Mohon tunggu...
Muhammad Daffa
Muhammad Daffa Mohon Tunggu... Lainnya - GEOGRAPHY EDUCATION '20 UNILA

Pemuda yang sedang memperjuangkan gelar S. Pd.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Peningkatan Ketinggian Muka Air Laut

20 Desember 2020   03:52 Diperbarui: 20 Desember 2020   04:57 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perubahan Iklim merupakan suatu fenomena dimana terjadinya suatu perubahan atau anomali yang tidak sesuai dengan kondisi biasanya pada iklim yang mencakup daerah yang luas dengan rentang waktu atau musim yang cukup panjang sebagai hasil dari Pemanasan Global. Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 Celcius (1.33 0.32 Fahrenheit) selama seratus tahun terakhir. Mungkin angka tersebut terlihat cukup kecil bagi sebgaian orang, terlihat cukup sepele tidak sampai menyentuh satu derajat celcius, namun angka yang terlihat kecil tersebut dapat berpengaruh sangat besar bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Perubahan iklim sendiri sudah terjadi sejak lama dan berlangsung di seluruh dunia. Faktor - faktor  Perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia berlangsung secara perlahan - lahan namun semakin lama makin masif dan meluas, muncul secara sporadis di berbagai tempat dan menimbulkan perubahan yang saling berkitan antara daerah atau regional satu dengan lainnya. Perubahan iklim menjadi masalah serius bagi seluruh umat manusia dan perlu mendapat penanganan lebih lanjut agar perubahan iklim tidak semakin parah di masa yang akan datang.

Peningkatan suhu rata - rata atmosfer diprediksi telah terjadi sejak awal abad ke-19. Dimana pada saat itu mulai terjadi perkembangan dunia yang dipelopori oleh revolusi industri pertengahan abad 18 sampai awal abad 19. Revolusi ini dimulai di Inggris dengan perkenalan mesin uap berbahan bakar batubara dan ditenagai oleh mesin terutama dalam produksi kain atau tekstil. Kawasan Industri di Indonesia juga makin lama makin cepat berkembang. Hal ini menyebabkan jumlah polutan atau gas buang yang dihasilkan oleh pabrik pabrik juga meningkat sehingga dampak perubahan iklim semakin cepat pula dirasakan. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan konsenterasi efek gas rumah kaca yang dipelopori oleh aktivitas dari manusia.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan ada peluang yang berkembang bahwa suhu global akan naik lebih dari 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan. Pendapat dari badan antariksa Amerika Serikat (NASA) didukung oleh Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) mengemukakan bahwa tren pemanasan global terus terjadi dan mengalami peningkatan setelah tahun 2010. Dalam satu abad terakhir, tercatat kenaikan suhu Bumi rata-rata lebih dari 1 derajat Celcius. Kenaikan ini utamanya disebabkan oleh tidak terkendalinya emisi gas karbon dioksida (CO) dan gas buang (emisi) lainnya hasil dari aktifitas kehidupan manusia yang merusak atmosfer. Tren pemanasan global paling terlihat dampaknya di kawasan Arktik atau Kutub Utara, selama kurang lebih satu dasawarsa terakhir kerap dilaporkan kehilangan cukup banyak volume es dari daratan glasial di daerah tersebut setiap tahunnya. Begitupun juga kawasan Antartika di belahan bumi Selatan, yang meskipiun mengalami pencairan es lebih sedikit dibandingkan dengan pencairan es di belahan bumi Utara, namun tetap dianggap mengkhawatirkan, khususnya terkait dampaknya pada peningkatan permukaan air laut.

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dan ilmuan dari beberapa universitas terkemuka asal Inggris dan dipublikasikan dalam sebuah jurnal yang berjudul Cryosphere Discussions menyimpulkan beberapa fakta mengejutkan tentang pencairan es di bumi. Fakta tersebut yaitu, sekitar 28 triliun ton es telah menghilang dari permukaan bumi sejak tahun 1994. Fakta yang mereka dapatkan tersebut berdasarkan hasil dari penelitian menggunakan metode analisi survei menggunakan satelit pada gletser, gunung es, serta lapisan es yang berada di dua kutub dunia untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global. Peneliti mengatakan, mencairnya gletser dan lapisan es dapat menyebabkan permukaan laut naik secara dramatis yang diprediksi kemungkinan kenaikan tersebut mencapai satu meter pada akhir abad ini. "Setiap sentimeter kenaikan permukaan laut, berpotensi 'mengusir' satu juta orang yang tinggal di wilayah yang rendah," kata Profesor Andy Shepherd selaku peneliti yang tergabung dalam tim ilmuan tersebut. Beberapa konsekuensi harus diterima dari pencairan es yang cukup ekstream tersebut yaitu berkurangnya kemampuan bumi dalam memantulkan radiasi sinar matahari kembali ke luar angkasa dan potensi terjadinya gangguan biologis di wilayah Arktik dan Antartika.

