Mohon tunggu...
Muhaimin Abdullah
Muhaimin Abdullah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Kekerasan terhadap Guru: Ajang Introspeksi

13 Agustus 2016   11:03 Diperbarui: 15 Februari 2018   13:04 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka berkata, kekerasan dalam dunia pendidikan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Sebagian lainnya berkata, kekerasan yang wajar untuk tujuan mendidik boleh saja dilakukan. Untuk poin kedua, sayang sekali, tidak ada aturan yang jelas tentang batas wajar dari kekerasan yang dibolehkan. Kekerasan dalam dunia pendidikan memang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan beberapa tahun terakhir ini. Kesannya seperti melindungi siswa dari 'kejahatan' guru yang notabene digaji untuk tugas mencerdaskan dan 'menyuntikkan' moral positif kepada siswa.

 Berbeda dengan kami yang bersekolah pada tahun 90-an, yang ketika kami mengadu kepada orang tua karena dicubit guru, orang tua kami malah melengkapinya dengan hukuman tidak boleh keluar rumah selama beberapa hari. Zaman sekarang, pendidik bisa masuk bui hanya karena 'cubitan'.

Beberapa hari yang lalu, santer diberitakan dimedia eletronik dan cetak tentang pengeroyokan ayah dan anak terhadap guru disebuah sekolah ternama di Makassar. Kasus ini mencuat setelah sang guru yang kabarnya sampai mengalami patah tulang hidung karena pengeroyokan ini melaporkan kasus tersebut ke pihak berwajib. Kasus ini terasa sangat aneh karena menurut pemberitaan, sang anak yang notabene adalah murid dari guru yang babak belur tersebut turut mengambil kesempatan dengan melayangkan pukulan pada saat sang ayah 'kalap' di sekolah. 

Dengan kata lain, telah terjadi kekerasan orang tua dan murid terhadap guru. Namun, masih berdasarkan pemberitaan, si murid tidak akan diproses hukum karena masih dibawah umur. Namun, si murid akan menerima sanksi yang tidak kalah beratnya dengan sanksi untuk sang ayah. Kabarnya, murid yang telah 'menghajar' gurunya tersebut akan dikeluarkan dari sekolah dan tidak akan diterima di sekolah lain diwilayah Sulawesi Selatan.

Saya tidak akan menceritakan kronologi kejadian tersebut. Selain karena saya tidak berada di TKP saat pengeroyokan terjadi, poin itu juga bukan inti dari tulisan ini. Poin yang ingin saya tekankan disini hanyalah sebuah ajakan untuk lebih waspada kedepannya. Murid, guru, dan orang tua siswa sebaiknya menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk saling mengintrospeksi diri. Percayalah, peristiwa seperti ini tidak akan pernah menghasilkan pemenang dan pecundang melainkan hanya menyisakan sebuah penyesalan yang diiringi gelak tawa iblis. Ya, satu-satunya pemenang dalam kasus ini adalah iblis penghasut yang menyusup melalui emosi. 

Sebagai anak yang masih dibawah umur, sanksi sosial yang diterima murid ini tidak main-main. Beberapa meme tentang ia dan ayahnya beredar secara viral dijagad maya. Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap psikologis si anak. Tidak hanya sampai disitu, keluarga si muridpun tentu turut terkena efeknya. Selain itu, jika benar si murid tidak akan diterima di sekolah lain setelah dikeluarkan dari sekolah tempat ia menghajar gurunya, maka hancurlah masa depan si murid. Sangat disayangkan, namun seperti inilah harga yang harus dibayar. Semoga murid yang lain dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini.

Sang ayah yang dalam pengakuannya melakukan pemukulan secara spontan tanpa berpikir panjang juga menerima sanksi yang tidak main-main. Kabarnya, ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara menanti dia. Uniknya, sang ayah adalah alumni dari sekolah tempat ia melancarkan aksi pemukulan. Ayah yang menjadi model dalam keluarga ini dapat dikatakan 'sukses' dalam konotasi negatif. Sang anak benar-benar 'me-model' sang ayah yang dibuktikan dengan keikut-sertaan sang anak dalam melancarkan pukulan kepada guru saat penganiyaan berlangsung. 

Bukan hanya sanksi penahanan yang akan diterimanya, pekerjaan-pun tentu akan dikorbankan. Belum lagi menanggung efek dari status 'mantan narapidana' setelah bebas dari tahanan jika nantinya ia benar-benar ditahan setelah persidangan. Hal ini tentunya akan menyulitkan sang ayah untuk mendapatkan pekerjaan. Merespon kejadian yang katanya terjadi secara spontan ini, akan jauh lebih bijaksana jika orang tua dapat lebih jeli dalam merespon pengaduan anaknya; tidak serta merta datang ke sekolah untuk melampiaskan emosi sebelum mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.

Sang guru yang oleh rekan sejawatnya dikenal sebagai guru yang sabar, dalam pemberitan terakhir, sedang dirawat di RS. Bhayangkara Makassar karena mengalami patah tulang hidung. Sang pendidik yang saat melaporkan penganiayaan yang dialaminya kepada pihak berwajib dengan mengenakan baju putih bernoda merah (bercak darah) ini terlihat dalam kondisi lemah saat diliput media.

 Tugas mulia sang guru hari itu harus dibayar dengan babak belur. Dalam liputan yang disiarkan oleh salah satu stasiun TV, guru yang dihujati kata kotor khas Makassar oleh muridnya sendiri sebelum penganiayaan terjadi ini terlihat terbaring dengan infus ditangannya. Meskipun mendapatkan pembelaan dari masyarakat, tidak ada salahnya jika kejadian ini turut dijadikan pelajaran oleh guru-guru yang lain agar kiranya dapat lebih bijak dan sabar dalam bertugas. Tugas seorang guru memang berat. Selain mengajar, guru juga dituntut untuk mendidik; menggantikan peran orang tua di rumah. 

Sebagai pengajar yang berpengetahuan luas, dan sebagai pendidik yang terdidik, akan lebih menawan apabila tugas mulia tersebut dilakoni dengan menyertakan sedikit kesabaran; apalagi jika yang dihadapi adalah anak usia labil. Namun, untuk kasus yang satu ini, jika benar si murid mengeluarkan kata kotor kepada gurunya sesaat sebelum penganiyaan terjadi, sebagai seorang manusia yang memiliki perasaan, saya rasa siapapun akan marah. Meluruskan sikap tidak etis seperti ini adalah salah satu tujuan pendidikan. Meskipun demikian, guru yang teraniaya ini kabarnya tidak melakukan aksi yang berlebihan saat merespon kata kotor si murid. Salut untuk guru seluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun