"Siapa yang mau hadiah Lebaran?"
Seru bapak saat keluar dari kamar. Tangannya memegang Quran. Wajahnya mengukir senyum ceria.Â
"Sayaaa..."Â
Saya dan adik kompak teriak. Siapa yang tidak mau hadiah Lebaran dari bapak? Padahal Ramadan tahun sebelumnya anak-anaknya sumringah menerima hadiah Lebaran yang di luar ekspektasi. Sehelai uang seratus ribu bisa menjadi milik kami ketika tantangan bapak tuntas dikerjakan dengan baik dan jujur.Â
Ya, bapak selalu mengajak kami untuk semangat menyambut Ramadan dengan iming-iming hadiah Lebaran. Wujudnya terserah bapak tetapi pasti bukan sesuatu yang sepele. Bapak tahu, perjuangan menyelesaikan tantangan selama Ramadan itu penuh godaan. Hadiahnya pun tidak boleh sembarangan.Â
Dan Lomba khatam Quran menjadi momen yang akan selalu kami nanti sebagai anak-anaknya.Â
Mengapa Harus Lomba Khatam Quran?
Saya pernah bertanya pada bapak alasan memilih lomba ini. Jawabannya pun sangat sederhana.Â
"Kapan lagi kalian mau lebih dekat dengan Quran dan semalaman bersamanya jika bukan bulan Ramadan? Semakin besar kalian punya aktivitas yang banyak juga. Tidak salah jika bapak menantang kalian harus khatam Quran. Sekali setahun datangnya dan tidak ada jaminan akan bertemu lagi tahun-tahun berikutnya."Â
Jawaban ini kemudian yang memotivasi saya untuk tidak berhenti menantang diri saya bahwa di bulan Ramadan harus khatam Quran, bagaimanapun caranya. Saya perempuan yang memiliki masa libur untuk melakukan ibadah salat, puasa dan pastinya juga mengaji. Maka, sungguh sangat luar biasa nikmatnya jika mampu sampai pada surah terakhir dalam Quran meskipun ada bolong puasa.Â
Bapak juga pernah mengingatkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan turunnya Quran. Jadi, manfaatkan sebaik-baiknya agar bisa khatam dan mendapatkan keberkahan karena senantiasa membacanya di waktu-waktu Ramadan. Apalagi Ramadan selalu identik dengan banyaknya orang yang memanfaatkan dengan aktivitas tidur. Mengapa tidak dihabiskan dengan membaca Quran dan mentadabburi artinya?!Â
Jelang 11 tahun kepergian bapak untuk selamanya, suasana mengaji bersama beliau masih sangat terasa. Rindu untuk bertemu dengan beliau semakin membuncah tatkala ayat demi ayat saya baca di waktu Subuh. Sungguh, suara beliau seperti sangat jelas melantunkan ayat-ayat suci Quran.Â
Tips Khatam Quran dengan Baik dan JujurÂ
Mengajak khatam Quran tentunya melihat juga kondisi setiap anak-anaknya. Ada laki-laki dan perempuan yang tentunya memiliki karakter dan aktivitas yang berbeda. Maka beliau mengajarkan bahwa setiap salat setidaknya baca minimal 2 halaman, tidak kurang. Jika saat salat masih ada waktu dan tidak ada aktivitas mendesak, maka tambah menjadi kelipatan halamannya. Jadi, bisa 4 halaman atau 6 halaman, tergantung kesanggupan dan pastinya tidak memaksakan.
Ya, jika dalam posisi mengantuk yang amat sangat, beliau menyarankan untuk memperbaharui wudhu lalu melanjutkan baca Quran lagi. Namun, jika kantuk tidak tertahan, maka bapak menyarankan untuk istirahat atau tidur saja. Hal ini untuk mengantisipasi salah baca karena mata tidak fokus lagi dengan huruf. Salah baca dalam Quran, artinya salah makna. Dan kalau sudah salah makna, pahala tidak akan diperoleh alias sia-sia.Â
Nah, untuk anaknya yang perempuan seperti saya, beliau menyarankan untuk membaca minimal 4 halaman setiap salat dan melebihkannya jika masih sanggup. Karena masa menstruasi yang menghalangi baca Quran waktunya juga bermacam-macam sehingga diminta untuk memaksimalkan waktu.Â
***Â
Well, lomba khatam Quran di bulan Ramadan untuk mendapatkan hadiah Lebaran memang tidak salah untuk diperkenalkan ke anak-anak. Menurut beberapa pakar, anak-anak masih punya semangat yang sangat optimal ketika melakukan pekerjaan yang mendapatkan imbalan. Pelan-pelan disampaikan dan kelak ketika dewasa, membaca Quran sudah menjadi kebiasaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H