Indonesia juga memiliki lapisan es atau gletser seperti di daerah kutub, kelompok gletser tersebut merupakan peninggalan dari zaman es prasejarah yang terletak di puncak Pegunungan Jayawijaya yang biasa disebut Puncak Cartenz (Cartenz Top) atau bagi para pendaki lebih dikenal dengan istilah salju abadi. Pegunungan Jaya Wijaya di Papua bedara dalam region Taman Nasional Lorentz yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan dan cagar alam dunia. Pegunungan Jayawijaya terbentuk saat terjadi benturan antara lempeng benua Australia dengan Lempeng Pasifik pada Zaman Miocene Tengah. Atau sekitar 15 juta tahun yang lalu dan pegunungan ini pada awalnya merupakan bagian dasar samudra terbukti berdasarkan analisis dari struktur tanah dan batuannya. Namun sayangnya tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988 dan perlahan terus mengalami pengurangan, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang.  

Pemanasan global yang terjadi menyebabkan pencairan es di kutub utara maupun selatan sehingga massa air di bumi semakin meningkat, akibatnya permukaan air laut juga meningkat. Hal ini sangat mengkhawatirkan kehidupan umat manusia. Masyarakat akan tinggal mendekati wilayah perbukitan atau dataran yang lebih tinggi dikarenakan air laut mulai menggerus pemukiman masyarakat yang ada di pesisir pantai. Jika saja pulau tersebut tidak memiliki dataran yang lebih tinggi bukan tidak mungkin pulau tersebut akan tenggelam dan berada dibawah air laut. Contohnya Kepulauan Maldives atau Maladewa yang saat ini popular di kalangan wisatawan karena keindahan alam bahari. Diprediksi pulau tersebut akan tenggelam akibat peningkatan air laut yang cukup ektream. Atau kota Venesia di Italia, merupakan kota yang dikenal dengan seribu pintu air atau kanal yang diprediksi akan sama nasibnya dengan Kepulauan Maladewa. Di Indonesia khususnya yang merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 pulau yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, kenaikan permukaan air laut memberikan efek buruk bagi masyarakat di wilayah pesisir pantai seperti terjadinya banjir rob di sepanjang  wilayah pantai utara seperti di Jakarta atau di Semarang. Jika air laut meninggi ditambah dengan adanya faktor-faktor lain penyebab air laut pasang maka banjir rob tidak mungkin dapat dihindarkan dan berpotensi menimbukan dampak negatif serta kerugian bagi masyarakat.

Untuk itu guna mencegah peristiwa yang tidak kita inginkan akibat dari perubahan iklim, maka sebiknya kita lebih peduli terhadap kelestarian lingkungan karena perubahan iklim dapat kita kurangi melalui beberapa cara yang dalam kehidupan sehari hari. Biasakanlah untuk membuang sampah yang telah disortir berdasarkan kelompok dan jenisnya (organik dan anorganik). Terapkan konsep gaya hidup go green dan cinta lingkungan seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai serta melakukan penanaman pohon guna memperbaiki kadar kualitas udara. Menjalankan konsep "3R" (Reuse, Reduce, and Recycle) atau konsep daur ulang sampah dalam kehidupan sehari-hari. Menggunakan trasportasi publik guna mengurangi emisi gas buang kendaraan pribadi. Hemat energi dengan mematikan peralatan elektronik, pendingin ruangan, dan lampu bila tidak digunakan karena hal - hal tersebut turut serta dalam menyokong pertambahan gas efek rumah kaca. Yang terakhir adalah bijak dan santun dalam penggunaan sumberdaya dalam pemenuhan kebutuhan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Sekian Terimakasih Semoga Bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun