Sudah masuk akhir Ramadan, Rara masih saja berharap ada keajaiban. Bibirnya terus merapal do'a agar tak mendapat tamu bulanan. Pasalnya, dia terlanjur ikut taruhan dengan Laila bahwa dia bisa puasa penuh sebulan. Padahal, bisa dihitung jari perempuan yang bisa dalam kondisi demikian. Namun, janji sudah terlanjur terucap, Rara terus berdo'a pada yang memegang ketetapan.Â
Rara berani dan sepertinya terlalu sombong sehingga tergelincir pada janji seperti itu. Laila sendiri sebenarnya hanya menguji Rara jelang Ramadan. Apakah sombongnya masih terpelihara atau malah berubah menjadi lebih baik dan penuh kebaikan. Laila pun menanti informasi Rara karena puasa sudah masuk hari ke dua puluh delapan.Â
"Ra, sudah bolong puasanya?"Â
"Belum dong, La. Pasti aku full ini."
Kalimat Rara ternyata masih bernada sombong. Laila hanya bisa tersenyum membaca chat Rara yang diharapkan tak berbohong.Â
***Â
"Memang taruhanmu berapa?" Tanya Fara, adik Rara yang mengetahui permasalahan setelah kakaknya cerita.
"Taruhannya sih cuma dua ratus ribu. Namun, aku yang malu karena terlalu percaya diri."
"Ya kakak kok bisa-bisanya taruhan begitu. Sekarang pusing 'kan? Malah enggak khusyu' ibadah. Bahkan tuh mimpi terus."
"Iya nih. Tahu sendiri kakak kalau banyak pikirannya jadinya kebawa sampai mimpi."
"Memang kakak belum haid beneran? Atau jangan-jangan kakak bohong?"