Mohon tunggu...
Mohd Gilang Ramadhan Al-Musyair
Mohd Gilang Ramadhan Al-Musyair Mohon Tunggu... -

- Linguistic, Literature, art and Cultural Studies - We Are the Green Jacket ! - Madrasatun Al-Wathaniyyah - SMPN 10 Bekasi - SMAN 9 Bekasi - Al-Ma'had Darussalam - University of Muhammadiyyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) - Al-Jam'iah Islamiyyah Madina Al-Munawarah (University Of Islam Madina)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maya...Maya...Maya...Maya...

3 Februari 2012   13:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maya-maya

Kertas-kertas lusuh terbuka, sementara debu-debu menyelimuti bajunya yang sobek. Waktu-waktu lalu tergores dan nampaknya dunia penuh maya. Cermin-cermin hidup tertiup angin-angin dingin, sementara maya dan nyata tetap saja sama. Kertas, Pena dan Pensil tiga benda yang usil, memaksa jari jemari bermain dengan hidup yang sama. Berkata Kertas, “ayolah..masih ada warnaku yang putih bersih, hanya saja bajuku lusuh”, “lihat tintaku masih hitam namun tidak pekat”, sang Pena merayu. Sementara Pensil, hanyaberharap-harap cemas dan sang Jari tak kuasa menahan nafsu. Dan aku hanya menatap awan yang berubah-ubah, angin-angin berhembus genit padanya. Awan dan angin, lihatlah! bagai hidup di negeri impian, memaksa awan-awan berubah tak pasti sementara angin riang bermain. “seperti negeriku”, gumamku. Sementara itu, “aku tak kuasa menahan nafsu ini”, sang Jari angkat bicara. “sudahlah tak usah berpikir, kata-kata indahmu sudah cukup mewakili”, si Pena merayu memaksa. Sekali lagi Pensil hanya diam tergeletak. “baiklah akan kulakukan!”, kata sang Jari tak kuasa.

Sang jari menggores, sang Pena menorehkan tinta hitam dan sang Kertas asyik dipijat refleksi, tetapi sekali lagi sang Pensil bisu, gagu dan lumpuh. Sementara sang Jari terus menggores sang Pena dan terlihat sang Kertas hanya pasrah dikotori dengan kata. Sang Jari berpuisi, “Kertas-kertas lusuh terbuka, sementara debu-debu menyelimuti bajunya yang sobek. Waktu-waktu lalu tergores dan nampaknya dunia penuh maya. Cermin-cermin hidup tertiup angin-angin dingin, sementara maya dan nyata tetap saja sama. Dan aku hanya menatap awan yang berubah-ubah, angin-angin berhembus genit padanya. Awan dan angin, lihatlah! bagai hidup di negeri impian, memaksa awan-awan berubah tak pasti sementara angin riang bermain”. Tiba-tiba sang Pena dan sang Kertas tertawa terbahak dan berkata, “hahaa.. akhirya terpuaskan nafsumu”, dan sang Jari hanya diam menahan lelah, sementara Sang Pensil menangis sedih penuh penyesalan.

***

Aku tersadar “alamaak.. aku hidup didunia maya-maya” gumamku sambil tersenyum. Kertas, Pena dan Pensil kembali terbujur kaku. Kertas dengan bajunya lusuh dan sobek, Pena dengan tinta hitamnya yang tak pekat, dan Pensil yang ternyata cacat. Tetapi mengucap kata terakhirnya, “maya-maya, maya-maya, maya-maya”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun