Sekelumit Kisah tentang Mantan yang Harus Diikhlaskan -- Sebenarnya saya bimbang menuliskan ini. Bukan karena takut dibaca suami.Â
Saya hanya harus membuka kembali lembaran demi lembaran yang sejatinya sudah ditutup rapat bersama dengan keputusan untuk mengakhiri masa sendiri. Karena mantan tak ada yang bisa menjaga hati.
Lagipula sebenarnya saya bingung apakah berhak mereka disebut mantan. Karena ada yang tiba-tiba dekat dan pergi begitu saja bahkan ada yang dekat hanya untuk memanfaatkan keadaan. Semua harus direlakan meskipun tak bisa dipungkiri karena menjadi kenangan.
Beberapa kisah yang saya ceritakan di sini, bukan untuk kemudian menguak luka lama. Hanya saja, saya ingin semuanya berkaca bahwa terkadang Tuhan mempertemukan dengan jodoh setelah melewati beberapa luka. Mungkin untuk memastikan, seberapa kuatnya bertahan untuk cobaan hati yang menerpa. Karena biduk rumah tangga bukan lagi persoalan rasa yang ada. Rumah tangga membutuhkan kekuatan survive dan saling memahami untuk visi masa depan yang sama.
Didekati Senior di Kampus karena Suka sama Adik Angkat
Diperhatikan oleh kakak tingkat memang menyenangkan. Apalagi kalau selalu diingatkan tentang jadwal perkuliahan. Belum lagi selalu dikirimkan makanan ketika ada kelas laboratorium yang mengharuskan saya berangkat pagi buta dari rumah yang jaraknya membuat orang selalu heran. Ya, heran karena saya mampu melaluinya setiap hari tanpa merasa itu beban.
Ternyata kebaikan itu hanya sebuah jalan untuk mewujudkan sebuah impian. Pastinya bukan dengan saya yang sudah merasa di atas awan.Â
Kakak senior melakukannya demi adik angkat yang sering menemui saya di kampus untuk sekadar berdiskusi dan menghabiskan waktu sebelum masuk waktu perkuliahan.
Ya, adik angkat yang sampai saat ini sudah tak lagi berkomunikasi dengan saya. Namun, bukan karena kakak senior ini sehingga saya memilih menjauh darinya. Saya menjauh karena ada underestimate yang sampai sekarang masih membekas dan itu sangat menyakiti prinsip kejujuran saya.
Balik ke kakak senior...
Kini, saya tahu seperti apa kehidupannya. Entah benar bahagia atau "tampak bahagia" (mengutip kalimat Ari Lasso pada sebuah ajang pencarian bakat) karena saya selalu percaya, semua yan dilakukan aka nada ganjarannya.
Mungkin ada yang bertanya, "Memangnya sang kakak senior bilang suka gitu sama kamu?". Hmm... andai tak ada kalimat-kalimat indah yang pernah dilontarkan beliau, tak akan mungkin kisah ini begitu membekas dan membuat pilu.