Takbir terus berkumandang ketika usai salat Maghrib ditunaikan. Sejak itu pula sudah bercampur aduk perasaan. Tahun ini genap dua kali sesak di malam Lebaran. Namun, doa terus dipanjatkan agar kelak masih bertemu dengan Ramadan. Dan tidak lagi sepi saat Lebaran.Â
Berbagai jenis ucapan Idulfitri pun berdatangan. Mulai dari gambar hingga video berisi ucapan. Semuanya meminta maaf karena hari ini sudah Lebaran. Lalu, maaf seperti apa kemudian yang dimaafkan dan dimintakan maaf?
Jujur saja, saya selalu bingung dengan "maaf" ini. Satu kata tetapi memberikan banyak interpretasi. Dan mengapa harus menunggu Lebaran untuk mengkhususkan satu kata ini?
Minta Maaf, Tulus atau Formalitas Lebaran Saja?
Sejak takbir hari raya idulfitri dikumandangkan, saya mengamati satu per satu pesan yang masuk. Tak sedikit permintaan maaf muncul dengan hasil kata-kata yang disalin tempel dan hanya diedit pada bagian nama saja. Salahkah? Oh tentu tidak! Lagian saya siapa kalau harus menghukumi itu dosa. Kecuali tulisan yang disalin tempel dengan niat tertentu atau dengan sengaja, mungkin itu yang membuat saya geram.Â
Namun, untuk kata-lata minta maaf di saat hari raya, saya masih menyimpan sedikit keraguan kalau maaf yang terucap hanya sekadar formalitas karena ingin dianggap ada dan merayakan Lebaran. Hanya satu dua yang menuliskan permintaan maaf dengan kalimat sendiri dan tampak benar-benar datang dari lubuk hati terdalam. Ups... saya terlalu bersikap seperti Tuhan saja jika beropini seperti ini. Padahal, dalamnya hati yang mengirim pesan pun pastinya cuma Allah yang paham.Â
Lalu, apakah memaafkan semua yang kemudian menyapa dan meminta maaf? Hmm, lagi saya harus bertanya pada diri saya, "Siapakah saya sehingga mampu menentukan mana yang harus dimaafkan mana yang tidak?"Â
Hikmah Memaafkan dan Dimaafkan
Pastinya, memaafkan justru menjadikan kita pribadi yang memiliki jiwa besar dan wibawa yang tinggi di mata orang yang meminta maaf. Terlepas apakah memaafkan tulus tidaknya diucapkan dan benar-benar dari hati, semua dikembalikan lagi pada diri dan Allah. Seberapa besar kita jujur pada diri sendiri. Sebab, sikap memaafkan dengan tulus akan terlihat perbedaannya.Â
Begitupun dengan dimaafkan...
Ketika mendengar ucapan orang yang memberikan maaf pada diri kita, tentunya akan menghasilkan ekspresi dan perilaku yang berbeda. Beban terasa hilang begitu saja. Sesak di dada pun perlahan lega. Bahkan senyum bisa terukir karena mendengar bahwa kita sudah dimaafkan. Ibarat hakim yang memberikan putusan bebas meskipun tadinya kita berbuat kesalahan. Ampunan dari hakim saja bisa membuat kita bahagia, bagaimana dengan ampunan Allah? Pastinya akan jauh lebih bahagia dan tidak terbayar dengan rupiah.Â
Memaafkan dan Dimaafkan menjadi pasangan yang akan memberikan nilai berbeda dari kehidupan kita sebelumnya. Tergantung sejauh mana memaknai maaf ini. Sebab ada juga yang meminta dan memberi maaf keduanya tidak memberikan efek apa-apa karena keluar semata-mata hanya ucapan saja. Bukan dari hati yang memaknai arti memaafkan dan dimaafkan.Â
Memaafkan dan Dimaafkan Edisi Virtual, Masihkah Sakral?Â
Meminta maaf dan diberi maaf secara virtual, apakah sudah mewakilkan kesakralan momen maaf-maafan di hari Lebaran? Semuanya memang akan kembali pada jiwa-jiwa yang melakukannya. Ketika memberi dan diberi maaf masih menyisakan kesan dan perubahan signifikan untuk perilaku pada hari-hari kehidupan berikutnya, pastinya tetap akan bernilai sakral.Â