Mohon tunggu...
Ha Amzan
Ha Amzan Mohon Tunggu... -

move from oon to on-line

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Syukur

29 Desember 2013   09:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:23 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di negeri ini masih sering kita dengar ada orang yang masih hidup dalam kelaparan. Padahal, dalam budaya nusantara acara syukuran hampir setiap hari diadakan, mulai kelahiran bayi, pungut mantu, bangun rumah, beli motor baru, habis digebuk orang, selamat dari musibah, sampai kematianpun disyukuri. Kalau kita rajin datang ke acara syukuran seharusnya kita bisa makan 3 sampai 5 kali sehari. Mengapa masih ada yang lapar? How come?

Mungkin saja kita sudah kurang bersyukur. Mungkin saja ada diantara kita merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki lalu mencari cara agar mendapat lebih meskipun harus merampas hak orang lain. Dalam agama Islam diwajibkan bagi umatnya untuk mengunjungi orang mati agar kita mengingat kematian. Dengan demikian nafsu berlebihan terhadap materi dunia dapat tertekan. Rasulullah bersabda, “ ingatlah dunia seola-olah kamu hidup selamanya, dan ingatlah akhirat seolah-olah kamu mati besok”. Hidup itu harus ada keseimbangan.

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah program yang bernama Disaster Risk Reduction (DRR). Program tersebut didukung oleh beberapa badan dunia yang telah mengeluarkan dana jutaan dolar untuk penanggulangan bencana dan kesehatan mental bagi para korban yang trauma karena bencana. Salah satu program itu adalah penyuluhan bagaimana melupakan trauma akibat bencana dengan berbagai macam metode konseling dan trauma healing modern.

Bagi sebagian umat Islam hal ini dianggap aneh. Sebuah bencana bagi umat Islam adalah peringatan. Ada hikmah dibalik sebuah bencana, ada pelajaran yang dapat dipetik bagi yang selamat dari bencana. Kalau dengan begitu mudah kita melupakan bencana lalu dimana hikmahnya bencana? Dimana pelajarannya?

Yang mengejutkan, sebagian masyarakat Aceh menginginkan ada operasi militer lagi di Aceh. Karena kesulitan mendapat pekerjaan dan kemiskinan saat ini lebih parah daripada masa konflik. Dengan APBD puluhan trilyun tapi pengelolaan yang amburadul dan sebagian besar kekayaan daerah dikuasai oleh satu kelompok, masyarakat Aceh harus rela hidup dalam pengangguran dan kemiskinan. Bencana tsunami 9 tahun yang lalu belum bisa menjadi pelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun