Pasca 1 April 2012, PKS sepertinya memiliki 'amunisi' baru untuk meningkatkan (atau memperbaiki?) citranya di masyarakat.
'Amunisi' yang dimaksud adalah 'penolakan' PKS terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April 2012 (baca misalnya http://news.detik.com/read/2012/03/31/063814/1881789/10/?992204topnews atau http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/03/31/m1pp3a-pks-tolak-berikan-tiket-naikan-harga-bbm)
Padahal, PKS pada awalnya SETUJU atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April 2012 meski dengan syarat (baca misalnya http://www.mediaindonesia.com/read/2012/03/31/309645/70/13/Politik-Bunglon atau http://www.bisnis.com/articles/kenaikan-harga-bbm-partai-demokrat-keukeuh-naikkan-harga). Sikap tersebut sama dengan sikap partai-partai lain yang ikut dalam 'koalisi' partai pemerintah, Partai Demokrat.
Adapun sebab-musabab perubahan sikap PKS, hanya Tuhan dan ELIT PKS yang tahu persis. Kita sebaiknya tidak banyak menelurkan dugaan MOTIF POLITIK perubahan sikap mereka.
Pasalnya, ada yang jauh lebih penting untuk dicermati. Meskipun tidak masif, spanduk yang menginformasikan sikap PKS menolak rencana menaikkan harga BBM sudah berkibar di beberapa titik di kota Makassar. Secara sederhana, pesan yang dipancarkan spandur-spanduk tersebut adalah PKS berpihak kepada rakyat.
Nah, inti pesan inilah yang sebaiknya kita cermati dan kritisi. (1) Benarkah PKS berpihak kepada rakyat?
(2) Bila memang PKS berpihak kepada rakyat, mengapa pada awalnya mereka IKUT mendukung kenaikan BBM? Sebuah sikap yang sama dengan Partai Demokrat (yang berbeda hanya syaratnya)?
Lagi pula, sikap menolak kenaikan harga BBM tidak sepenuhnya memberi manfaat. Sebab, bila salah satu argumentasi pemerintah yang menyatakan subsidi BBM salah sasaran diterima, bukankah itu berarti PKS juga ikut andil dalam melestarikan 'salah sasaran' ini? Apalagi bila kemudian kita tidak melihat pressure atau tekanan PKS (bersama parpol lain yang ikut menolak rencana menaikkan harga BBM) yang efektif kepada pemerintah terhadap masalah a) korupsi, b) kebocoran, dan c) pemborosan ABPN maka kesan yang dapat timbul adalah PKS memang hanya peduli pada 'citra' semata dan belum sampai pada SUBSTANSI atau INTI kepedulian nasib rakyat yang tidak kunjung sejahtera akibat terus terjadinya  masalah ABC pada APBN ibu pertiwi ini.
Selain perubahan sikap PKS soal harga BBM di atas, ada satu titik lagi yang sebaiknya kita cermati dan kritisi. Titik tersebut adalah Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Beberapa bulan terakhir, Banggar memperoleh sorotan tajam atas dua hal. Pertama, soal biaya renovasi ruangan (baca misalnya http://www.gatra.com/nasional-cp/1-nasional/7273-kama-renovasi-ruang-banggar-dpr-berbau-korupsi atau http://nasional.inilah.com/read/detail/1821323/total-biaya-renovasi-ruang-rapat-dpr-rp200-m. Kedua, (dugaan) keterlibatan beberapa anggota Banggar dalam sejumlah kasus korupsi (baca misalnya http://metrotvnews.com/read/newsprograms/2012/02/22/11628/121/Badan-Garong-Anggaran).
Penulis tidak mengetahui secara tepat jumlah anggota Banggar dari fraksi PKS. Meski demikian, nama Tamsil Linrung, anggota DPR dari PKS yang berasal dari (dapil) Sulawesi Selatan, hingga tulisan ini dibuat merupakan anggota dan tidak bisa dilepaskan dari (kasus) Banggar.