Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Shopyan
Muhammad Irfan Shopyan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Siswa

Seorang pelajar SMAN 1 Singaparna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Insiden Wahana Jembatan Kaca "The Geong Banyumas", Pentingnya Memperhatikan Standarisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Objek Wisata

14 Desember 2023   21:04 Diperbarui: 14 Desember 2023   21:15 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Rabu, 25 Oktober 2023 sebuah wahana jembatan di area pegunungan The Geong Banyumas, Jawa Tengah pecah ketika sedang dilewati oleh para wisatawan yang sedang berkunjung. Satu orang wisatawan dikabarkan tewas dan lainnya luka-luka akibat insiden tersebut.

Insiden ini berawal ketika rombongan wisatawan asal Cilacap yang terdiri atas 11 orang dewasa dan 2 orang anak-anak mengunjungi kawasan wisata The Geong pada pukul 10.00 WIB. Dari 15 orang tersebut, empat wisatawan diantaranya melakukan swafoto di atas jembatan kaca.

"Empat orang diantaranya melakukan swafoto di lokasi Jembatan Kaca. Ketika (empat pengunjung) sampai di tengah, ternyata jembatan kaca tersebut pecah dan terjadilah insiden tersebut.", kata Setia.

Ketika memasuki kawasan The Geong, rombongan terbagi menjadi dua. Satu rombongan yang terdiri dari 7 orang berada di sebelah barat, sedangkan rombongan lainnya tengah berswafoto di sebelah timur dekat dengan pintu keluar. Namun, salah satu lembar kaca pijakan pecah sehingga empat orang wisatawan dalam rombongan tersebut jatuh. Dua orang korban tergantung di besi landasan kaca yang pecah, serta dua korban lainnya terjatuh ke tanah dengan ketinggan 15 meter.

Para saksi dan pengelola wisata menolong para korban dan membawa seluruh korban ke luar lokasi wisata. Dua korban yang tergantung pada besi landasan kaca mengalami luka ringan dan diobati di lokasi. Sementara itu, dua korban lainnnya yang terjatuh dari ketinggian 15 meter dilarikan ke RSUD Margono Soekarjo Purwokerto untuk penanganan lebih lanjut. Namun, satu korban berinisal FA (49) dinyatakan meninggal dunia.

Dampak dari insiden pecahnya jembatan kaca tersebut membuat 3 orang terluka yang diantaranya mengalami patah pinggang dan satu orang meninggal dunia, Hutan Pinus Limpakuwus ditutup akibat pecahnya jembatan The Geong Banyumas, serta polisi menetapkan pengelola The Geong di Hutan Lumpakuwus yaitu Edi Suseno (63) sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara.

Atas kejadian tersebut, Kapolresta Banyumas, Kombes Edy Suranta Sitepu, menjelaskan bahwa pihaknya langsung mendatangi wahana untuk melakukan pendataan sehingga lokasi tersebut ditutup untuk sementara. Pihak Kepolisian tengah menunggu hasil laporan dari Laboratorium Forensik Polda Jateng untuk melakukan penyelidikan. Pihak Polisi juga menggandeng tim ahli untuk menyimpulkan apakah jembatan kaca tersebut layak untuk digunakan atau tidak.

Dari pemeriksaan 12 saksi serta pemilik jembatan ditemukan beberapa kejanggalan.
1. Tidak pernah ada uji kelayakan dan keselamatan terhadap jembatan kaca dari pihak terkait.
2. Jembatan ini tidak pernah dirawat atau mendapatkan perawatan khusus oleh pemilik.
3. Di jembatan kaca ini tidak ada papan peringatan, imbauan, atau larangan bagi pengunjung jembatan kaca.
4. Pemilik hanya sekali memberikan arahan pada karyawan pada saat pembukaan wahana jembatan kaca.
5. Di sekitar atau di bawah jembatan kaca tidak ada jaring pengaman bagi pengunjung.
6. Penjaga pintu masuk wahana/tiket tidak mengetahui SOP terakit keamanan dan keselamatan bagi pengunjung.
Adapun spesifikasi dari jembatan tersebut adalah :
* Tebal kaca 1,2 cm (centimeter)
* Lebar kaca 118 cm
* Panjang kaca pecah 243 cm
* Jenis kaca tipe 1000
* Tinggi tanah dan jembatan 15 m (meter); jarak 1.215 cm dari pintu timur
* Panjang jembatan kaca dengan total 25 m dan lebar 2 m
* Menggunakan tempered glass dengan ketebalan 12 mm dan 24 mm

Pentingnya Memperhatikan Standarisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Objek Wisata

Pengertian K3 sendiri menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik), penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.

Dengan kata lain bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya berfokus pada keselamatan dan kesehatan para pekerja ketika membangun, memproduksi serta mengeksekusi projek yang nantinya akan digunakan oleh orang banyak tetapi juga berfokus pada keselamatan dan kesehatan pasca projek atau ketika suatu bangunan telah selesai dibangun. Apabila kita memasukkan hal ini ke dalam Insiden Wahana "The Geong Banyumas" dapat diartikan bahwa K3 tidak hanya dilakukan ketika kontruksi jembatan kaca tersebut berlangsung saja, tetapi juga ketika jembatan kaca tersebut telah selesai dibangun. 

Sebelum digunakan oleh khalayak umum jembatan kaca tersebut harus memenuhi Standarisasi K3 karena keselamatan bagi pengunjung sangat vital dan harus menjadi prioritas utama. Meskipun Wisata Alam Hutan Pinus Limpakuwus telah tersertifikasi CSHE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability) pada 2021 dengan kategori daya tarik wisata, tetapi sayangnya mereka belum memverifikasi ulang CSHE tersebut yang memang seharusnya dilakukan secara berulang untuk menjamin keselamatan para pengunjung. Yang lebih disayangkannya lagi adalah tidak pernah ada uji kelayakan terhadap jembatan kaca dari pihak terkait.

