Mohon tunggu...
Muhaimin Abdullah
Muhaimin Abdullah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Matangkan Mental Sebelum Berkeluarga

9 Agustus 2016   12:31 Diperbarui: 9 Agustus 2016   13:04 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daftar Buku Kematangan Mental yang Disarankan

Kematangan diri seseorang memang tidak bisa dinilai hanya dari usia saja. Seorang teman berkelakar, "Menjadi dewasa itu pilihan, sementara tua itu pasti". Kalimat yang sangat sederhana, namun mengandung makna yang tidak sepele. Menjadi dewasa bukanlah salah satu dari hukum alam yang suatu saat nanti kita semua akan sampai pada fase tersebut dengan sendirinya. Dewasa perlu diusahakan, sementara menjadi tua dan renta adalah mutlak.

Beberapa hari yang lalu, sebuah media cetak yang beredar di kota Makassar memberitakan bahwa dalam sehari, 9 wanita di Makassar menjadi janda. Penyebab perpisahan yang mendominasi adalah karena tidak ada lagi keharmonisan dan kecocokan antara suami dan istri. Selanjutnya dijelaskan bahwa mereka yang bercerai tersebut didominasi oleh kalangan yang menikah dibawah usia ideal.

Berita tersebut mengingatkan saya pada sub-judul dari sebuah buku best-seller yang ditulis oleh Daniel Goleman (1999) dalam bukunya yang berjudul "Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi". Pada halaman 17 dalam buku tersebut, ia memilih headings dengan redaksi "Krisis Mendatang: Meningkatnya Intellectual Quotient, Menurunnya Emotional Quotient". Meskipun pembahasannya secara khusus diarahkan pada kematangan mental seseorang dalam hubungannya dengan dunia kerja; namun, jika kita mencoba berpikir lebih luas, sub-judul tersebut turut bersinggungan dengan pertengkaran sebagai penyebab keretakan rumah tangga. 

Bukankah pertengkaran antara suami-istri terjadi karena kurangnya emotional quotient dari salah satu pihak atau bahkan dari keduanya?! Jika Anda sepakat, maka benarlah sabda tokoh nomor 1 dalam buku berjudul "The 100" atau yang dalam edisi bahasa Indonesia terbit dengan judul "100 Tokoh Paling Berpengaruh Dunia" karya Michael H. Hart; bahwa "Musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri (baca: hawa nafsu)". Hawa nafsu itulah yang menjadi biang kerok. Jangan sekali-kali menyalahkan tuhan, kita sebagai 'pilot' dari hawa nafsu itulah yang lebih patut untuk disalahkan. 

Terbesit sebuah pertanyaan, "Seperti apa hubungan antara kematangan mental dengan usia?" Pertanyaan tersebut mencuat karena selama ini saya meyakini bahwa usia bukanlah jaminan kematangan mental seseorang. Buktinya diluar sana sangat banyak orang berusia dewasa yang bermental kekanak-kanakan. Sebaliknya, banyak juga remaja yang 'dianugerahi' mental dewasa. Rasa-rasanya, berita tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Jika data tentang penyebab perceraian yang disajikan benar-benar valid dan reliabel, maka keyakinan saya selama ini tentang 'usia bukanlah jaminan kematangan mental' perlu dipertanyakan kebenarannya. Dengan kata lain, jika benar bahwa kematangan mental seseorang turut dipengaruhi oleh faktor usia, maka sebaiknya kedua faktor tersebut perlu disisipkan sebagai bahan pertimbangan sebelum mengeksekusi rencana pernikahan. Lantas, poin mana yang lebih besar memberikan pengaruh? Apakah faktor kematangan mental; ataukah faktor usia? Berikut ini pandangan subjektif saya.

Kematangan Mental dan Usia

Sependek pengetahuan saya, poin ini banyak diulas dalam kajian psikologi dan konseling. Beberapa buku yang mengulas tentang kematangan mental individu mengerucut kepada kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi, kemampuan berempati, dan kemampuan berpikir logis dibawah tekanan yang berat. Mohon dibenarkan jika saya salah.

Mengutip kata-kata inspiratif dari professor saya (Prof. Dr. Mansur Akil, M.Pd), "Keberhasilan ditunjang oleh 3 faktor; penglamaan, pengalaman, dan pengamalan". Dalam kaitannya dengan kematangan mental, seorang individu perlu mengalami 'penglamaan' dalam 'menyekolahkan' mentalnya; dalam artian memiliki jam terbang yang cukup layak dalam bergelut dengan 1001 gejolak mental. Selanjutnya, 'pengalaman' berfungsi sebagai 'bola kristal' yang akan meramalkan masa depan dengan berkaca pada poin 'penglamaan'; jika emosi meledak, maka hasilnya akan seperti apa. Namun jika emosi berhasil ditekan, maka hasilnya akan bagaimana. Terakhir, 'pengamalan' menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Apakah akan meledakkan emosi ataukah menahannya.

Usia Ideal Pernikahan

Dalam kaitannya dengan faktor usia, sayang sekali tidak ada takaran waktu yang akurat dan spesifik terkait pada usia berapa seseorang dikatakan telah cukup matang secara mental. Hal ini berbeda dengan aspek lainnya seperti akil baligh yang memiliki penanda pasti. Meskipun demikian, usia ideal untuk menikah tetap dapat diperkirakan. Jika berlandas pada asumsi, maka usia 20 tahun untuk wanita, dan usia 25 tahun untuk pria didaulat sebagai ambang batas minimal yang cukup representatif. Asumsinya, pemuda dan pemudi pada usia demikian dianggap telah cukup bekal dalam me-manage konflik. Peran dan andil orang tua tentu saja masih sangat dibutuhkan, terutama dalam mengawal fase-fase awal pernikahan anak mereka. Pada fase ini, proses adaptasi mendalam akan berlangsung. Sifat dan perilaku alami individu akan keluar dan menampakkan individu tersebut sebagaimana adanya. Di fase ini pula, karakteristik dan seluruh perilaku individu akan muncul tanpa 'topeng'.

Tulisan ini memang tidak berlandaskan fakta ilmiah. Meskipun demikian, tidak ada salahnya jika tulisan ini Anda dijadikan bahan pertimbangan; terutama bagi Anda yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Paling tidak, ada gagasan tentang 'kematangan mental' dan 'usia' yang bisa Anda catat dari tulisan ini untuk kemudian Anda telusuri lebih lanjut melalui buku-buku dan dengan bertanya kepada yang lebih ber-'penglamaan', ber-'pengalaman', dan ber-'pengamalan'. Bagaimanapun juga, Andalah yang paling mengetahui takaran kematangan mental Anda sendiri. Jika telah mantap dalam niat, saya turut mendoakan kebahagiaan untuk Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun