Mohon tunggu...
Ati Maria Susila
Ati Maria Susila Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...bercerita dan menjadi bagian cerita...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menyamarlah Menjadi Apapun...di Cintaku...

14 Februari 2014   00:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar itu bagai sembilu,

“….Tita kritis Pak... ”

Istiqomah, nama yang tertulis sebagai penulis pesan itu. Nama yang sama sekali tidak kukenal. Aku bahkan sempat meragukan kebenaran tulisan yang dia kirim sepanjang tiga hari ini dalam pesan jejaring social facebookku.

“Mohon ijinkan saya memberi tahu kabar ini, Tita opname di Rumah Sakit Pak.Demi sahabat saya itu saya mohonkan bantuan apapun yang bisa Bapak lakukan untuk memulihkan dia…”Itulah pesan pertama yang kuterima.Aku hanya membacanya sekilas, aku berpikir…seseorang bisa saja menggunakan nama Tita untuk sebuah kepentingan tertentu. Namun esoknya pesan itu datang lagi… bahkan penulis pesan itu seolah membaca apa yang kupikirkan.

“Nama saya Istiqomah, Pak. Sebut saya ‘Isti’ saya sahabat baik Nirtirta Maria. Atau yang sering Bapak panggil sebagai Tita.Ini sekedar bukti, bahwa saya tidak bermaksud mengelabui Bapak dengan pesan ini.Pak…Tita jatuh pingsan saat mengendarai motornya kemarin. Saat ini Tita masih tidak sadarkan diri, saya menunggu nya hampir seharian berharap dia sadar. Yang terbersit dalam pikiran saya adalah nama Bapak. Saya ingat…dia pernah menceritakan tentang Bapak kepada saya… saya adalah satu-satunya orang yang dia ijinkan mendengarkan gejolak hatinya, termasuk apa yang dia rasakan kepada Bapak dan segala hambatannya.Bapak teramat penting baginya. Saya menghubungi Bapak lewat media ini, karena saya tidak tahu bagaimana cara saya menyampaikan semua ini. Handphone Tita selalu saya isi baterai nya Pak, saya berharap Bapak menelephone. Dan akan saya teruskan kepada Tita.Hanya demi satu hal… saya berharap rasa bahagia bisa membantu memulihkannya. Saya mohon…. Menelephone lah Pak…. Itu saja cukup….”

Aku termenung di depan komputerku… kuamati pesan itu…lalu tanpa berpikir panjang kuraih telephone genggamku…

“Hallo….”

“….hallo, saya Istiqomah Pak.Tita koma… “Suara seorang wanita diseberang sana… dia menyebutkan nama sebuah Rumah Sakit beserta dengan alamatnya. Lalu tiba-tiba sunyi….

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari sudah menjelang subuh.Udara dingin di luar sana,seolah menambah suhu dalam ruang kecil mobilku.Entah mengapa pacuan kecepatan nya terasa lambat sekali.Dua jam yang lalu saat aku menelephone kembali ke nomor milik Tita,

“….Tita wafat Pak…. Setengah jam yang lalu.Trimakasih sudah menelephone…. Tita pasti bahagia…”

Entah apa makna perih dihatiku saat mendengar berita itu, aku langsung menyambar kunci mobilku.Berkelebat berkali kali wajah Tita. Wajah yang hanya ku lihat lewat foto di akun Facebooknya.

“Aku menyayangi Bapak…. “tulisnya berkali-kali…

“Knapa…”

“Entahlah….aku juga tidak mengerti…aku hanya tahu, aku menyayangi Bapak dan tidak meminta apapun….”

Gambaran keceriaannya, celotehnya dan setiap gejolak rasa yang dia tulis…. menumbuhkan rasa yang tidak mudah kujelaskan.Duh….aku larut pada perhatiannya, pada ketulusannya….pada kecemburuannya….Aku mencoba menterjemahkan rasa itu. Dan aku tidak pernah menemukan jawabannya sampai….

“Apa Bapak meninggalkanku…” Katanya suatu hari…

“Knapa Tita berpikir begitu…”

“Entahlah…. Bapak menjauhiku….dan aku merasakan itu…”

Aku diam….. aku memang harus mengambil sikap.Aku tidak boleh larut. Aku harus menghentikan semua ini, atau membuat Tita terluka suatu hari nanti.

“Tidak… anggaplah aku tetap ada….dan aku tidak pernah kemana-mana…”

Kebisuan kurasakan diseberang sana…. Tita tidak menjawab.Dia tidak mengatakan sepatah katapun…. Namun kesunyian itu memberi ku tanda, dia terluka….Perasaan bersalah melandaku, namun tidak ada pilihan bagiku. Sebelum terlanjur terlalu dalam, apa yang dipupuk dapat lebih melukainya.Setelah komunikasi terakhir itu, Tita hanya sekali menulis sebuah pesan. Sebuah kalimat yang sangat kuhapal :“Aku menyayangi Bapak….”

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku berdiri dihadapan sebuah peti,dengan bunga wangi bertaburan disana sini.Lagu Latin Gregorian berkumandang lirih dari sebuah tape recorder, menambah sesak pada ruang hatiku.Aku menatap lurus pada sosok yang terbaring dalam peti itu.Tita, untuk pertama kalinya nyatamu kulihat.Sebuah tanya tanpa jawab, mengapa dalam wujud ini aku menemuimu…

“trimakasih sudah hadir, Pak…”aku menoleh….dan tersenyum mengangguk. Gadis berkerudung itu, tadi memperkenalkan dirinya sebagai Istiqomah.Matanya nampak sembab. Dia berdiri di sebelahku sejak aku datang.