Bentuk kecelakaan yang biasa terjadi di wahana wisata biasanya disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal (manusia) dan faktor eksternal (lingkungan).

Faktor eksternal (lingkungan) dapat dilihat dari kondisi jembatan kaca yang dilewati oleh para wisatawan. Spesifikasi jembatan kaca yang kurang meyakinkan menjadi faktor utama insiden tersebut bisa terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari spesifikasi kaca yang digunakan hanya memiliki ketebalan sekitar 1,2 cm saja ditambah lagi dengan lebar yang hanya 6 m membuat jembatan tersebut tidak bisa menahan tekanan dan beban berlebihan dari para wisatawan yang berkunjung. 

Sebagai perbandingan Jembatan Kaca Zhangjiaje yang berlokasi di Zhangjiaje, Hunan, China memiliki 3 lapis lempeng kaca yang ditambahkan dengan tempered glass setebal 2 inci (5 cm) serta memiliki lebar sebesar 6 meter yang membuatnya dapat sangat kokoh dalam menahan tekanan dan beban dari wisatawan yang berkunjung meskipun jembatan tersebut berada di ketinggian 300 meter di atas tanah.

Faktor internal (manusia) dapat dilihat dari kondisi tubuh wisatawan yang melewati jembatan kaca tersebut. Faktor fisik sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan terlebih lagi dengan ketebalan kaca yang hanya 1,2 cm. Semakin besar fisik seseorang semakin besar beban dan tekanan yang diterima oleh jemabatan kaca begitu pula sebaliknya. Selain faktor fisik, faktor psikis juga sangat berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan. 

Di dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdapat apa yang disebut dengan Persepsi Resiko. Persepsi Resiko adalah penilaian seseorang terhadap bahaya yang mungkin menimbulkan ancaman langsung atau jangka panjang terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya. 

Persepsi ini dibentuk oleh faktor internal, seperti suasana hati, tingkat stres, memori dan pengalaman pribadi. Dengan tidak adanya papan peringatan, imbauan atau larangan bagi pengunjung jembatan membuat para wisatawan menjadi lengah dan tidak berhati-hati sehingga para wisatawan tidak terlalu memikirkan bahaya apa yang akan terjadi ketika melakukan sesuatu pada saat mereka melewati jembatan kaca tersebut. Tetapi sebaliknya, jika terdapat papan peringatan, imbauan atau larangan akan membuat para wisatawan lebih berhati-hati dan memperhatikan keselamatannya selama melewati jembatan tersebut.

Pengimplementasian IPTEK untuk Mencegah Insiden Serupa Terjadi Kembali

Ditengah era globalisasi yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia pada masa ini. Semua bidang dalam kehidupan tak luput dari globalisasi dan perkembangan IPTEK, tak terkecuali K3. Peingmplementasian IPTEK untuk mencegah insiden seperti Jembatan Kaca di The Geong Banyumas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan :

1.) Pemasangan Sensor Beban
Pemasangan sensor beban di bawah jembatan untuk memberikan sinyal lampu merah sebagai pemberi peringatan jika terjadi instrumen pergerakan, retakan kaca, dan beban berlebih pada jembatan. Teknologi seperti ini dapat meningkatkan kewaspadaan wisatawan maupun petugas keselamatan wahana.

2.) Menggunakan Bahan Kaca Tipe Tempered Glass Dua Lapis
Bahan kaca yang digunakan sangat penting dalam pembuatan jembatan kaca, karena kualitas dari kaca yang dipakai sangat menentukan layak tidaknya suatu jembatan kaca dapat beroperasi atau dilewati oleh para wisatawan. Meskipun Jembatan Kaca "The Geong Banyumas" sudah memakai tempered glass tetapi satu lapis saja tentu tidak cukup. Dengan menggunakan dua lapis kaca tipe tempered glass yang bagian atas serta bawahnya direkatkan dengan material SGP (Sentry Glass Plus) dapat merekatkan dan memberikan kekuatan tambahan pada kacanya.

3.) Penyediaan Alat Pengaman Bagi Pengunjung
Minimnya alat pengaman bagi pengunjung dapat menghasilkan dampak yang parah ketika terjadi kecelakaan. Penggunaan jembatan haruslah menggunakan dua konsep alat pengaman untuk pengunjung, yang pertama pelindung kaki yang digunakan ketika melewati jembatan, dan yang kedua menggunakan body harness yang dikaitkan di satu sisi jembatan.

4.) Pemasangan Jaring di Bawah Jembatan
Pemasangan jaring dengan teknologi serat yang kuat merupakan sebuah bentuk pencegahan untuk meminimalisir korban tewas ketika terjadi kecelakaan pada jembatan kaca. Sehingga, ketika terjadi insiden seperti Jembatan Kaca The Geong Banyumas maka korban yang jatuh tidak akan langsung menyentuh tanah tetapi akan ditahan oleh jaring yang berada di bawah jembatan.

Dari insiden di atas dapat memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya memperhatikan Standarisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk menjamin keselamatan dan kesehatan sebelum ataupun setelah sebuah bangunan dibangun terlebih lagi objek wisata yang menjadi daya tarik bagi berbagai kalangan seperti dewasa, remaja, dan anak-anak. Serta betapa pentingnya suatu perusahaan wisata untuk bisa mengikuti kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam memaksimalkan kesehatan serta keselamatan baik untuk para pekerja maupun pengunjung dari objek wisata yang ditawarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun