengah-tengah masyarakat Jakarta seperti mencair. Sangat jauh suasana yang terjadi di debat dengan realitas hiruk pikuk Jakarta terutama di akhir tahun lalu.

Dalam  acara yang sudah berlangsung dua tahap itu terlihat bagaimana para Calon Kepala Daerah menyampaikan gagasannya dengan suasana relatif santai. Senyum antar kandidat sesekali mengembang. Adu gagasan, saling memaparkan data, merespon walau kadang bernuansa kritik tajam, sama sekali jauh dari kesan ketegangan. Benar-benar sebuah perdebatan berwajah keramahan khas Indonesia.

Lalu lihatlah setelah acara berlangsung. Diiringi lagu-lagu nasional bernuansa persatuan dan kesatuan para kandidat saling cipika cipiki, berdialog, bercengkrama tanpa ada batasan berarti. Perbedaan partai pengusung mencair. Para kandidat seperti biasa sejalan trend era sekarang berselfie ria. Lagi-lagi menggambarkan suasana keakraban indah yang semoga menular ke 100 daerah lainnya, yang juga bersama-sama menyelenggarakan Pilkada.

Bagaimana dengan para pendukung kandidat. Seperti layaknya para pendukung suasana riuh sudah pasti tak terhindarkan. Yel yel khas masing-masing kandidat terdengar nyaring terutama ketika calon-calon mereka usai memberikan pertanyaan, memberikan jawaban atau tanggapan. Sesekali moderator mengingatkan ketika semangat para pendukung berupa yel-yel agak berlebihan.

Namun tetap semua kegembiraan dan semangat para pendukung masih dalam batas kewajaran. Tak ada saling caci yang membuat suasana panas. Teriakan yel-yel hanya diberikan sebagai pemberi semangat kepada para calon yang didukungnya. Antara tempat para pendukungpun hanya berbatas lorong kecil. Petugas yang berjaga hanya beberapa Polwan cantik yang praktis sama sekali hanya berjalan ke depan dan ke belakang, karena suasana kemeriahan sama sekali tidak mengindikasikan akan terjadi keributan.

Sebelum acara sebagaimana dilaporkan beberapa media, para istri calon kepala dan wakil kepala daerah terlihat pula akrab berbincang-bincang. Beberapa media bahkan sempat memuat keakraban mereka yang berfoto selfie sambil bercanda ceria. Benar-benar sebuah pemandangan indah tentang demokrasi khas Indonesia, yang semoga terus berlanjut sampai usai pelaksanaan Pilkada.

Inilah sebenarnya yang diharapkan seluruh masyarakat Indonesia. Perbedaan pilihan dan dukungan tidak lantas membuat jarak lebar menjadi permusuhan. Perbedaan itu tak lebih sekedar hanya pada ikatan kesesuaian pemikiran dan gagasan. Di luar itu tetap para calon dan pendukung adalah saudara sebangsa dan satu tanah air Indonesia yang betapapun bersemangat lebih karena keinginan membawa perbaikan daerah, peningkatan kehidupan dan kesejahteraah rakyat.

Perhatian demi rakyat.  Itulah yang menjadi kometmen seluruh kandidat. Karena sama tujuan dan hanya berbeda cara saja mereka merasa serta menyadari tak perlu suasana harus berubah menjadi permusuhan. Demikian pula para pendukung yang semoga juga mulai menjadi kesadaran bersama seluruh masyarakat untuk tetap menjaga kebersamaan dan tak perlu terseret dalam ketegangan yang jauh dari bermanfaat.

Demikian demokrasi yang sesungguhnya. Bukan penolakan dan permusuhan yang dikembangkan sehingga menimbulkan ketegangan. Yang disampaikan adalah alternatif gagasan, program, mekanisme terbaik dan lainnya. Masyarakat diberikan kesempatan memilih seluas-luasnya tanpa rasa takut, kekhawatiran. Masyarakat diajak berpikir jernih memilih yang terbaik.

Terhadap tampilnya seseorang, jika memang memenuhi persyaratan normatif, tidak disebarkan penolakan. Jika memang dianggap kurang sesuai ditawarkan alternatif, yang lebih baik. Masyarakat dibiasakan berpikir jernih tanpa emosi. Sehingga memilih tidak atas dasar kebencian pada yang tak dipilih. Memilih karena merasa pilihannya memberikan harapan lebih baik sehingga siapapun yang terpilih bukanlah produk dari kebencian.

Alangkah indah bila kehidupan demokrasi di negeri ini berlangsung damai dalam bingkai persaudaraan. Tak perlu lagi ditemui teriakan penolakan, yang ada semangat mencari dan memilih yang terbaik tanpa rasa benci kepada yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun