Sebuah kejutan bernuansa kemanusiaan terjadi ketika di tengah kunjungan kenegaraan Raja Salman menanyakan cucu Bung Karno. Karuan kalangan protokoler Istana Presiden terperangah karena praktis sama sekali tak menduga pertanyaan seperti itu akan muncul dalam acara kunjungan kenegaraan tergolong sangat formal.
Inilah fenomena hakekat kemanusiaan, instink alami dari seorang Raja Salman yang melekat kuat. Bagaimanapun ia seorang manusia yang dalam keseharian memiliki kehidupan bersama keluarga, anak dan cucu, di luar berbagai acara formal kerajaan. Maka melucurlah ekspresi manusiawinya sebagai seorang kakek ketika berada di negeri ini. Sebuah negeri yang memiliki pertautan indah dengan Arab Saudi dari sejak negeri ini berdiri.
Mengapa Cucu Bung Karno? Tak sulit menjawabnya. Memori indah jejak perjalanan Bung Karno saat memimpin negeri ini, yang selalu menjalin hubungan dengan Arab Saudi seperti terukir pada semua kalangan elite Istana. Raja Salman, yang ketika itu masih muda agaknya merasakan pula kehangatan jalinan hubungan Arab Saudi dan Indonesia. Maka ketika berada di negeri ini dalam usia seorang kakek, kerinduan pada Bung Karno diekspreikan pada siapa lagi kalau bukan pada cucu Bung Karno. Ya seorang kakek secara universal memang selalu begitu mudah “terperangkap” rasa sayang pada cucunya.
Lihatlah acara wefie bersama Puan Maharani, Ibu Megawati, dan Presiden Jokowi, ekspresi wajah Raja Salman benar-benar menampakkan kebahagian seorang kakek. Ia tersenyum sumringah layaknya seorang kakek yang bahagia menyaksikan tingkah pola cucunya. Mereka berempat benar-benar seperti sebuah keluarga, yang jauh dari kesan nuansa protokoler. Yang lebih terlihat suasana kekeluargaan layaknya anak, cucu, kakek kumpul bercengkrama ria.
Memang tak dapat dipungkiri nama Bung Karno begitu luar biasa melekat dalam jalinan hubungan Arab Saudi dan negeri ini. Raja Salman, sebagai generasi pemimpin baru Arab Saudi, yang selama ini dikenal memiliki visi pemikiran kenegaraan relatif moderat agaknya bukan hanya sekedar memahami relasi kenegaraan Arab Saudi-Indonesia. Ia mengetahui visi dan misi kenegaraan Bung Karno, yang mampu melintasi batas-batas perbedaan apapu.
Fondasi negeri ini yang dibangun Bung Karno dengan idiologi Pancasila terbukti mampu memayungi kebhinnekaan agama, suku, adat istiadat dan lainnya. Pancasila, yang digali Bung Karno dari bumi Indonesia telah tercatat dalam sejarah dunia mampu mengembangkan harmoni hubungan sosial sehingga praktis interaksi multi kultural di negeri ini berjalan begitu dinamis, jauh dari berbagai riak-riak sosial.
Tanpa ragu Raja Salman memberikan pujian terhadap keharmonisan kehidupan sosial di Indonesia . Sebuah negeri berpenduduk sekitar sepuluh kali lipat dari Arab Saudi, dengan keanekaragaman luar biasa namun mampu hidup damai di bawah payung Pancasila. Sebuah acara pertemuan dengan sekitar 24 orang tokoh lintas agamapun digelar Raja Salman, disela kunjungan kenegaraan sebagai bentuk apresiasi pada kemampuan negeri ini mengembangkan harmoni hubungan antar agama.
Di sinilah barangkali mengapa Raja Salman seperti merindukan sosok Bung Karno yang diakui begitu besar jasanya meretas jalan keberadaan negeri ini. Ia sebagai seorang negarawan memahami kapasitas, kualitas dan visi kenegaraan Bung Karno, yang sangat luar biasa. Melalui Puan Maharani, Ibu Megawati, Raja Salman seakan ingin memutar memori indah jejak-jejak Bung Karno dalam meletakkan fondasi kokoh negeri ini. Siapa tahu bisa resep itu bisa menjadi sebuah perbandingan dalam mengatasi riak-riak panas di kawasan Timur Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H