Pengendalian pemahaman sejarah merupakan salah satu bentuk besarnya kekuatan pemerintah terhadap masyarakat. Surplus kekuatan tersebut juga tidak bias dikatakan hal yang baik bagi kehidupan bernegara, jika akhirnya dengan kekuatan yang besar, negara sampai dapat memaksakan pemahaman, maka individu dibuat seperti tidak memiliki daya dan kehendak untuk hidup bernegara dengan gambarannya sendiri. Hikmah yang harus dipetik dan dijalankan oleh reformasi dari keadaan tersebut adalah upaya untuk Mengurangi kekuatan pemerintah. Bukan dalam artian yang "radikal", tapi untuk menghindari prilaku Abusif oleh negara. Tentu prilaku itu mungkin terjadi karena negara memiliki segala sumberdaya serta legitimasi untuk melakukan tindakan-tindakan semacam itu. Point utama pada hakikat ini adalah membuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat sipil se-proporsional mungkin. Jangan salah tafsir!
Terakhir adalah Pluralisasi Informasi. Statistik mencatat, setahun paska reformasi, pemerintah sudah menerbitkan lebih dari 300 izin usaha pers. Dapat kita bayangkan masifnya kemunculan pers tersebut sebagai sebuah penanda terbukanya pintu-pintu informasi yang sangat banyak. Media memang salah satu tonggak demokrasi yang memiliki tanggung jawab membuat dan mendistribusikan informasi kepada seluruh masyarakat. Informasi dari berbgai sumber dapat membuat masyarakat menentukan sikap dan pilihan dengan banyak alat perbandingan. Pada masa ini, proses dan hasilnya dapat kita nilai bersama, untuk itu dengan beragamnya informasi yang dapat dengan mudah di akses jangan sampai terjadi disorsi informasi ditengah masyarakat yang menyebabkan kebingungan hingga mempersulit kita dalam menentukan yang benar dan yang salah. Â Karna bagaimana pun juga informasi tersebut sekalipun salah akan diterima sebagai informasi juga, karena itu konsumen informasi dituntut cerdas dalam menerima informasi.
Tulisan ini merupakan opini pribadi yang dilandaskan dari argumentasi politik Eep Saefulloh. Bagaimana pun juga enam point pandangan hakikat reformasi ini bukan serta merta mematenkannya menjadi sesuatu yang "saklek" dan menutup pandangan lain soal hakikat reformasi yang lain, melalui  bangunan argument ini setidaknya kita mendapat gambaran soal apa sih yang disebut sebagai reformasi besrta fungsinya?. Dengan memahami era politik kehidupan, kita dapat mengetahui apa saja yang dapat kita lakukan dan memahami batas-batas norma dan etiknya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H