“Dia berjuang melawan penyakitnya, Pak.Kehadiran bapak dalam hidupnya menguatkannya untuk kembali memiliki semangat hidup.Meskipun bapak tidak pernah hadir secara nyata dalam kesehariannya, tapi sejak mengenal Bapak dia menjadi lebih ceria.Rajin berobat, dan lebih bersemangat”

Ada rasa perih saat dia menuturkan itu.Aku memalingkan wajah, dan menatap lurus pada peti di hadapanku.

“Dia mencintai Bapak, …. Apakah itu salah..?”

“Tidak…” jawabku tegas….“Dia jujur pada perasaannya, dan saya mengerti itu….”

“Tapi mengapa dia harus terluka….karenakehilangan Bapak…”aku memandang wajah Istiqomah. Air matanya mengalir….

“Dia tidak kehilangan saya, hanya saja….saya tidak pernah bisa bersamanya…. Itu akan membuat dia lebih terluka…. Meskipun saya tau, dia tidak pernah meminta apapun dari saya…”

“Dia sahabat terbaik saya, Pak… kami berbeda keyakinan. Tapi dia memperlakukan saya seperti saudaranya. Temannya banyak, dia banyak dicintai orang…. Tapi dia sulit untuk jatuh cinta.Suatu hal yang sangat menginspirasi hidupnya, ketika suatu hari….dia mengatakan kepada saya bahwa dia jatuh cinta…kepada Bapak.Dia juga mengatakan kepada saya….dia menyayangi Bapak tanpa bermaksud untuk bisa terus bersama Bapak…. Dia tidak meminta apapun…. Dia hanya ingin ada yang tahu… Bahwa dia mencintai Bapak….”

Istiqomah menoleh padaku….lalu katanya lagi…. “Itu sebabnya…. Saya meminta Bapak menelephone dia,setidaknya saya berharap…ada kebahagiaan kecil yang terselip….di tengah deritanya saat dia koma”

Lalu dia mengambil sesuatu dari balik jaketnya, “ Pak….. saya menemukan ini di dalam dompet telephone genggamnya.Maaf, saya sempat membacanya…. Ada nama Bapak disitu, beserta sebuah tulisan. Tanpa saya mengira bahwa bapak akan hadir disinipun, saya memang ingin memberikan ini kepada Bapak. “

Sebuah lipatan kecil, diserahkannya padaku…. Entah mengapa hatiku berdebar….Rasanya ingin segeramembukanya.Namun sesaat kemudian, beberapa orang nampak mendesak masuk ke ruangan itu.Istiqomah membisikkanku sesuatu, “Hampir pukul Sembilan, akan ada upacara penutupan petijenazah sebentar lagi.Saya pamit undur ke belakang, Pak.Kalau boleh saya minta satu hal, genggamlah tangan Tita untuk terakhir kali. Karena itu yang dia katakan, saat saya tanyaapa yang dia inginkan bila bertemu dengan Bapak.Dia ingin menyentuh tangan Bapak, ....katanya….itu cukup.Terimakasih banyak ya… saya percaya Tita bahagia atas kehadiran Bapak…”

Kalimat selanjutnya tidak lagi kudengar, sebuah rasa perih….tiba tiba menyergapku.

Aku menyelipkan diri disela-sela beberapa orang yang mendekati peti itu. Aku mendekat…. Sangat dekat….untuk pertama kalinya kulihat wajah Tita dengan sangat jelas.Wajah yang sama dengan apa bisa kugambarkan saat melihat fotonya.Kupandangi wajah itu, wajah penuh damai.Sesaat teringat apa yang pernah dia tulis.

"Ada...lho Cinta Abadi..." katanya suatu hari...

“Mana ada di dunia ini yang abadi, Tita…”

“Ada…....  yaitu Cintaku….” .... Dan ternyata.... dalam peti itu, Tita membuktikannya….

Kuberanikan diri membuka tudung peti itu, perlahan kusentuh jemari dinginnya…..Aku berbisik lirih, sangat lirih…..“Terimakasih Tita atas cintamu…. Cinta yang tidak pernah boleh kuambil…. Aku bersyukur atas hidup dan cintamu, cinta Abadi  yang kau bawa sampai mati…. Doakan aku dari tempat mu bisa melihatku…. ”

Perlahan aku mundur….kuberi kesempatan pada mereka yang masih ingin mendekati jenazah Tita.

Disudut ruangan itu, aku membuka lembaran putih yang tadi di berikan oleh Istiqomah.Sebuah tulisan, nampak rapi tersusun didalamnya. Aku mengenali tulisan itu. Tulisan Tita. …..dan sebuah kalimat pendek ….aku membacanya dengan nafas tertahan, ada namaku tertulis disana….

[caption id="attachment_311874" align="aligncenter" width="300" caption="white flower"][/caption]

"Pak….. tetaplah hidup bagiku, menyamarlah menjadi apapun…. bila dalam hidup sucimu, engkau takkan pernah bisa membalas cintaku….Aku yang akan selalu mencintaimu, Nirtirta Maria…”

Entah mengapa….kalimat terakhir terasa berhenti di mulutku…. Tanpa kuduga, sebutir airmataku menetes….dan jatuh diatas kertas putih itu….

Selamat Jalan Tita… aku menyayangimu….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun